KOMPAS.com - Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto mengumumkan kesediaan menjadi calon presiden (capres) pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
Pengumuman tersebut Prabowo sampaikan dalam rapat pimpinan nasional (Rapimnas) Partai Gerindra 2022 di Sentul International Convention Center, Bogor, Jawa Barat, pada Jumat (12/8/2022).
"Dengan ini saya menyatakan bahwa dengan penuh rasa tanggung jawab saya menerima permohonan saudara untuk bersedia dicalonkan sebagai calon presiden Republik Indonesia," ujar Prabowo, dikutip dari Kompas.com (12/8/2022).
Baca juga: Menanti Pendamping Prabowo Subianto Usai Umumkan Maju jadi Capres 2024...
Keputusan ini membuat Prabowo kembali bertarung memperebutkan kursi presiden untuk ketiga kalinya.
Prabowo pertama kali mencalonkan diri bersama calon wakil presiden (cawapres) Hatta Rajasa pada 2014, tetapi kalah dari pasangan Jokowi-Jusuf Kalla.
Pada Pilpres 2019, Prabowo kembali mencalonkan diri dengan Sandiaga Uno sebagai cawapresnya. Pasangan ini kembali kalah dari pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin.
Lantas, bagaimana pengamat memandang pencalonan Prabowo kali ini?
Analisis sosial politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun menilai, kesediaan Prabowo Subianto menjadi capres dari Partai Gerindra adalah fenomena politik langka.
Sebab, menurut Ubedilah, hanya Prabowo yang berani mengikuti Pilpres hingga empat kali.
Jauh sebelum menjadi capres 2014, Prabowo Subianto pernah mendaftarkan diri sebagai cawapres dari capres Megawati Soekarnoputri pada 2009.
Sayangnya, pasangan ini kalah melawan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono yang berhasil menjadi pemenang dalam satu putaran langsung dengan memperoleh suara 60,80 persen.
"Karena empat kali memungkinkan ia akan mendapat empati dari pemilih atau sebaliknya, ditinggalkan pemilih," tutur Ubedilah saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (13/8/2022).
Tak hanya langka, Ubedilah juga menilai bahwa pencalonan diri Prabowo cukup memprihatinkan.
Lantaran sejak awal berdiri hingga kini, tak ada tokoh baru di Partai Gerindra yang bisa menggantikan sosok Prabowo Subianto.
Hal itu menurut Ubedilah, menunjukkan kegagalan kaderisasi di tubuh partai yang dipimpin Menteri Pertahanan RI ini.