Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ari Junaedi
Akademisi dan konsultan komunikasi

Doktor komunikasi politik & Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama.

Kasus Polisi Tembak Polisi, CCTV yang Mati - (Buruknya) Komunikasi Polri

Kompas.com - 25/07/2022, 10:33 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Komunikasi krisis & krisis komunikasi

Kita saat ini hidup di era komunikasi yang begitu mengandalkan keterbukaan dan kecepatan akses informasi tanpa batas. Tidak bisa lagi upaya blokade informasi dilakukan oleh sebuah institusi mengingat zaman telah berubah. Kita bukan lagi hidup di era single information di mana sumber informasi bisa “dikendalikan” dan bisa dibuat sesuka hati. Kita tidak lagi berada di zaman Orde Baru ketika kebenaran informasi hanyalah versi pemerintah. Tidak bisa lagi berita kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) disebut dengan penyesuain harga BBM.

Saya jadi teringat dengan peristiwa pembunuhan peragawati Ditje Budiarsih di kawasan hutan karet Kalibata, Jakarta Selatan, 8 September1986. Ditje ditemukan tewas dengan lima luka tembakan sementara di mobil yang ditumpanginya tidak ditemukan satupun bekas tembakan.

Salah satu dokter forensik yang memeriksa jenazah Ditje yang juga dosen di Universitas Indonesia (UI), Handoko Tjondroputranto, mengaku keanehan yang terjadi di seputaran kasus tersebut. Dalam mata kuliah Kimia Forensik yang saya ikuti di Jurusan Kimia FMIPA UI dan Hukum Forensik di Fakultas Hukum UI, sang dosen pernah menjelaskan, jika orang ditembak dalam ruang sempit yang terbatas, pasti ada rekoset atau pantulan peluru yang ditembakkan pelaku.

Posisi penembak yang dituduhkan terhadap mantan pembantu letnan satu di kesatuan TNI Muhammad Siradjudin alias Pak De yang berada di sebelah kiri sementara Ditje di posisi memegang kemudi sangat tidak masuk akal. Bekas tembakan ada di kening sebelah kanan Ditje sehingga akan aneh jika Pak De menembak sambil memeluk korbannya. Demikian juga korelasi antara korban dengan Pak De juga sumir serta terkesan “dicari-cari”.

Informasi mengenai kebenaran peristiwa itu berhasil disembunyikan oleh rezim yang berkuasa mengingat ada orang-orang “kuat” serta berada di pusat pemerintahan terlibat dalam pembunuhan Ditje.

Pak De yang sempat divonis penjara seumur hidup dan akhirnya bisa bebas karena upaya Peninjauan Kembali (PK) diterima Mahkamah Agung pernah berujar Ditje menjadi “mainan” di ranjang oleh petinggi TNI AU, menantu serta kerabat Presiden Soeharto. Pembunuhan Ditje konon dilakukan oleh orang suruhan yang ingin kisah asmara itu segera berakhir (Kompas.com, 01/12/2021).

Sekali lagi, Polri harus memahami pentingnya komunikasi publik yang disampaikan dengan jujur dan elegan mengingat kredibilitas dan marwah institusi di mata publik tengah dipertaruhkan. Sekali lancung ke ujian, seumur hidup orang tidak akan percaya. Publik sekarang ini begitu mudahnya menyatakan protes dan menyampaikan ketidakadilan dalam petisi daring selain menggelar aksi solidaritas 1.000 lilin keadilan di jalanan seperti yang digelar di Bundaran HI, Jakarta (Kompas.com, 22 Juli 2022).

William V Hanney, salah seorang mahaguru komunikasi organisasi pernah menyebut hubungan antara komunikasi dengan organisasi terdiri dari sejumlah orang. Kondisi ini melibatkan keadaan saling ketergantungan, sementara ketergantungan memerlukan koordinasi. Dan yang utama lagi, koordinasi mensyaratkan komunikasi.

