Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Taufan Teguh Akbari
Dosen

Pengamat dan praktisi kepemudaan, komunikasi, kepemimpinan & komunitas. Saat ini mengemban amanah sebagai Wakil Rektor 3 IKB LSPR, Head of LSPR Leadership Centre, Chairman Millennial Berdaya Nusantara Foundation (Rumah Millennials), Pengurus Pusat Indonesia Forum & Konsultan SSS Communications.

Menyambut Tantangan Masa Depan dengan Kepemimpinan Pancasila

Kompas.com - 08/07/2022, 07:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SEWAKTU Bung Hatta dan Bung Karno bekerja sama dengan pihak Jepang, tujuan mereka hanyalah satu: untuk kepentingan rakyat Indonesia. Begitu pula dengan tokoh bangsa lainnya. Mereka bertindak semata-mata karena kepentingan rakyat, bukan golongan. Dengan sistem pemikiran tersebut, para tokoh bangsa menjadi individu yang sangat gigih dalam berjuang, karena apa yang diperjuangkan jauh lebih besar dari sekadar kepentingan individu, yakni untuk kepentingan Indonesia.

Hal itu tampak, misalnya, ketika berhadapan isi Piagam Jakarta. Dalam rumusan Piagam Jakarta, sila pertama Pancasila berbunyi, “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.” Kemudian, dengan segala perdebatan yang konstruktif, alhasil, sila pertama berubah bunyinya menjadi, "Ketuhanan yang Maha Esa." Para tokoh bangsa menyadari bahwa Indonesia adalah negara yang beragam agama dan kepercayaannya, sehingga harus merangkul semuanya tanpa terkecuali.

Baca juga: Cerita di Balik Kelahiran Pancasila dan 3 Tokoh yang Merumuskannya

Sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia memberikan kita pelajaran penting tentang makna kepemimpinan. Bung Hatta, Bung Karno, Sutan Syahrir, Ki Hajar Dewantara, Muhammad Natsir, KH Wahid Hasyim, dan lain sebagainya, memiliki jiwa besar, arif, dan menyadari sepenuhnya tentang kekuatan bangsa Indonesia.

Di atas itu semua, walaupun para tokoh bangsa berbeda pemikirannya, tetapi mereka tetap memiliki visi yang sama, yaitu mengantarkan Indonesia ke pintu kemerdekaan dan meletakkan fondasi penting bagi generasi selanjutnya. Mereka memimpin dengan contoh.

Kenapa kepemimpinan Pancasila penting

Dari sedikit latar belakang sejarah itu, kita telah bisa menyimpulkan betapa pentingnya kepemimpinan Pancasila sebagai landasan dalam praktik memimpin. Para tokoh bangsa telah mengajarkan kepada kita nilai-nilai luhur yang dapat menjadi bahan pelajaran yang sangat kaya bagi pemimpin saat ini. Nilai-nilai luhur itu terwakilkan dalam bentuk Pancasila sebagai dasar negara kita.

Menurut Kariadi & Suprapto (2017), nilai dasar Pancasila tumbuh baik dari sejarah perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajahan yang telah menyengsarakan rakyat. Ditambah pula, nilai dasar Pancasila tumbuh dari aspirasi yang ditanamkan dalam agama dan tradisi tentang suatu masyarakat yang adil dan makmur. Dasar masyarakat yang adil dan makmur itu berdasarkan kebersamaan, persatuan dan kesatuan seluruh warga masyarakat.

Konteks kepemimpinan Pancasila sangat penting karena Indonesia sedang dalam proses menuju 100 tahun kemerdekaan. Banyak hal telah terjadi di dalam negeri kita, yang telah menjadikan kita sebagai negara tangguh. Pencapaian kita juga sangat banyak, baik dalam segi politik maupun ekonomi. Yang paling terbaru, tidak ada negara berkembang yang memimpin negara maju kecuali Indonesia. Kita menjadi pemimpin dalam kelompok negara-negara terkaya di dunia, yaitu G20.

Semangat kepemimpinan Indonesia di G20 juga merepresentasikan nilai kepemimpinan Pancasila. Dengan mengusung tema, Recover Together, Recover Stronger, Indonesia ingin menyampaikan pesan bahwa dunia bisa pulih dari pandemi jika kita bergotong royong, saling membantu satu sama lain.

Tema ini menunjukkan esensi dari kepemimpinan Pancasila, yang mengutamakan kerja-kerja kolaboratif. Selain itu, jika mempertimbangkan masalah yang dihadapi dunia sekarang, masalah tersebut tidak bisa kita hadapi sendiri, mulai dari perubahan iklim hingga kohesivitas sosial. Penyelesaian masalah tersebut membutuhkan pemimpin yang mampu menggerakkan orang banyak untuk bergotong royong.

