Kariernya sebagai politikus pun kian mapan saat dirinya secara berturut-turut terpilih menjadi Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Serikat (DPR RIS), Dewan Perwakilan Rakyat Sementara (DPRS), dan DPR RI.
Sartono meninggal dunia di Jakarta, 15 Oktober 1968, di usia 68 tahun.
Baca juga: Profil Soekarno, Bapak Proklamator dan Presiden Pertama RI
Lahir di Cirebon, 13 Februari 1913, Pandu Kartawiguna adalah seorang tokoh dari golongan muda yang hadir dalam pembacaan teks proklamasi kemerdekaan RI.
Ia merupakan salah satu tokoh pers Indonesia dan pelopor berdirinya Lembaga Kantor Berita Antara pada 1937.
Bermodalkan meja, mesin tulis, dan mesin roneo tua, Pandu melalui Antara menyuplai berita ke berbagai surat kabar nasional.
Meski muda, Pandu tak gentar untuk mendesak agar proklamasi segera dilakukan.
Pandu bersama golongan muda lain menilai, pelaksanaan proklamasi secepatnya akan menghindari anggapan bahwa kemerdekaan RI adalah hadiah dari Jepang.
Pada cuplikan menjelang revolusi 17 Agustus 1945, Pandu menggebrak meja dan melontarkan kemarahan mendengar Sutan Sjahrir yang ragu saat didaulat menjadi proklamator.
Sebab sebelumnya, para pemuda pergerakan bawah tanah sudah menyusun proklamasi untuk mencegah dugaan kemerdekaan hadiah dari Jepang.
Mereka sepakat bahwa Sjahrir akan memimpin perjuangan karena dianggap bersih dari tuduhan isu kolaborasi dengan Jepang.
Baca juga: Suara Pembacaan Teks Proklamasi Ternyata Tak Direkam Saat Proklamasi, Lantas Kapan?
Kelahiran Pati, Jawa Tengah, pada 30 Januari 1907, Moewardi adalah dokter lulusan STOVIA yang memperdalam keilmuan di bidang telinga, hidung, dan tenggorokan (THT).
Peran Moewardi menjelang proklamasi amatlah penting. Kala itu, dokter ini menjadi Ketua Barisan Pelopor untuk seluruh Jawa.
Pada 16 Agustus 1945, ia memerintahkan Barisan Pelopor untuk menjaga Lapangan Ikada, tempat yang rencananya digunakan untuk pembacaan proklamasi kemerdekaan.