Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Muhammad Nur
PNS Kementerian Keuangan

PNS Kementerian Keuangan

Ironi Korupsi Dana Desa

Kompas.com - 20/09/2022, 12:07 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DANA desa menjadi salah satu instrumen dalam APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) yang diharapkan dapat menjadi stimulus pembangunan di unit pemerintahan terkecil di negeri ini.

Dalam struktur APBN, alokasi dana desa pada tahun 2020 dan 2021 sebesar Rp 72 triliun. Alokasi untuk tahun 2022 sebesar Rp 68 triliun.

Sebagaimana sering dikatakan Presiden Joko Widodo (Jokowi), dengan dana desa diharapkan desa dapat berdaya dan cita-cita nasional untuk membangun negeri dari kawasan pinggiran terwujud.

Namun, menjadi ironi ketika cita-cita luhur tersebut kemudian dinodai kasus-kasus korupsi dana desa. Jika berseluncur di internet, dengan mudah kita menemukan berita mengenai kasus-kasus korupsi dana desa.

Baca juga: Oknum Kades di Blora Jadi Tersangka Korupsi Dana Desa, Kerugian Negara Capai Rp 648 Juta

Sebagai contoh, di Yogyakarta mantan lurah didakwa melakukan korupsi dana desa sebesar Rp 627 juta (yogyakarta.kompas.com, 30 Agustus 2022). Di desa di Riau, kepala desa menjadi tersangka kasus korupsi dana desa sebesar Rp 341 juta (detik.com, 13 September 2022).

Di Toraja Utara, Sulawesi Selatan, seorang eks kepala desa menjadi tersangka kasus korupsi dana desa sebesar Rp 920 juta (detik.com, 7 September 2022). Di Wajo juga di Sulawesi Selatan, seorang mantan kades didakwa melakukan korupsi dana desa Rp 682 juta (makassar.kompas.com, 17 September 2022).

Kasus korupsi dana desa juga terjadi di Blora, dengan kerugian negara mencapai Rp 648 juta (regional.kompas.com, 20 September 2022). Di Maluku juga terjadi kasus korupsi dana desa dengan kerugian negara Rp 412 juta (cnnindonesia.com, 5 Agustus 2022).

Kasus serupa juga terjadi di Talaud, Sulawesi Utara dengan kerugian negara Rp 480 juta (liputan6.com, 10 Mei 2022). Berikutnya, di Malang, Jawa Timur, di mana seorang kades melakukan korupsi dana desa Rp 423 juta (republika.co.id, 6 Juni 2022).

Masih banyak lagi berita-berita korupsi dana desa lain yang dengan mudah dapat kita telusuri di internet. Kasus-kasus yang disebut di atas hanyalah segelintir dari sedemikian banyak kasus korupsi dana desa yang terjadi di negeri ini, dengan jumlah kerugian negara mencapai ratusan juta rupiah per kasus.

Ini sebuah fenomena yang mengerikan, apalagi jika kita melihat bahwa sesungguhnya dana desa merupakan hak masyarakat untuk dapat membangun infrastruktur desanya serta membangun kehidupan ekonomi yang lebih layak dan berdaya guna.

Dana desa bukanlah dana yang diperuntukkan untuk kesejahteraan aparatur desa, tetapi sudah seharusnya dapat dinikmati semua warga masyarakat di desa.

Tampak salah satu tersangka dugaan korupsi dana desa pengandaan solar cell memakai rompi oranye saat keluar dari ruangan Kantor Kejaksaan Negeri Kepulauan Sitaro. Tersangka didampingi tim penyidik saat akan ditahan di Polsek Siau Barat, Sitaro.Dok. Kejaksaan Negeri Kepulauan Sitaro Tampak salah satu tersangka dugaan korupsi dana desa pengandaan solar cell memakai rompi oranye saat keluar dari ruangan Kantor Kejaksaan Negeri Kepulauan Sitaro. Tersangka didampingi tim penyidik saat akan ditahan di Polsek Siau Barat, Sitaro.
Modus dan penyebab korupsi dana desa

Indonesian Corruption Watch (ICW) mengemukakan, kasus korupsi dana desa trennya semakin meningkat, bahkan mencapai sembilan kali lipat dalam kurun waktu tiga tahun saja, yaitu 17 kasus pada 2015 hingga menjadi 154 kasus pada 2017 (antikorupsi.org,12 Februari 2018).

Kasus korupsi dana desa juga dikatakan semakin meningkat menjelang pilkada.

ICW menyatakan, modus-modus korupsi dana desa yang biasa terjadi antara lain rencana anggaran biaya (RAB) di-mark up, pungutan/potongan dana desa untuk oknum pemda, perjalanan dinas fiktif aparatur desa, mark up honorarium perangkat desa, mark up alat tulis kantor, pungutan pajak atau retribusi dana desa yang tidak disetor ke kas negara (antikorupsi.org, 12 Agustus 2017).

Sementara menurut Sukasmanto (2014) dalam artikel di iaijawatimur.or.id, terdapat beberapa hal yang menjadi penyebab penyalahgunaan dana desa, seperti kesalahan karena ketidaktahuan, tidak sesuai rencana, tidak sesuai pedoman, mark up/down atau double counting dalam pengadministrasian laporan keuangan, pengurangan alokasi dana desa untuk kepentingan pribadi aparatur desa, tidak adanya pertanggungjawaban penggunaan, serta penyelewengan aset desa.

Baca juga: Korupsi Dana Desa, Jaksa Tuntut Kades dan Sekdes Matak 1 Tahun 3 Bulan

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com