Oleh karena itu, mempraktikkan kepemimpinan Pancasila menjadi semakin relevan. Cita-cita para tokoh bangsa dan kita semua warga negara Indonesia adalah menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara terbesar di dunia, baik dari segi ekonomi, politik, maupun teknologi. Ditambah lagi, banyak prediksi positif yang mengatakan bahwa Indonesia akan menjadi salah satu dari 10 negara terbesar di dunia – bahkan ada di lima besar – negara dengan perekonomian terbesar di dunia.

Pemimpin saat ini, menurut saya, mewarisi semangat para tokoh bangsa dan merepresentasikan kepemimpinan Pancasila. Mereka berjuang di setiap sektor. Ada yang dari akar rumput, tingkat dewan rakyat, perusahaan, lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan lain-lain. Pemimpin saat ini membangun Indonesia dari pinggir. Terlebih, para tokoh bangsa memiliki aspirasi menjadikan Indonesia gemah ripah loh jinawi.

Ungkapan gemah ripah loh jinawi berasal dari Kerajaan Majapahit. Ungkapan ini secara garis besar menggambarkan kondisi Kerajaan Majapahit yang kaya akan sumber daya alam dan masyarakatnya makmur dan sejahtera. Kita ketahui bahwa Kerajaan Majapahit adalah kerajaan yang besar dan kuat. Kerajaan Majapahit berhasil menguasai Nusantara dengan cara politik, militer, dan budaya.

Kemudian, para tokoh bangsa kita melanjutkan semangat tersebut, yang tertuang dalam Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Mengutip SD Darmono dalam bukunya, "Bringing Civilizations Together: Nusantara di Simpang Jalan," peradaban dibentuk berdasarkan imajinasi tentang masa depan dan ruang. Dengan kata lain, peradaban atau negara dibentuk oleh visi seorang pemimpinnya. Visi tersebut berperan sebagai bintang penunjuk untuk melakukan kerja pembangunan nyata bagi lingkungan sekitar. Merealisasikan visi membutuhkan komitmen yang kuat.

Baca juga: Kepemimpinan Inklusif

Studi dari McKinsey di tahun 2018 menemukan bahwa ada 16 persen perusahaan yang berkomitmen melakukan transformasi digital jangka panjang melaporkan peningkatan performa yang berkelanjutan. Dari persentase ini, masih belum banyak pemimpin yang komitmen melaksanakan visinya. Namun, ada satu kasus menarik, dari perusahaan, di mana komitmen mewujudkan visi membawanya menuju kesuksesan.

Perusahaan Adobe, sebuah perusahaan software multinasional Amerika, memiliki pendapatan sebesar 4 miliar dollar. Kemudian, mereka memutuskan merubah model bisnisnya dari lisensi ke cloud-based subscription pada tahun 2013. Awalnya, mereka sempat mengalami penurunan pendapatan di tahun 2014 dan stagnan di tahun berikutnya. Namun, berkat komitmen CEO Shantanu Narayen dan jajarannya, mereka berhasil meningkatkan pendapatan: 6 miliar dollar di tahun 2016 dan 14 miliar dollar di tahun 2022. Selain itu, 80 persen pemasukannya berasal dari sistem berlangganan dan sumber lainnya.

Merefleksikan kisah perjalanan Adobe ke konteks Indonesia, 76 tahun sejak berdirinya Indonesia, kita punya banyak pencapaian, yang membuat kita selangkah lebih dekat menuju masyarakat adil dan makmur. Soal kemiskinan, misalnya. Dalam kurun waktu 1998 - 2020, menurut data BPS, angka kemiskinan menurun dari 24,2 persen menjadi 9,78 persen. Pembangunan Indonesia juga semakin merata. Rasio elektrifikasi Indonesia sudah mencapai 99,52 persen di triwulan pertama  2022 dan Kementerian ESDM berkomitmen tahun 2022 akan mencapai 100 persen elektrifikasi. Inilah yang menjadi alasan mengapa kepemimpinan Pancasila penting untuk menjadi landasan dalam memimpin.

Ilustrasi Pancasilafreepik.com Ilustrasi Pancasila
Elemen kepemimpinan Pancasila

Deliar Noer, penulis buku Biografi Politik: Mohammad Hatta & Orde Baru, menyinggung tentang definisi pemimpin versi Bung Hatta. Ketika terlibat dalam organisasi Pusat Tenaga Rakyat (PUTERA), Bung Hatta menilai bahwa ada dua macam pemimpin. Pertama adalah mereka yang hanya pandai menyuruh, sehingga setiap tanggung jawab dirasa anggotanya menjadi beban. Anggota tidak gembira dalam melaksanakan pekerjaannya. Kedua, pemimpin yang berhasil menggerakkan hati rakyat, di mana anggota yang memiliki jiwa berbakti kepada bangsa merasa lebih ringan dalam melaksanakan pekerjaannya.

