Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komarudin Watubun
Politisi

Komarudin Watubun, SH, MH adalah anggota Komisi II DPR RI; Ketua Pansus (Panitia Khusus) DPR RI Bidang RUU Otsus Papua (2021); pendiri Yayasan Lima Sila Indonesia (YLSI) dan StagingPoint.Com; penulis buku Maluku: Staging Point RI Abad 21 (2017).

Antisipasi dan Kendali Risiko Puing-Sampah Antariksa

Kompas.com - 01/10/2022, 11:24 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

AS the skies become increasingly crowded with scientific and commercial orbiters, all nations need to pitch in to quell the growing problem,” tulis Maya Wei-Haas, PhD, ahli ilmu bumi asal Ohio University, Amerika Serikat (AS) di National Geographic edisi 26 April 2019.

Selama tiga sampai empat dekade terakhir, langit-antariksa makin dijejali orbiter sains, komersial, dan sistem senjata sejumlah negara. Maka, kini tiba saatnya negara-negara antisipasi dan kendali risiko-risiko lonjakan puing-puing sampah antariksa.

Gambaran risiko serius puing-sampah antariksa, antara lain, tampak tahun 2009. Saat itu, tabrakan dua satelit komunikasi, Cosmos 2251 (satelit non-aktif Rusia) dan Iridium 33 (satelit aktif AS), menimbulkan sekitar 140.000 puing-keping sampah antariksa.

Ini berisiko, sebab tata-masyarakat negara kini bergantung pada jaringan satelit, misalnya navigasi dan komunikasi, transfer data, pantau bencana alam dan iklim.

Baca juga: Pengertian Sampah Antariksa dan Bahayanya bagi Lingkungan

Potensi risiko puing-sampah antariksa sangat nyata selama ini. Antara lain, menurut kajian Lambach et al. (2021), sejauh ini belum ada manajemen trafik antariksa pada Orbit Bumi Rendah (Low Earth Orbit/LEO); faktor risiko lainnya ialah standar mitigasi puing-puing sampah antariksa, belum memadai, dan teknologi kendali atau pemindahan puing-sampah
antariksa masih baru level tahap uji-coba.

Jaringan pengawas antariksa AS, Space Surveillance Network (SSN), Januari 2021, melaporkan 21.901 obyek artifisial (buatan manusia) menjejali Orbit Rendah Bumi (NASA, 2019:10), termasuk 4.450 satelit operasi (Nuclear Weapons & Global Security, 2019).

Ukuran obyek-obyek artifisial itu cukup besar dan mudah terlacak.

Awal Maret 2019, badan antariksa Eropa, European Space Agency (ESA, 2019), melaporkan bahwa langit-angkasa di sekitar Bumi, dijejali oleh lebih dari 128 juta keping puing jauh lebih kecil dari 1 cm (0,4 inci), sekitar 900.000 keping puing ukuran 1-10 cm, dan sekitar 34.000 keping puing ukuran 10 cm (3,9 inci).

Saat ini, ESA beranggotakan 22 negara dan berkantor pusat di Paris (Prancis) dengan dukungan sekitar 2.200 orang tahun 2018 (ESA, 2019) dan anggaran tahunan 7,2 miliar euro tahun 2022 (ESA, 2022).

Jenis dan faktor risiko

Jenis puing-keping sampah antariksa (buatan manusia), banyak berukuran sangat kecil, misalnya cat, partikel kenalpot roket, atau sejenisnya. Ini termasuk jenis puing sampah mikro-meteoroid (Micrometeoroid and Orbital Debris/MMOD).

Tabrakan dengan puing-keping sampah mikro semacam itu, menurut NASA (2009), sangat berbahaya bagi pesawat ruang angkasa, misalnya potensi risiko kerusakan panel surya dan optik seperti teleskop atau pelacak bintang yang tidak mudah terlindung oleh prisai balistik.

Contoh sampah antariksa berisiko, antara lain, uji-coba senjata anti-satelit Tiongkok tahun 2007 dan tabrakan satelit tahun 2009, terjadi pada ketinggian 800-900 km di atas permukaan Bumi Siberia (NASA, 2009).

Baca juga: Sampah Antariksa Jatuh ke Bumi, Apakah Berbahaya?