Membincangkan pola komunikasi yang dibangun Polri dalam kasus tragedi “Duren Tiga Berdarah” sepertinya ingin meneguhkan mengenai keberadaan organisasi tidak akan lepas dari peran signifikan dari komunikasi. Komunikasi merupakan sine qua non bagi organisasi. Komunikasi tidak saja penting dalam membina hubungan antar manusia yang terlibat dalam sebuah organisasi tetapi juga berdampak kepada kepercayaan publik.

Dalam perjalanan sebuah organisasi termasuk Polri, kedua kepentingan ini sangatlah mungkin berbenturan sehingga menimbulkan konflik. Pada tahap inilah komunikasi hadir dan berperan penting dalam meniadakan konflik yang terjadi antara dua kepentingan tersebut.

Krisis kepercayan public (public distrust) bisa terjadi karena institusi salah menggunakan pola komunikasi tanpa memperhitungkan reaksi publik. Ketika strategi komunikasi yang dibangun Polri terkesan bias dan tidak jujur maka publik akan mencari sendiri informasi yang dianggap memenuhi keingintahuannya. Masyarakat kita begitu “kepo” sehingga berita hoaks pun begitu dipercaya dan masuk dalam logika berpikirnya.

Pola komunikasi yang salah dibangun Polri sama saja menempatkan para korban seperti Brigadir J atau Putri Candrawathi selaku istri Kadiv Propam Polri menjadi “bulan-bulanan” para pencari informasi. Padahal selama pengungkapan kasus ini belum final, tentunya hak-hak yang dimiliki keduanya harus dijaga dan dihormati. Ketika aliran informasi yang deras disumbat dengan beragam cara yang salah maka aliran informasi akan tetap merembes bahkan mengalir untuk menemukan jalannya sendiri.

Desakan publik agar kasus tewasnya Brigadir J menjadi transparan dan pemberitaan yang intens di media menjadikan kasus ini mendapat perhatian dari pemerintah. Rezim Jokowi begitu tidak nyaman jika publik gaduh dengan ketidakberesan apalagi ketidakadilan.

Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam) Mahfud MD malah menegaskan penuntasan kasus saling tembak antar polisi di kediaman Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo akan menjadi pertaruhan kredibilitas Polri dan pemerintah. Mahfud menganggap kasus tersebut sangat janggal dan penjelasan Polri tidak jelas mengenai hubungan antara sebab dan akibat setiap rantai peristiwanya (Kompas.com, 13/07/2022).

Tidak tangung-tanggung Presiden Jokowi juga meminta agar kasus tewasnya Brigadir J diusut tuntas, buka apa adanya dan tidak boleh ada yang ditutup-tutupi. Harus transparan karena menyangkut kepercayaan publik terhadap Polri (Kompas.com, 21/07/2022).

Pasca-pernyataan Menko Polkam Mahfud MD dan Presiden Jokowi tersebut, saya melihat Polri langsung melakukan pembenahan dan pola komunikasi Polri langsung berubah. Polri langsung menonaktifkan Irjen Ferdy Sambo dari jabatan Kadiv Propam, demikian juga dengan Kepala Pengamanan Internal Divisi Propam Polri Brigjen Hendra Kurniawan serta Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Budhi Herdi Susianto juga dicopot jabatannya. Sementara pejabat di Divisi Humas Polri tidak tersentuh dengan “penyegaran” padahal begitu banyak blunder yang dilakukan.

Polri juga membentuk tim gabungan pencari fakta bersama Kompolnas dan Komnas HAM yang dipimpin langsung oleh Wakil Kepala Kepolisian Komjen Gatot Eddy Pramono agar pengungkapan kasus tersebut dilandaskan pada fakta-fakta data berdasar scientific evidence serta fakta-fakta yuridis. Kita semua berharap sama dengan harapan Presiden Jokwi agar pengungkapan kasus “polisi saling tembak sesama polisi yang tewas justru CCTV” menjadi terang benderang. Selain keadilan harus ditegakkan, citra Polri begitu dipertarukan dalam kasus ini.

