Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Pilu Korban Kanjuruhan: Sesak Napas dan Terinjak, Kehilangan Sahabat, hingga Jadi Yatim Piatu dalam Semalam

Kompas.com - 03/10/2022, 15:30 WIB
Alinda Hardiantoro,
Inten Esti Pratiwi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Laga yang mempertemukan Arema FC dan Persebaya Surabaya menyisakan kesedihan yang amat mendalam bagi masyarakat Indonesia maupun dunia.

Rentetan kisah pilu bermunculan seiring dengan jumlah korban yang hingga saat ini mencapai 125 orang.

Ribuan Aremania itu pulang membawa kesedihan yang tak terbilang usai kalahnya jagoan mereka, Singo Edan, dan tragedi Kanjuruhan yang mencekam.

Stadion Kanjuruhan, Malang, Sabtu (1/10/2022) malam merekam detik-detik peristiwa paling memilukan yang pernah terjadi di sepanjang sejarah sepak bola Indonesia.

Baca juga: Media Asing Soroti Tragedi Kanjuruhan Malang yang Menewaskan 127 Orang


Pulang tanpa orang tua

MA (11) tak pernah menyangka kerusuhan di Kanjuruhan akan mengubah hidupnya. Bocah itu, kini menjadi yatim piatu.

Kedua orang tuanya, M Yulianton (40) dan Devi Ratna S (30), yang saat itu menemaninya menyaksikan laga Arema FC vc Persebaya Surabaya masuk dalam daftar ratusan suporter yang menjadi korban meninggal dunia.

Alfiansyah sendiri selamat setelah meminta pertolongan kepada petugas kepolisian. Dia berlari ketakukan saat menghampiri pamannya Doni (40) setelah berhasil menyelamatkan diri ke luar stadion.

Dilansir dari Kompas.com, Senin (3/10/2022), Doni menduga bahwa saudaranya itu meninggal dunia lantaran jatuh dari tangga gara-gara lautan suporter berdesak-desakan keluar usai tembakan gas air mata dilepaskan.

"Awalnya gas air mata di lapangan dulu. Kemudian (ditembak) ke arah tribun di pintu 12, saya sama lainnya di pintu 14, gas air matanya kena angin kan jadi nyebar," ucap Doni.

Baca juga: Bahaya Gas Air Mata dan Larangan FIFA soal Penggunaannya di Stadion

Foto semasa hidup kedua korban pasutri aremania. Dok. Ketua RT 14/ RW 8, Kelurahan Bareng, Kota Malang. Foto semasa hidup kedua korban pasutri aremania.

Kehilangan sahabat

Mukid tak menyangka akan mengantarkan sahabatnya Faiqotul Hikmah pulang dengan menggunakan mobil ambulans.

Padahal beberapa jam sebelum pertandingan berlangsung, Mukid masih memboncengkan sahabatnya itu dengan penuh semangat ke Stadion Kanjuruhan untuk melihat tim sepak bola kesayangan mereka berlaga.

Mereka berangkat dari Jember, Jawa Timur, dan tiba bersama puluhan suporter lainnya di stadion pada pukul 16.00 WIB.

Sesampai di Kanjuruhan, Mukid tidak bisa menemani Faiqotul lantaran dirinya kehabisan tiket. Ia pun terpaksa menonton laga itu dari luar stadion. Sementara Faiqotul menonton langsung di dalam stadion.

Menjelang pertandingan usai dan kericuhan pecah, Mukid mulai mengkhawatirkan kondisi sahabatnya itu.

"Saya kontak Faiq dan temannya tapi tak bisa. Sebisa mungkin saya berusaha masuk, akhirnya bisa setelah beli tiket di calo," kata dia.

Sembari menahan pedihnya asap gas air mata yang ditembakkan aparat, Mukid menerobos kerumunan suporter. Sekitar pukul 23.30 WIB, Mukid menemukan tubuh sahabatnya telah tertutup kain.

"Faiq ada di sebuah gedung masih di kawasan stadion. Dia sudah ditutupi kain sudah meninggal," tuturnya.

