Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ari Junaedi
Akademisi dan konsultan komunikasi

Doktor komunikasi politik & Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama.

Lion Air, antara (Terus) Dirundung dan Harus Didukung

Kompas.com - 28/11/2022, 10:08 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SYAHDAN ada sebuah kisah tentang seorang supir bus Metromini di Jakarta yang marah karena kerap disamakan dengan kebiasaan Lion Air yang sering ngaret berangkatnya. Sopir Metromini bisa terima bahwa busnya disamakan dengan Lion Air dalam hal berantakan soal pengaturan penumpang.

Namun sopir Metromini begitu murka jika disamakan dengan Lion Air terkait lamanya ngetem. Selama-lamanya bus Metromini ngetem tidak akan selama Lion Air melakukan delay. - (Hipwee.com, 4 April 2017).

Cerita ini saya sarikan dari sebuah warta di sebuah media online yang berjudul 20 Meme Ini Mewakili Derita Penumpang Lion Air yang Serasa Naik Angkot, Ngetem Dulu Sebelum Terbang.

Kekesalan demi kekesalan yang dikeluhkan penumpang Lion Air menjadi wajah jamak jika memang memilih menggunakan Lion Air sebagai pilihan transportasi udara. Rapor “merah” Lion Air kembali mengemuka ketika laman resmi platform perjalanan Bounce merilis hasil surveinya The 2022 Airline Index dan menobatkan Lion Air bersama Wings Air sebagai maskapai terburuk di dunia tahun 2022 (Kompas.com, 16/11/2022).

Baca juga: Kaesang Batal Kondangan karena Penerbangan Dialihkan, Lion Air Minta Maaf

Peringkat maskapai terburuk disandang Lion Air dan diberi skor 0,72 oleh Bounce. Sementara Wings Air yang juga satu grup dengan Lion Air, mendapat skor 1,11.

Sementara Air Asia India menduduki urutan terburuk nomor 4, Ryanair diurutan ke-8, serta Volaris diposisi paling buncit atau nomor 10 maskapai dengan layanan terburuk .

Penilaian untuk Lion Air berdasarkan tingkat kedatangan tepat waktu yang hanya mencapai 42,27 persen. Belum lagi untuk persentase pembatalan penerbangan menapak di angka 34,43 persen. Penilaian makanan dan hiburan di kisaran 1/5 serta kenyamanan kursi dan layanan pelanggan diberi skor 2/5.

Wings Airs memiliki skor 49,78 persen untuk kedatangan tepat waktu dan 20,63 persen untuk pembatalan penerbangan. Kemudian untuk penilaian staf dan kenyamanan kursi di kisaran 2/5 serta 1/5 untuk makanan dan hiburan.

Masih terkait dengan maskapai yang berada dalam naungan grup yang sama, yaitu Batik Air, juga menjadi sorotan. Kasusnya terkait dengan koper milik Kaesang Pangarep, putra Presiden Joko Widodo. Kaesang yang membagikan pengalamannya terbang dengan Batik Air di media sosial menyebutkan bahwa antara dirinya dengan kopernya tidak sejalan.

Candaan Kaesang itu berawal ketika dia tiba di Surabaya, Jawa Timur tetapi kopernya “tersesat” ke Bandara Kualanamu, Medan di Sumatra Utara. Protes Kaesang yang memiliki banyak “pengikut” di Twitter itu akhirnya direspon manajemen Batik Air dan koper miliknya kembali ke alamat yang benar kurang dari 24 jam setelah kejadian (Kompas.com, 14/11/2022).

Jika Kaesang ditinggal kopornya, lain lagi dengan penyanyi Ari Lasso yang ditinggal pergi pesawat saat akan kembali ke Jakarta dari Singapura. Walau kedatangan Ari Lasso di Bandara Changi, Singapura, sesuai dengan alur jam keberangkatan normal, ternya Batik Air malah terbang lebih awal karena alasan cuaca, tanpa sempat memberitahu ke para penumpang, termasuk Aris Lasso, tentunya (Kompas.com, 27/10/2022).

Terbaru, Kaesang kembali mengeluhkan pembatalan pesawat dengan kode penerbangan JT itu, rute Jakarta – Solo. Semula, Kaesang ingin mengejar acara pernikahan sahabat sekolahnya dengan memilih penerbangan pukul 06.45 WIB.

Namun oleh pihak maskapai, penerbangan Kaesang dialihkan ke anggota grup Lion yang lain yakni Super Air Jet pukul 09.10 WIB. Alhasil, Kaesang gagal mengejar acara pernikahan sehabat kecilnya yang dihelat pukul 08.00 WIB (Detik.com, 22 November 2022).

