Banyak manusia berteriak dalam hati
Mereka terpaksa, karena bersuara pun tak mungkin di dengar para petinggi
Mereka bukan dari golongan yang bisa sekehendaknya berlibur pergi
Mereka hanya rakyat biasa, petarung dalam kontestasi
Orang-orang itu berupaya bertahan
Di tengah badai pandemi yang belum juga hilang
Orang-orang itu terus berusaha bertahan
Ketika ekonomi dalam keadaan tumbang
Kelaparan, setiap hari mendatangi mereka
Tak ada nasi, itu hal yang biasa
Tanggis tiap hari menetes, tapi disembunyikannya
Mereka adalah para pejuang tangguh semesta
Meski berlinang air mata, orang-orang itu tak pernah lupa diri
Walau dilanda kelaparan, mereka sadar sebagai hamba Ilahi
Orang-orang selalu berdoa pada Yang Maha Tinggi
Berharap semoga mereka diberi kelapangan nurani
SAJAK “Meraung Kelaparan” yang ditulis Mohammad Azharudin itu begitu menyentil nurani kemanusian kita.
Ketika tempat-tempat ibadah rajin kita bangun megah, di antara capaian materi yang begitu kita banggakan, di tengah lagak congkak para pejabat membanggakan capaian prestasi pembangunan, dan di antara riuh para akademisi mengulas teori penanggulangan kemisikinan dalam berbagai seminar serta di tengah gegap gempitanya penyaluran bantalan bantuan sosial, ternyata tragedi kelaparan kerap terjadi di lingkungan terdekat kita.
Musibah mengenaskan yang terjadi di Jakarta – sampai saat ini masih sebagai ibu kota negara (IKN) sebelum berpindah ke tempat baru bernama Nusantara di Kalimantan nanti – tragedi menahan lapar yang berujung kematian begitu mengejutkan semua kalangan. Penemuan empat jenazah yang sudah membusuk di Perumahan Citra Garden 1, Kalideres, Jakarta Barat, Kamis (10/11/2022) dan diduga karena kelaparan, terjadi di sebuah perumahan warga kelas menengah.
Baca juga: Polisi: Lambung Kosong di Jasad Sekeluarga Kalideres Belum Tentu Penyebab Kematian