Dari sini, elemen pertama dari kepemimpinan Pancasila adalah hubungan pemimpin dan anggota yang kuat. Bung Hatta pada saat itu memang berbicara dalam konteks keterlibatannya dalam organisasi PUTERA. Tetapi, jika dikaitkan dalam situasi saat ini, apa yang dikatakan Bung Hatta memiliki makna yang dalam dan kontekstual.

Ada hubungan yang kuat antara pemimpin dan anggota. Apabila anggota tidak merasakan suatu pekerjaan sebagai beban, pemimpin berhasil membangun hubungan yang baik dan memiliki kedekatan emosional, yang membuat anggota melaksanakan pekerjaan dengan semangat yang tinggi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Resmi, Masa Jabatan Kepala Desa Maksimal 8 Tahun, Berlaku Mulai Kapan?

Resmi, Masa Jabatan Kepala Desa Maksimal 8 Tahun, Berlaku Mulai Kapan?

Tren
Pemerintah Resmi Tidak Naikkan Tarif Listrik April-Juni 2024, Ini Alasannya

Pemerintah Resmi Tidak Naikkan Tarif Listrik April-Juni 2024, Ini Alasannya

Tren
7 Poin Penting dalam UU DKJ, Salah Satunya Mengatur soal Pemilihan Gubernur dan Wakilnya

7 Poin Penting dalam UU DKJ, Salah Satunya Mengatur soal Pemilihan Gubernur dan Wakilnya

Tren
Polisi Tangkap Sopir Grab yang Diduga Culik dan Peras Penumpang Rp 100 Juta di Jakarta Barat

Polisi Tangkap Sopir Grab yang Diduga Culik dan Peras Penumpang Rp 100 Juta di Jakarta Barat

Tren
Imigrasi Umumkan Paspor RI Akan Resmi Ganti Warna mulai 17 Agustus 2024, Apa Alasannya?

Imigrasi Umumkan Paspor RI Akan Resmi Ganti Warna mulai 17 Agustus 2024, Apa Alasannya?

Tren
Mengenal Caracal, Ras Kucing Liar yang Diduga Ditelantarkan Okin sampai Mati

Mengenal Caracal, Ras Kucing Liar yang Diduga Ditelantarkan Okin sampai Mati

Tren
Ramai soal Potongan Pajak THR yang Dinilai Tinggi, Bagaimana Cara Menghitungnya?

Ramai soal Potongan Pajak THR yang Dinilai Tinggi, Bagaimana Cara Menghitungnya?

Tren
Bank Indonesia Disebut Tak Keluarkan Uang Baru tapi Uang yang Lusuh untuk Lebaran 2024, Ini Kata BI

Bank Indonesia Disebut Tak Keluarkan Uang Baru tapi Uang yang Lusuh untuk Lebaran 2024, Ini Kata BI

Tren
10 Ciri Kucing Mau Melahirkan, Sering Gelisah dan Jadi Lebih Penyayang

10 Ciri Kucing Mau Melahirkan, Sering Gelisah dan Jadi Lebih Penyayang

Tren
Saat 10 Jenazah Pengungsi Rohingya Ditemukan di Perairan Aceh...

Saat 10 Jenazah Pengungsi Rohingya Ditemukan di Perairan Aceh...

Tren
Alasan PSI Akan Usung Kaesang sebagai Cagub Jakarta

Alasan PSI Akan Usung Kaesang sebagai Cagub Jakarta

Tren
Sering Dianggap Sama, Berikut Perbedaan Kura-kura dan Penyu

Sering Dianggap Sama, Berikut Perbedaan Kura-kura dan Penyu

Tren
Unair Buka Suara soal Gaduh Cuitan Mahasiswa Plagiat Tugas

Unair Buka Suara soal Gaduh Cuitan Mahasiswa Plagiat Tugas

Tren
Kronologi Aksi Percobaan Penculikan dan Pemerasan oleh Pengemudi GrabCar di Jakarta Barat

Kronologi Aksi Percobaan Penculikan dan Pemerasan oleh Pengemudi GrabCar di Jakarta Barat

Tren
Penyebab Komputer atau Laptop Hang dan Cara Mengatasinya

Penyebab Komputer atau Laptop Hang dan Cara Mengatasinya

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com