Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jaya Suprana
Pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan

Penulis adalah pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan.

Ontran-ontran soal Entropi

Kompas.com - 19/07/2022, 09:37 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DI KHASANAH agama kita sudah terbiasa dengan pelecehan yang dilakukan oleh umat agama A terhadap agama B. Sehingga terjadi perang agama.

Pelecehan juga dilakukan secara internal antara sekte B agama A terhadap sekte C agama yang sebenarnya sama saja dengan A. Sehingga terjadi konflik antarsekte.

Ternyata tradisi saling melecehkan juga terjadi di bidang yang lazimnya diseberangkan dari agama, yaitu apa yang disebut sebagai sains. Misalnya pelecehan terhadap apa yang disebut sebagai entropi.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, istilah entropi bermakna keseimbangan termodinamis, terutama mengenai perubahan energi yang hukumnya disebut hukum termodinamika kedua yang menyatakan bahwa semua energi hanya dapat berpindah dari tempat yang mengandung banyak energi ke tempat yang kurang mengandung energi.

Sayang KBBI tidak menjelaskan apa makna termodinamis maupun apakah jika ada hukum termodinamika kedua berarti ada yang pertama atau ketiga dan seterusnya sampai tak terhingga atau tidak.

Oxford Dictionary lebih lincah loncat ke sana ke mari dengan memaknakan entropy bertabur kontradiksi mulai dari sebagai sesuatu yang uncountable berarti mustahil bisa dihitung sampai keyakinan bahwa a complete lack of order tetapi paradoksnya di teknologi sebagai a way of measuring the lack of order that exists in a system, sementara di ranah fisika dengan simbol S bermakna makin membingungkan:

a measurement of the energy that is present in a system or process but is not available
to do work.

Saya sengaja menghindari tafsir kamus-kamus lainnya agar tidak makin terjerat ke dalam suasana kebingungan makin bingung.

Konon hukum entropi merupakan satu di antara hukum yang paling bertahan lama di bidang fisika. Hukum entropi bahkan tidak bisa dieliminir oleh dua revolusi paling drastis dalam ilmu fisika.

Namun Prof. Arieh Ben-Naim sebagai guru besar kimia-fisika Hebrew University of Jerusalem kejam melakukan pelecehan dengan menulis buku berjudul Entropy dilengkapi sub-judul The Greatest Blunder ever in The History of Science.

Menurut Prof. Arieh, yang layak dilecehkan sebagai berdosa sebenarnya bukan sang istilah, namun manusia yang salah menafsirkan sambil kemudian salah mengejawantahkan sang istilah menjadi kenyataan sehingga menjadi blunder paling akbar sepanjang sejarah sains.

Makin parah bahwa kekeliruan itu malah dibenarkan atau minimal tidak dibantah oleh para saintis maupun para bukan saintis baik yang merasa paham mau pun yang merasa gagal paham seperti saya.

Menurut tafsir saya yang dijamin pasti keliru: blunder tafsir terhadap entropi disebabkan oleh kesalah-pengertian yang mendalam, mendasar serta mengakar pada prinsip konsep atau konsep prinsip entropi itu sendiri.

Ignoransi yang toleran terhadap pemaknaan sesat entropi telah sukses menyesatkan para saintis apalagi para bukan saintis untuk mengasosiasikan entropi dengan ketidak-tahuan maka melecehkan “The Second Law of Thermodynamics” sebagai “Law of Spreading Ignorance”.

Maka mohon dimaafkan bahwa melalui jalur mungkinomologi saya sedang mulai mempelajari kemungkinan melakukan penelitian ignoransimologi demi berupaya lebih memahami apa sebenarnya makna yang disebut sebagai ignoransi itu sendiri.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com