Putra bungsu Presiden Jokowi, Kaesang Pangarep di Solo, Jawa Tengah, Senin (24/10/2022). Kaesang merasa kesal lantaran penerbangannya dari Jakarta menuju Solo dialihkan Lion Air.KOMPAS.com/LABIB ZAMANI Putra bungsu Presiden Jokowi, Kaesang Pangarep di Solo, Jawa Tengah, Senin (24/10/2022). Kaesang merasa kesal lantaran penerbangannya dari Jakarta menuju Solo dialihkan Lion Air.
Antara kesal dan butuh

Harus diakui, keberadan maskapai Lion Air begitu berjasa sebagai “jembatan” udara yang menghubungkan 41 rute domestik dan 20 rute internasional hingga September 2019. Dengan 449 penerbangan setiap hari, Lion Air mampu melayani 269 rute terjadwal dan 211 rute tidak terjadwal.

Bersama maskapai lainnya yang juga anggota Lion Group seperti Wings Air, Batik Air, Malindo, ThaiLion, total ada 694 rute yang diterbangi dan 157 tujuan tambahan (situs Lionair.co.id). Belum lagi jika rute dari Super Air Jet dimasukkan, tentu rute yang diterbangi Lion Grup semakin banyak.

Hingga tahun 2000, dengan jumlah armada sebanyak 118 pesawat, Lion Air Group dinobatkan sebagai “raja” Indonesia. Ekspansinya bahkan meluas hingga Australia dan Thailand.

Sepanjang pandemi Covid-19 selama dua tahun dan di saat maskapai plat merah didera hutang yang membengkak dan maskapai swasta lainnya limbung karena sepinya penumpang, grup Lion masih menerbangi beberapa rute perintis.

Baca juga: Lion Air Maskapai Terburuk, Pengamat: Pembatalan Penerbangan Perlu Diperbaiki

Saya masih ingat, di saat beberapa maskapai lain mengurangi frekuensi bahkan menutup rute penerbangan karena pandemi, sepinya penumpang, dan mahalnya bahan bakar avtur, Lion Grup masih setia menerbangai rute-rute yang telah ditinggalkan maskapai lain. Garuda yang menyetop penerbangan Jakarta – Pandan, Tapanuli Tengah, Sumatera Utara. Lion Grup justru masih menerbangkan Wings Air dari Medan.

Demikian juga rute Banjarmasin atau Makassar ke Kotabaru, Kalimantan Selatan yang ditinggalkan NAM. Oleh Wing Airs rute itu masih terus dilayani. Rute Pontianak – Putussibau, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat atau Ambon – Langgur, Maluku Tenggara, Maluku atau Sorong – Kaimana, Papua Barat juga tetap dilayani Wings Air.

Sengaja saya menyebut rute-rute tersebut, menginggat selama pandemi saya mengunjugi daerah-daerah tersebut sehingga bisa memberikan penilaian obyektif. Sebaliknya, karena sepi penumpang, Wings Airs Jakarta – Tasikmalaya terpaksa berhenti terbang.

Di saat pandemi menyebabkan maskapai-maskapai limbung, Lion Grup tetap terbang walau dengan kondisi harga tiket yang melambung tinggi mengingat saat itu ada pembatasan jumlah penumpang.

Dengan kondisi itu, mau tidak mau kita harus mengakui “jasa” Lion Grup memang besar. Lion Air termasuk aset bangsa mengingat maskapai asing pun sudah tidak bisa bertahan di tengah gempuran kesulitan yang dialami penerbangan lainnya.

Air Asia yang sempat merajai penerbangan di Asia Pasifik kini tengah meredup kejayaannya karena berbagai faktor yang membelitnya. Lion Air tetap bisa bertahan hingga kini pun sebenarnya sudah hebat mengingat Lion Grup tidak mendapat privilege dari semua kementerian dan badan usaha milik negara (BUMN) agar pegawainya yang sedang berdinas “harus” memilih maskapai tertentu walau ternyata maskapai tersebut sering tidak menerbangi trayek-trayek yang dituju.

Penilaian dari Bounce harus mendapat kritik selain menjadi “pembelajaran” bagi maskapai-maskapai yang bernaung di dalam Lion Grup. Parameter penilaian berdasarkan kedatangan tepat waktu tentu bisa disebabkan banyak hal, misalkan kondisi cuaca dan manajemen pengelolaan bandara dan itu di luar kendali Lion.

Demikian juga dengan tingkat pembatalan penerbangan, juga tidak semata disebabkan masalah internal Lion.

Bounce memberi “rapor merah“ penilaiaan soal makanan dan layanan untuk Lion Air dan Wings Air, juga salah sasaran. Sebagai maskapai berbiaya rendah, baik Lion Air dan Wings Air tidak memberikan layanan gratis makanan dan minuman. Prinsip ono rego ono rupo atau ada harga ada rupa sudah jamak di maskapai-maskapai lainnya.