Uji-coba senjata anti-satelit Tiongkok menabrak satelit cuaca non-aktif (Fengyun-1C) menjadi sekitar 150.000 keping lebih besar dari 1 cm (BBC, 2011). Ini jenis risiko lomba senjata antariksa akhir-akhir ini. Akibatnya, negara-negara kehilangan kendali terhadap lingkungan antariksa.

Puing-keping tabrakan menjadi sampah lebih banyak lagi. Pada konferensi ESA 2009, Hugh Lewis, peneliti asal University of Southampton memperkirakan ancaman puing-sampah antariksa bakal naik sekitar 50 persen pada dekade datang dan 4 kali lipat 50 tahun berikutnya.

Tahun 2009, terdapat sekitar 13.00 puing-keping sampah antariksa per pekan (Marks, 2009). Perkiraan ini didukung oleh National Research Council (NRC) AS tahun 2011, yang mengingatkan badan antariksa AS, National Aeronautics and Space Administration (NASA), tentang fase kritis puing-sampah antariksa.

Data Space Surveillance Network (SSN) AS menyebutkan sekitar 19.000 keping puing sampah antariksa tahun 2009 (Space Reference, 2009). Juli 2013, ESA merilis perkiraan 170 juta keping sampah antariksa ukuran lebih kecil dari 1 cm (0,4 inci), 670.000 ukuran 1-10 cm, dan 29.000 ukuran lebih besar dalam orbit langit Bumi.

Juli 2016, NASA merilis laporan 18.000 obyek artifisial di orbit langit Bumi dan 1.419 satelit operasi (Nuclear Weapons & Global Security, 2016). Oktober 2019, sekitar 20.000 obyek artifisial puing-sampah pada orbit langit Bumi, termasuk 2.218 satelit operasi (Orbital Debris Quarterly News, 2019; Nuclear Weapons & Global Security, 2019).

Meskipun sebagian besar keping-sampah antariksa musnah di atmosfer, namun hasil kajian M Brown (2012) menyatakan bahwa obyek-obyek puing antariksa yang lebih besar dapat mencapai Bumi; kira-kira satu keping puing sampah antariksa mencapai Bumi tiap hari selama 50 tahun terakhir; meskipun tanpa kerusakan properti serius di Bumi.

Namun, M Brown (2021) mengulas bahwa musnah atau hangus di atmosfer akhirnya memicu polusi.

Banyak contoh puing sampah antariksa jatuh ke Bumi dan memengaruhi kehidupan manusia. Misalnya, 31 Juli 2022, puing-sampah roket Long March-5 B dari Tiongkok, tanpa terkendali, jatuh ke zona Negara RI dan Malaysia (Mangosing, 2022; Beazley/The Guardian, 2022; P.R. Aquino et al., 2022).

Baca juga: Roket Chang Zeng, Sampah Antariksa China yang Munculkan Kilatan di Langit Lampung

Tahun 1969, lima pelaut Jepang terluka oleh puing antariksa, akibat puing pesawat antariksa Soviet menghantam dek kapal pelaut (U.S. Congress, Office of Technology Assessmen, 2016).

Tahun 1978, satelit intai Soviet, Kosmos 954, masuk kembali ke atmosfer di zona barat laut Kanada dan menimbulkan puing radioaktif di utara Kanada dan Great Slave Lake (U.S. Congress, Office of Technology Assessmen, 2016).

Tahun 1979, Skylab NASA jatuh di Australia; NASA didenda sekitar 400 dollar AS sebab menimbulkan sampah-buangan tidak pada tempatnya (U.S. Congress, Office of Technology Assessmen, 2016).

Tahun 2001, roket Star 48 Payload Assist Module (PAM-D) kembali masuk atmosfer dan jatuh di gurun Arab Saudi (The Orbital Debris Quarterly News, 2001).

April 2021, puing sampah antariksa jatuh ke beberapa zona Maharashtra, India. Puing sampah antariksa itu antara lain cincin logam diameter 3 m dan 6 keping bejana yang dibalut bantalan dengan tanda ‘3CCA301001 B’.

Puing-keping sampah antariksa itu diduga merupakan Long March 3B tahap ke-3 seri Y77 yang diluncurkan Februari 2021 (SpaceNews, 2022; TV9 Marathi, 2022).

“Tagedi Columbia” tahun 2003 di Amerika Serikat terjadi ketika sebagian besar pesawat antariksa jatuh ke Bumi (NASA, 2009). Lebih dari 83.000 keping dan kerangka 6 astronot ditemukan di zona kira-kira 3-10 mil sekitar Hemphil di Sabine County, Texas, AS (Wallach, 2016).