"Komunikasi yang jujur dibangun di atas kebenaran dan integritas serta di atas rasa hormat satu sama lain." - Benyamin E. Mays.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Pemerintah Resmi Tidak Naikkan Tarif Listrik April-Juni 2024, Ini Alasannya

Pemerintah Resmi Tidak Naikkan Tarif Listrik April-Juni 2024, Ini Alasannya

Tren
7 Poin Penting dalam UU DKJ, Salah Satunya Mengatur soal Pemilihan Gubernur dan Wakilnya

7 Poin Penting dalam UU DKJ, Salah Satunya Mengatur soal Pemilihan Gubernur dan Wakilnya

Tren
Polisi Tangkap Sopir Grab yang Diduga Culik dan Peras Penumpang Rp 100 Juta di Jakarta Barat

Polisi Tangkap Sopir Grab yang Diduga Culik dan Peras Penumpang Rp 100 Juta di Jakarta Barat

Tren
Imigrasi Umumkan Paspor RI Akan Resmi Ganti Warna mulai 17 Agustus 2024, Apa Alasannya?

Imigrasi Umumkan Paspor RI Akan Resmi Ganti Warna mulai 17 Agustus 2024, Apa Alasannya?

Tren
Mengenal Caracal, Ras Kucing Liar yang Diduga Ditelantarkan Okin sampai Mati

Mengenal Caracal, Ras Kucing Liar yang Diduga Ditelantarkan Okin sampai Mati

Tren
Ramai soal Potongan Pajak THR yang Dinilai Tinggi, Bagaimana Cara Menghitungnya?

Ramai soal Potongan Pajak THR yang Dinilai Tinggi, Bagaimana Cara Menghitungnya?

Tren
Bank Indonesia Disebut Tak Keluarkan Uang Baru tapi Uang yang Lusuh untuk Lebaran 2024, Ini Kata BI

Bank Indonesia Disebut Tak Keluarkan Uang Baru tapi Uang yang Lusuh untuk Lebaran 2024, Ini Kata BI

Tren
10 Ciri Kucing Mau Melahirkan, Sering Gelisah dan Jadi Lebih Penyayang

10 Ciri Kucing Mau Melahirkan, Sering Gelisah dan Jadi Lebih Penyayang

Tren
Saat 10 Jenazah Pengungsi Rohingya Ditemukan di Perairan Aceh...

Saat 10 Jenazah Pengungsi Rohingya Ditemukan di Perairan Aceh...

Tren
Alasan PSI Akan Usung Kaesang sebagai Cagub Jakarta

Alasan PSI Akan Usung Kaesang sebagai Cagub Jakarta

Tren
Sering Dianggap Sama, Berikut Perbedaan Kura-kura dan Penyu

Sering Dianggap Sama, Berikut Perbedaan Kura-kura dan Penyu

Tren
Unair Buka Suara soal Gaduh Cuitan Mahasiswa Plagiat Tugas

Unair Buka Suara soal Gaduh Cuitan Mahasiswa Plagiat Tugas

Tren
Kronologi Aksi Percobaan Penculikan dan Pemerasan oleh Pengemudi GrabCar di Jakarta Barat

Kronologi Aksi Percobaan Penculikan dan Pemerasan oleh Pengemudi GrabCar di Jakarta Barat

Tren
Penyebab Komputer atau Laptop Hang dan Cara Mengatasinya

Penyebab Komputer atau Laptop Hang dan Cara Mengatasinya

Tren
Puluhan Kampus Pengirim Mahasiswa Magang di Jerman Bakal Dijatuhi Sanksi

Puluhan Kampus Pengirim Mahasiswa Magang di Jerman Bakal Dijatuhi Sanksi

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com