Baca juga: Kerusuhan Kanjuruhan Menewaskan 129 Orang, Puncak Gunung Es Buruknya Tata Kelola Sepak Bola Indonesia

Sejumlah Aremania tabur bunga dan doa bersama di Monumen Singo Tegar untuk mengenang korban kerusuhan sepak bola pekan ke-11 Liga 1 2022-2023 antara Arema FC melawan Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan Kepanjen, Kabupaten Malang, Sabtu (1/9/2022) malam.KOMPAS.com/SUCI RAHAYU Sejumlah Aremania tabur bunga dan doa bersama di Monumen Singo Tegar untuk mengenang korban kerusuhan sepak bola pekan ke-11 Liga 1 2022-2023 antara Arema FC melawan Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan Kepanjen, Kabupaten Malang, Sabtu (1/9/2022) malam.

Sempat hilang dan ditemukan jadi mayat

Sugianto merupakan satu dari sejumlah orang tua yang kehilangan anaknya akibat kerusuhan Kanjuruhan, Sabtu (1/10/2022) malam itu.

Dilansir dari Kompas.com, Senin (3/10/2022), dirinya sempat melarang anaknya, Nizamudin, untuk menonton laga Arema FC vs Persebaya Surabaya hari itu.

Namun, karena tak ingin melihat anaknya murung, Sugianto akhirnya mengizinkan anaknya pergi.

Saat kerusuhan terjadi, Sugianto mendapatkan kabar bahwa putranya sempat hilang.

"Saya tahu dari teman-temannya yang ngajak pada Sabtu sore itu. Banyak temannya sekitar 10 orang, datang ke rumah," ungkapnya.

Kemudian, Sugianto diberi tahu bahwa anaknya menjadi korban tewas dalam kerusuhan tersebut.

Ia tidak menyangka pesan dari Nizamudin yang sempat menenangkan kekhawatirannya itu menjadi pesan terakhir yang diterima Sugianto.

Pesan pendek berbunyi "Ada apa pak?" itu dikirimkan oleh Nizamudin usai sambungan telepon Sugianto pada pukul 18.00 WIB tidak direspons.

Baca juga: Tragedi Kanjuruhan Jangan Terulang Kembali

Suasana di area Stadion Kanjuruhan Kepanjen, Kabupaten Malang, seusai kericuhan penonton yang terjadi seusai laga pekan ke-11 Liga 1 2022-2023 bertajuk derbi Jawa Timur, Arema FC vs Persebaya Surabaya, Sabtu (1/10/2022) malam.(KOMPAS.com/SUCI RAHAYU) Suasana di area Stadion Kanjuruhan Kepanjen, Kabupaten Malang, seusai kericuhan penonton yang terjadi seusai laga pekan ke-11 Liga 1 2022-2023 bertajuk derbi Jawa Timur, Arema FC vs Persebaya Surabaya, Sabtu (1/10/2022) malam.

Sesak napas hingga terinjak

Kisah lainnya datang dari suporter Aremania, Gafandra Zulkarnain (20) yang berasal dari Kota Malang.

Saat tembakan gas air mata diluncurkan oleh aparat, dia bersama dengan teman perempuannya, Aldita Putri mengaku sempat terjatuh di tribun selatan. Akibatnya, mereka sempat terinjak oleh suporter lainnya.

"Lalu kami berdua terinjak-injak oleh suporter lain saat semuanya sama-sama berebut keluar dari stadion," tuturnya, dikutip dari Kompas.com, Minggu (2/10/2022).

Gafandra mengalami luka-luka lebam di tangan kiri dan kaki kirinya. Sedangkan Aldita Putri mengalami luka di pelipis kiri dan dahi sebelah kanannya.

"Saat itu, kami tidak ikut turun ke lapangan, tapi hanya diam di tribun," ceritanya.

"Namun, situasi mendadak berubah setelah ada tembakan gas air mata ke arah tempat duduk kami, sehingga semua orang berebut keluar dari Stadion Kanjuruhan," kata Gafandra.

Beruntung, keduanya berhasil menyelamatkan diri keluar dari Stadion Kanjuruhan, meskipun dengan kondisi pernapasan sesak dan mata perih akibat terpapar tembakan gas air mata.

(Sumber: Kompas.com/Imron Hakiki, Farid Assifa, Pythag Kurniati | Editor: Khairina, Farid Assifa, Pythag Kurniati)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com