Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 30/07/2022, 17:30 WIB
Diva Lufiana Putri,
Inten Esti Pratiwi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Menjelang Hari Ulang Tahun Republik Indonesia (HUT RI), masyarakat biasanya menggelar berbagai lomba, salah satunya adalah lomba makan kerupuk.

Lomba makan kerupuk seolah tak pernah absen dari perayaan 17-an.

Lomba ini dilakukan dengan memakan kerupuk yang digantung di atas kepala, tanpa bantuan tangan.

Meski mengasyikkan, rupanya lomba makan kerupuk bukan sekadar ajang bersenang-senang saja. Di balik lomba yang seru ini, ada sejarah kelam dan filosofinya tersendiri.

Lantas, bagaimana sejarah lomba makan kerupuk?

Baca juga: 4 Peristiwa Bersejarah Detik-detik Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

Sejarah lomba makan kerupuk

Dikutip dari Kompas.com, 16 Agustus 2021, "ritual" perayaan HUT RI dengan berbagai macam perlombaan muncul pertama kali pada tahun 1950-an.

Tujuan pengadaan lomba ini guna menghibur rakyat Indonesia yang lelah usai masa peperangan.

Pasalnya kala itu, meski sudah merdeka, kondisi negara yang belum kondusif menyebabkan rakyat masih harus mengangkat senjata untuk mempertahankan kemerdekaan RI.

Inilah mengapa rakyat Indonesia hampir tak punya waktu untuk merayakan dan menyemarakkan HUT RI.

Hingga pada 1950-an, saat kondisi politik dan keamanan negara mulai kondusif, digelarlah perlombaan dan acara meriah lain sebagai wujud syukur atas kemerdekaan yang sudah digenggam.

Adapun lomba makan kerupuk, bertujuan untuk mengingatkan kembali masyarakat akan kondisi memprihatinkan saat masa peperangan. Di mana di masa itu, kerupuk sempat menjadi lauk utama masyarakat kaum menengah ke bawah. 

Baca juga: Tahun Baru Islam Jatuh pada 30 Juli 2022, Ini Sejarahnya

Kerupuk makanan kaum strata bawah

Sejumlah anak mengikuti lomba makan kerupuk untuk memeriahkan HUT Ke-76 Kemerdekaan Republik Indonesia di Desa Lamteumen Timur, Jaya Baru, Banda Aceh, Aceh, Selasa (17/8/2021). Berbagai perlombaan dalam memeriahkan HUT Kemerdekaan RI tahun ini dilakukan secara sederhana dan dengan protokol kesehatan untuk mencegah penularan dan penyebaran Covid-19.ANTARA FOTO/SYIFA YULINNAS Sejumlah anak mengikuti lomba makan kerupuk untuk memeriahkan HUT Ke-76 Kemerdekaan Republik Indonesia di Desa Lamteumen Timur, Jaya Baru, Banda Aceh, Aceh, Selasa (17/8/2021). Berbagai perlombaan dalam memeriahkan HUT Kemerdekaan RI tahun ini dilakukan secara sederhana dan dengan protokol kesehatan untuk mencegah penularan dan penyebaran Covid-19.

Masyarakat Indonesia sudah mengenal kerupuk sejak lama.

Bahkan, dilansir dari laman Indonesiabaik.id, nama kerupuk sudah disebutkan dalam naskah Jawa kuno sebelum abad ke-10 Masehi.

Kerupuk adalah makanan pelengkap andalan masyarakat Indonesia, khususnya pada era 1930-an sampai 1940-an.

Pada masa itu, krisis ekonomi tengah menghantui Indonesia. Harga kebutuhan pun melonjak tinggi, dan tak bisa dijangkau oleh kelompok masyarakat menengah ke bawah.

Kala itu, kerupuk menjadi makanan terjangkau yang biasa dikonsumsi masyarakat strata sosial dan ekonomi bawah.

Kerupuk identik sebagai makanan rakyat kecil di masa peperangan, membantu rakyat mengusir rasa lapar yang mendera.

Tak ada pilihan lain, di masa krisis ekonomi, masyarakat menengah ke bawah pun kembali mengonsumsi kerupuk yang harganya terjangkau agar bisa tetap bertahan hidup.

Baca juga: Amerika Resesi, Apa Dampaknya terhadap Indonesia? Ini Kata Pengamat

Kerupuk sebagai simbol keprihatinan

Keterikatan kerupuk dengan masyarakat kaum bawah di masa peperangan tak dapat dipungkiri lagi.

Meski saat ini mengonsumsi kerupuk adalah hal yang biasa, tetapi tidak dengan masa peperangan era 1930-an hingga 1940-an.

Keberadaan kerupuk masa itu juga sebagai penyelamat sekaligus simbol keprihatinan.

Dilansir dari Kompas.com, 14 Agustus 2021, perang dan kebijakan tanam paksa membuat masyarakat harus memanfaatkan kerupuk sebagai satu-satunya lauk.

Masa itu, masyarakat hanya memiliki tepung singkong sebagai bahan pangan yang terjangkau.

Mereka pun mengolahnya, mencetak, menjemur, dan menggorengnya hingga menjadi kerupuk untuk dikonsumsi sebagai lauk pendamping nasi.

Baca juga: Kabar Buruk bagi Pemilik Otak Cerdas, Ini Kelemahan Mereka

(Sumber: Kompas.com/Jawahir Gustav Rizal, Ayunda Pininta Kasih | Editor: Inggried Dwi Wedhaswary, Ayunda Pininta Kasih)

 

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya

Rekomendasi untuk anda
28th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com