Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

1,3 Miliar Data Kartu SIM Diduga Bocor, Pengamat Sarankan Registrasi Pakai NIK Dihentikan

Kompas.com - 03/09/2022, 12:55 WIB
Ahmad Naufal Dzulfaroh,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Sebanyak 1,3 miliar data registrasi kartu seluler penduduk Indonesia diduga bocor dan dijual bebas di Breached Forums.

Penjual bahkan memberikan sampel NIK dan nomor ponsel secara cuma-cuma dengan jumlah 2 juta data sampel.

Data tersebut berukuran 18 GB (Compressed) atau 87 GB (Uncompressed) dan dijual dengan harga 50.000 dollar AS atau sekitar Rp 743 juta.

Baca juga: 1,3 Miliar Data Registrasi Kartu SIM Diduga Bocor, Pengamat Sebut Datanya Valid


Dengan kebocoran ini, masih perlukah registrasi kartu seluler menggunakan Nomor Induk Kependudukan (NIK)?

Pihak pengumpul data tanggung jawab

Pegiat keamanan digital Yerry Niko Borang mengatakan, kebocoran data registrasi kartu seluler ini merupakan hal ironis dan miris.

Karena itu, ia meminta agar pihak pengumpul data bertanggung jawab.

"Yang perlu dituntut saat ini adalah tanggung jawab pengumpul data dalam kewajibannya mengamankan dan konsekuensi apa yang dipikul jika kewajiban tidak dijalankan dengan benar," kata Yerry kepada Kompas.com, Sabtu (3/9/2022).

Baca juga: Menyoal Registrasi SIM Card, Spam SMS, dan Miliaran Nomor Bocor

Meski belum ada pasal khusus yang membahas atas hukuman kelalaian ini, Yerry menyebut pemerintah seharusnya melakukan evaluasi dan pembenahan.

Sarankan pengumpulan data dihentikan sementara

Apabila instansi pengumpul data tak memiliki kemampuan mengamankan data, maka pengumpulan data sebaiknya tidak dilakukan.

Sebab, hal ini justru akan memudahkan kerja para pencuri.

"Karena data-data yang tadinya sukar didapat, malah disediakan di satu tempat," jelas dia.

Untuk itu, Yerry menyarankan agar pengumpulan data melalui registrasi kartu seluler ini dihentikan sementara.

Menurutnya, pemerintah sebaiknya membenahi keamanan sistem dan diuji oleh pihak ketiga yang independen, seperti konsultan kemanan dan kelompok-kelompok masyarakat sipil.

"Jadi langkah startegisnya untuk mengurai benang kusut ini, dibenahi dulu sistem pengumpul datanya, dibenahi dulu dari sumber awalnya," ujarnya.

Halaman Berikutnya
Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com