Antisipasi dan kendali risiko

Selama ini, belum ada perjanjian internasional mengurangi puing-sampah antariksa.

United Nations Committee on the Peaceful Uses of Outer Space (COPUOS, 2007) menerbitkan panduan sukarela tentang pengurangan puing-sampah antariksa (UN Office for
Outer Space Affairs, 2010). Tujuannya, standardisasi mitigasi puing-sampah antariksa.

Tahun 2008, komisi COPUOS membahas kerangka-aturan mencegah tabrakan satelit (Theresa Hitchens, 2008). Hingga tahun 2013, menurut satu laporan ESA (2013), sejumlah negara menerbitkan rezim hukum tentang puing-sampah antariksa.

UN COPUOS (1999) merumuskan sampah-antariksa (space debris) yakni “all manmade objects, including their fragments and parts, whether their owners can be identified or not, in Earth orbit or re-entering the dense layers of the atmosphere that are nonfunctional with no reasonable expectation of their being able to assume or resume their intended functions or any other functions for which they are or can be authorized.”

Jadi, sampah antariksa adalah semua obyek buatan manusia di garis orbit Bumi atau masuk lagi ke layer atmosfer, yang tidak lagi berfungsi.

Tantangan antisipasi dan kendali risiko sampah antariksa ialah data tidak lengkap. Padahal, menurut hukum internasional, tulis Jared B Taylor (2011:253-179), puing-sampah antariksa memengaruhi atau berisiko juga bagi negara tanpa bisnis atau sistem senjata antariksa.

Karena itu, solusi dan kendali risikonya harus skala global. Kerangka SSA (Space Situational Awareness) memang berisi antisipasi atau pencegahan potensi ancaman di antariksa, misalnya melalu tracking sampah antariksa (Stefan A. Kaiser, 2015: 5-12).

Namun, kerangka SSA terutama hanya dibangun oleh negara-negara yang berbisnis dan lomba senjata antariksa, seperti AS, Eropa, Rusia, dan Tiongkok. Bahkan AS, papar Lambach et al. (2021), merahasiakan data sampah antariksanya.

Dua syarat utama agar kerangka SSA dapat memitigasi risiko sampah antariksa ialah kerja sama internasional dan tukar-menukar data sampah antariksa menurut kerangka Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Tahun 2006, Indian Space Research Organization (ISRO) dari India, membangun sejumlah sarana teknis mitigasi puing-sampah antariksa untuk satelit dan mesin peluncuran ISRO. Program India ini mendukung koordinasi mitigasi puing-puing sampah antariksa dan upaya komisi COPUOS PBB (Adimurthy et al., 2006:168-174).

AS membuat standar praktek mitigasi sampah antariksa orbit sipil (NASA) dan orbit militer (Pentagon/Department of Defense) AS sejak tahun 2001 (NASA Orbital Debris Program Office, 2009).

Sejumlah perusahan, ahli teknologi, dan lembaga pemerintah mengusulkan rencana dan pilihan teknologi kendali sampah antariksa. Namun, Jeff Foust (2014) menulis bahwa usul-usul itu hanya sebatas teori, tanpa langkah konkret pengurangan sampah antariksa.

Selama ini, stasiun antariksa International Space Station (ISS) mengorbit pada jarak 300-400 km. ISS dilengkapi pelindung Whipple penahan kerusakan akibat tabrakan dengan MMOD.

Kita perlu belajar dari tragedi tabrakan satelit non-aktif Cosmos 2251 (satelit Rusia) dan satelit komunikasi Iridium 33 aktif berbasis di AS, tabrak di sekitar 500 mil antariksa Siberia. Kecepatan trabrak mencapai 22.300 mph (Maya Wei-Hass, 2019).

Kita juga baca laporan NASA (2022) tentang sekitar 15.694 pon sampah antariksa di planet Mars selama misi kolonisasi Mars 50 tahun teakhir (Cagri Kilic, 2022).

Manusia memicu pencemaran, kerusakan, dan sampah melimpah di Bumi. Kini kita melihat, ambisi sejumlah negara melakukan kolonisasi Mars, memicu risiko sampah antariksa.

Umumnya puing-sampah antariksa, menurut Maya Wei-Haas (2019), berjarak
sekitar 1.250 mil dari permukaan Bumi (orbit rendah).

