Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apa Itu Cancel Culture? Simak Asal Mulanya...

Kompas.com - 28/10/2022, 20:00 WIB
Alinda Hardiantoro,
Rendika Ferri Kurniawan

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Belakangan ini, istilah cancel culture kerap muncul di media sosial.

Sejumlah warganet sering menggunakan istilah itu untuk melabeli sebuah merek atau artis yang tersandung skandal.

Biasanya, istilah cancel culture kerap digunakan pada idol K-pop. Namun, baru-baru ini, istilah tersebut juga disematkan pada beberapa artis dan merek di Indonesia.

Lantas, apa sebenarnya cancel culture?

Baca juga: Dulu Kena Cancel Culture, Luna Maya Sempat Banting Setir Jadi Pedagang

Apa itu cancel culture?

Dilansir dari The New York Post, cancel culture adalah fenomena untuk mengajak menolak seseorang, merek, acara, hingga film.

Profesor sosiologi dan kriminologi di Universitas Villanova Dr Jill McCorkel mengatakan akar cancel culture adalah bentuk ketika masyarakat telah menghukum orang karena berperilaku di luar norma sosial yang berlaku.

"Cancel culture adalah perpanjangan atau evolusi kontemporer dari serangkaian proses sosial yang lebih berani yang dapat kita lihat dalam bentuk pengusiran," katanya.

"[(Mereka) dirancang untuk memperkuat seperangkat norma," jelas dia.

Namun, terdapat banyak perdebatan tentang makna cancel culture, termasuk apakah itu cara untuk meminta pertanggungjawaban orang, taktik untuk menghukum orang lain, atau campuran keduanya.

Dilansir dari Jurnal Communication and the Public, cancel culture terdapat dalam konsep Habermas tentang ruang publik yang menganggap wacana publik adalah ranah elit (1962).

Cancel culture berasal dari bentuk wacana publik baik online maupun offline.

Baca juga: Pakar Unair Beri Tips Cegah Cancel Culture di Media Sosial

Kemunculan istilah cancel culture

Menurut Insider, cancel culture menjadi kesadaran kolektif sekitar 2017 setelah adanya gagasan penolakan selebriti karena tindakan atau pernyataan bermasalah.

Profesor di University of Michigan Lisa Nakamura yang mempelajari hubungan media digital dengan ras, gender, dan seksualitas, mengatakan bahwa cancel cultur terjadi pada selebriti, merek, perusahaan, atau konsep tertentu.

Merriam-Webster, penerbit kamus dan tesaurus Amerika, menghubungkan budaya cancel cultur dengan gerakan #MeToo, yang bertepatan dengan meningkatnya popularitas istilah tersebut secara online.

Tren cancel culture berakar dari blog Tumblr pada awal 2010, terutama Your Fave Is Problematic. Saat itu fandom mendiskusikan mengapa bintang favorit mereka tidak sempurna.

Istilah ini kemudian berkembang dan digunakan di berbagai media paltform, seperti TV hingga Twitter.

Sebelumnya, istilah tersebut telah digunakan beberapa kali di Twitter dan hampir semuanya memiliki arti yang berbeda.

Ungkapan cancel culture mengalami pertumbuhan yang signifikan pada 2016 dan 2017, khususnya di Twitter. Saat itu, banyak warganet di Twitter yang menggunakan frasa cancel culture.

Baca juga: Mengenal Cancel Culture, Boikot Publik yang Kini Dialami Kim Seon Ho

Populer di kalangan selebriti

Pada 2018 hingga 2019, frasa ini semakin sering digunakan. Serangkaian penolakan singkat selebriti termasuk Taylor Swift dan Kanye West juga menggunakan istilah ini.

Tak hanya seberiti, para influencer dan sejumlah acara TV juga mengalami cancel culture.

Masih dilansir dari laman yang sama, Mantan Presiden Barack Obama mengkritik tren cancel culture dalam sebuah wawancara tentang aktivisme pemuda.

"Itu (cancel culture) bukan aktivisme. Itu tidak membawa perubahan," katanya.

"Jika yang Anda lakukan hanyalah melempar batu, Anda mungkin tidak akan sampai sejauh itu. Itu mudah dilakukan," imbuh Obama.

Namun, istilah ini juga sempat digunakan di dunia politi Amerika Serikat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com