Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Prof. Dr. Ahmad M Ramli
Guru Besar Cyber Law & Regulasi Digital UNPAD

Guru Besar Cyber Law, Digital Policy-Regulation & Kekayaan Intelektual Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

Lagu "Ojo Dibandingke" dan "Saweran Digital"

Kompas.com - 01/10/2022, 17:43 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

JIKA ada saweran yang bukan dalam bentuk uang tetapi ujungnya menghasilkan uang, maka itulah saweran digital. Peristiwa unik, itu hanya terjadi di era transformasi digital, saat kita memasuki industri 5.0.

Fenomena itu juga menunjukan masifnya hubungan Business to Individual (B2i) dalam ekonomi digital.

Saweran digital begitu mudah untuk dilakukan. Cukup dengan subscribe dan klik lonceng di platform YouTube. Jika berbaik hati atau ingin orang lain ikut menjadi penonton (viewer), bagikan linknya melalui platform lain seperti Whatsapp, Facebook, Instagram, atau media sosial lainnya.

Baca juga: Video YouTube Indonesia dengan Viewers Terbanyak

Semakin banyak viewers dan subscriber, semakin banyak “saweran”, dan akan semakin banyak penghasilan yang diterima artis atau sang musisi idola dari platform digital. Teknologi digital memang luar biasa, dia telah menjadi "sihir" baru perkembangan konten hak cipta.

Berkat infrastruktur telekomunikasi dan layanan over the top digital, yang didukung quality of service yang andal, siapapun bisa terkenal tanpa ada yang menghalangi.

Melalui fasilitas platform digital, para pelaku musik juga bisa dengan mudah berinteraksi dengan penggemarnya. Pada kanal lagu yang bersangkutan, mereka bisa menuliskan kontak elektronik, yang bisa dihubungi, jika ingin mengundang mereka tampil live, atau pun jika berminat menggunakan lagu untuk iklan atau kepentingan lain.

Konten digital dan cerdas memilah

Kepopuleran lagu "Ojo Dibandingke” tidak terlepas dari realitas transformasi digital. Kreator konten di Indonesia memang diuntungkan oleh populasi negeri ini yang berjumlah 277 juta jiwa.

Ditambah pula dengan jumlah pengguna internet melampaui 204,7 juta ( Digital 2022 Indonesia, Datareportal). Infrastruktur telekomunikasi dan platform digital adalah adalah variabel kunci.

Populasi pengguna internet Indonesia yang lebih dari dua ratus juta, menjadi ekosistem digital yang sangat besar, dan sekaligus kekuatan pasar konten digital.

Saat ini memang waktu terbaik menjadikan musik Indonesia tidak hanya sebagai tuan di negeri sendiri, tetapi juga menjadi konsumsi mancanegara, dengan memanfaatkan sifat global platform digital itu.

Fenomena konten digital memang unik. Jika diamati, jenis konten yang paling diminati di YouTube misalnya, diduduki daily vlog, gosip selebritas, unboxing, komedi, kuliner, dan seterusnya. Musik dan lagu harus bersaing dengan konten di atas.

Meskipun komunitas penggemar lagu tentunya akan tetap abadi, karena musik sudah menjadi bagian dari kehidupan begitu banyak orang di seluruh dunia. Konten yang laris-manis adalah yang memiliki kedekatan dengan kehidupan sehari-hari, menjadi hiburan, memiliki manfaat untuk dicontoh sebagai idola, atau dianggap sejalan dengan pola pikir publik digital atau netizen.

Baca juga: Ini Tips Membuat Konten Digital untuk Para Santri ala Sandiaga Uno

Pola pikir praktis pragmatis, tidak ribet, interaktif, komunikatif dan demokratis, adalah faktor lainnya yang membuat sebuah konten menarik dan viral. Tetapi jangan heran, jika konten nyeleneh, bahkan prank juga bisa viral.

Hal ini seringkali tidak terlepas dari spirit dan pola pikir out of the box. Makanya jangan heran, jika realitasnya konten yang viral itu tidak selalu paralel dengan konten bernas-berkualitas.

Masyarakat digital, memang harus cerdas memilih dan memilah konten sendiri, karena seleksi konten pada platform digital, relatif tidak ada. Jika ada pun biasanya tayang dulu baru kemudian take down setelah ada kasus.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com