Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jaya Suprana
Pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan

Penulis adalah pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan.

Sementara Ini Eropa dan Asia di Atas Angin

Kompas.com - 25/11/2022, 17:50 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

(Para fans tim Afrika dan Amerika tidak perlu keberatan terhadap judul naskah ini sebab diawali dengan “sementara ini")

MESKI tidak sekejam Spanyol, pada awal babak awal para tim nasional sesama benua Eropa, yaitu Swiss, Belgia, Portugal membuktikan diri mereka tidak seburuk Jerman.

Swiss mengalahkan Kamerun cukup dengan 1-0, Belgia menyundangi Kanada juga dengan 1-0, sementara Portugal harus lebih keras berjuang mengungguli Ghana dengan 3-2.

Di sisi lain Jepang menaklukkan Jerman dan Korea Selatan seimbang dengan Uruguay. Maka berarti untuk sementara ini layak dikatakan bahwa para kesebelasan benua Eropa dan Asia memang sedang lebih berada di atas angin dibandingkan dengan benua lain-lainnya.

Uruguay yang tercatat dalam lembaran sejarah sepakbola sebagai negara pertama tampil sebagai juara Piala Dunia pertama ketika masih disebut sebagai Piala Jules Rimet harus puas dengan skor tidak ada yang menang, tidak ada yang kalah ketika pada babak awal Piala Dunia 2022 berhadapan dengan Korea Selatan.

Sementara Brasil yang berambisi menjuarai Piala Dunia untuk ke 5 kali sudah langsung ngegas pada babak awal untuk mengalahkan lawan bukan sembarangan dari Eropa, yaitu Serbia dengan skor 2 - 0.

Kemenangan Brasil dapat dianggap secara tidak langsung membenarkan anggapan bahwa Argentina sengaja mengalah terhadap Saudi Arabia agar tidak langsung berhadapan dengan Brasil sebelum babak final.

Meski ada pula yang menafsirkan para sepakbolawan Argentina sengaja mengalah akibat ngambek tidak mendapat janji hadiah mobil super mewah seperti yang terbukti dihadiahkan kepada para sepakbolawan Saudi Arabia dari Raja Salman.

Bahkan ada politisi Argentina malah mengharapkan Argentina tidak kembali menjadi juara dunia sepakbola karena dikhawatirkan pemerintah Argentina akan memanfaatkan kondisi rakyat Argentina sedang terbius euforia juara dunia sebagai kesempatan emas untuk memaklumatkan kebijakan yang merugikan rakyat Argentina.

Sementara sebagai warga Indonesia yang tumbuh-kembang di lingkungan kebudayaan Jawa, adalah wajar apabila secara subyektif saya menganggap kekalahan Argentina sekadar akibat belum menghayati makna luhur kearifan leluhur Jawa, yakni ojo dumeh alias jangan terkebur.

Memang sepakbola telah berkembang menjadi sebuah cabang ilmu pengetahuan yang demokratis terbuka bagi siapa saja boleh bebas merdeka menafsirkan kemudian menyatakan tafsir secara subyektif berdasar selera dan kehendak masing-masing. Tanpa risiko dilaporkan ke polisi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com