Saat di Eropa saya kerap memilih Ryan Air karena hemat ongkosnya tetapi jangan harap dapat makanan dan minuman gratis dalam layanan penerbangannya. Layanan hiburan pun kini sudah beralih ke aplikasi yang bisa diunduh gratis sebelum terbang.

Benahi layanan dan strategi komunikasi

Penilaian dari Bounce hendaknya tidak mematahkan semangat pelayanan Lion Grup tetapi menjadi momentum untuk berbenah. Sudah jamak kita lihat untuk penerbangan pagi dari Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, puluhan konter keberangkatan Lion Air padat dengan calon penumpang yang akan mengurus bagasi dan tiket.

Saatnya jumlah konter dan petugas harus ditambah selain lebih memaksimalkan pelayanan melalui pemanfaatan aplikasi dan mesin tiket digital. Manajemen pengaturan bagasi pun harus dibenahi karena kasus petugas “main lempar” bagasi pernah viral dan menjadi stigma buruk untuk handling bagasi penumpang Lion.

Kasus salah kirim koper seperti yang dialami Kaesang, yang notabene anak RI-1, adalah contoh kasus tersebut.

Satu hal yang tidak pernah berubah dari Lion Grup adalah memusatkan kendali “arus komunikasi” seluruh maskapai dalam Lion Grup kepada satu sosok saja. Padahal, dengan jumlah pesawat yang mencapai ratusan dan menaungi enam maskapai di dalamnya, idealnya masing-masing maskapai memiliki unit pengelolaan handling manajemen komunikasi tersendiri.

Akibatnya, jika ada ada keluhan, juru bicara maskapai kerap terlambat menanggapi sehingga keluhan penumpang terlanjur viral lebih dahulu. Bisa dipastikan jika pola komunikasi Lion Grup tetap dipertahankan seperti sekarang ini, keluhan dari para penumpang enam maskapai tidak akan ditangani dengan cepat dan tuntas.

Jawaban-jawaban yang diberikan corporate communications Lion Grup hanya sebatas normatif dan terus mengulang-ulang tone yang sama. Penanganan isu dan arus komunikasi di era sekarang ini, butuh penanganan cepat atau istilah anak muda seperti generasi Kaesang perlu “sat-set sat-set” alias gercep (gerak cepat).

Harus diingat, segmen pengguna jasa penerbangan dewasa ini lebih banyak didominasi konsumen berusia milenial. Mereka sangat kritis dan “bawel” jika mendapat pelayanan yang tidak baik.

Keaktifan mereka di sosial media, menjadi senjata yang ampuh bagi image maskapai.

"Dikarenakan alasan operasional, maka dengan sangat menyesal penerbangan anda dialihkan ke penerbangan selanjutnya." Atau  "Kami mohon maaf dengan keterlambantan penerbangan yang menimpa anda, maka kami memastikan akan menjadi perbaikan bagi kami di kemudian hari." Atau "Kami menyadari kekeliruan pengiriman kopor adalah kesalahan di pihak kami, tentu berharap di masa yang datang tidak akan terulang kembali."

Itu adalah contoh-contoh standar yang sering diucapkan seorang corporate communication maskapai-maskapai kita. Kekesalan yang dialami penumpang karena permasalahan teknis di maskapai, tidak cukup diselesaikan dengan segelas air minuman untuk 1 jam keterlambatan, atau ditambah roti sekerat untuk dua jam penerbangan bahkan nasi sekotak dengan lauk ala kadarnya untuk keterlambatan tiga jam penerbangan.

Baca juga: Lion Air Akan Buka Lagi Penerbangan Umrah dari Riau Mulai 2023

Pola penanganan “kekesalan” penumpang harus ditangani dengan unit pelayanan cepat yang memiliki prosedur baku untuk suatu maskapai. Kemampuan awak darat sebagai garda terdepan maskapai harus dibekali pengetahuan komunikasi yang baik dan dukungan manajemen yang prima.

Strategi komunikasi dijalankan maskapai hendaknya mencakup perencanaan atau planning yang terencana dengan baik serta pengelolaan atau manajemen penyampaian pesan guna mencapai tujuan layanan maskapai. Layanan yang berbasis kinerja tidak sekedar menampilkan pramugari yang memakai kebaya berbelahan tinggi saja tetapi juga kepada pelayanan yang tulus dan murah senyum.

Strategi komunikasi maskapai harusnya merupakan perpaduan dari perencanaan komunikasi dan manajemen komunikasi yang terkonsep dengan parameter yang jelas serta mencapai tujuan korporasi.

Calon penumpang harus memilih Lion Grup bukan karena terpaksa karena tidak ada maskapai lain yang menerbangi rute tujuan tersebut. Lion Grup dipilih penumpang karena dikenal memiliki layanan terbaik dan membanggakan.

Sekali lagi, Lion Air, Wings Air dan maskapai-maskapai lain adalah tulang punggung transportasi udara, penggerak perekonomian nasional dan aset bangsa. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com