Meskipun antariksa itu luas, keping-puing antariksa yang sangat kecil dapat memicu risiko terhadap pengorbit-aktif Bumi. Sebab kecepatannya sangat tinggi.

“Space junk can impact other objects at over 22,300 mph, faster than a speeding bullet. Collisions with those tiny pieces often leave pits and dings in the many satellites, telescopes, and other objects orbiting our planet,” tulis Wei-Haas (2019).

Bagi Indonesia, ruang antariksa adalah ruang perdamaian dan kehidupan bagi semua bangsa. Amanat Pembukaan UUD 1945 menyatakan, Indonesia ikut-serta melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

Tugas lain Indonesia ialah melindungi segenap bangsa dan seluruh tupmah darah Indonesia. Tiap negara harus memiliki tanggungjawab global, sesuai kerangka PBB tentang antariksa, terhadap sehat-lestari kehidupan di Bumi dan alam semesta.

Mars bukanlah zona tidak bertuan, yang dapat dirampok, dijarah, dan diduduki (fisik) oleh satu atau dua negara.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Media Asing Soroti Kemenangan Indonesia atas Australia di Piala Asia U23

Media Asing Soroti Kemenangan Indonesia atas Australia di Piala Asia U23

Tren
Cara Bikin Stiker Langsung dari Aplikasi WhatsApp, Cepat dan Mudah

Cara Bikin Stiker Langsung dari Aplikasi WhatsApp, Cepat dan Mudah

Tren
Ramai soal Penumpang Mudik Motis Buka Pintu Kereta Saat Perjalanan, KAI Ingatkan Bahaya dan Sanksinya

Ramai soal Penumpang Mudik Motis Buka Pintu Kereta Saat Perjalanan, KAI Ingatkan Bahaya dan Sanksinya

Tren
Israel Membalas Serangan, Sistem Pertahanan Udara Iran Telah Diaktifkan

Israel Membalas Serangan, Sistem Pertahanan Udara Iran Telah Diaktifkan

Tren
Rp 255 Triliun Berbanding Rp 1,6 Triliun, Mengapa Apple Lebih Tertarik Berinvestasi di Vietnam?

Rp 255 Triliun Berbanding Rp 1,6 Triliun, Mengapa Apple Lebih Tertarik Berinvestasi di Vietnam?

Tren
Israel Balas Serangan, Luncurkan Rudal ke Wilayah Iran

Israel Balas Serangan, Luncurkan Rudal ke Wilayah Iran

Tren
Mengenal Rest Area Tipe A, B, dan C di Jalan Tol, Apa Bedanya?

Mengenal Rest Area Tipe A, B, dan C di Jalan Tol, Apa Bedanya?

Tren
Freeport Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan Sarjana, Cek Syarat dan Cara Daftarnya!

Freeport Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan Sarjana, Cek Syarat dan Cara Daftarnya!

Tren
Eks ART Menggugat, Ini Perjalanan Kasus Mafia Tanah yang Dialami Keluarga Nirina Zubir

Eks ART Menggugat, Ini Perjalanan Kasus Mafia Tanah yang Dialami Keluarga Nirina Zubir

Tren
Mengintip Kecanggihan Dua Kapal Perang Rp 20,3 Triliun yang Dibeli Kemenhan

Mengintip Kecanggihan Dua Kapal Perang Rp 20,3 Triliun yang Dibeli Kemenhan

Tren
Cara Menurunkan Berat Badan Secara Sehat ala Diet Tradisional Jepang

Cara Menurunkan Berat Badan Secara Sehat ala Diet Tradisional Jepang

Tren
10 Manfaat Minum Air Kelapa Murni Tanpa Gula, Tak Hanya Turunkan Gula Darah

10 Manfaat Minum Air Kelapa Murni Tanpa Gula, Tak Hanya Turunkan Gula Darah

Tren
BMKG: Inilah Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat dan Angin Kencang pada 19-20 April 2024

BMKG: Inilah Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat dan Angin Kencang pada 19-20 April 2024

Tren
[POPULER TREN] Status Gunung Ruang Jadi Awas | Kasus Pencurian dengan Ganjal ATM

[POPULER TREN] Status Gunung Ruang Jadi Awas | Kasus Pencurian dengan Ganjal ATM

Tren
Menlu Inggris Bocorkan Israel Kukuh Akan Respons Serangan Iran

Menlu Inggris Bocorkan Israel Kukuh Akan Respons Serangan Iran

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com