Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Medio by KG Media
Siniar KG Media

Saat ini, aktivitas mendengarkan siniar (podcast) menjadi aktivitas ke-4 terfavorit dengan dominasi pendengar usia 18-35 tahun. Topik spesifik serta kontrol waktu dan tempat di tangan pendengar, memungkinkan pendengar untuk melakukan beberapa aktivitas sekaligus, menjadi nilai tambah dibanding medium lain.

Medio yang merupakan jaringan KG Media, hadir memberikan nilai tambah bagi ranah edukasi melalui konten audio yang berkualitas, yang dapat didengarkan kapan pun dan di mana pun. Kami akan membahas lebih mendalam setiap episode dari channel siniar yang belum terbahas pada episode tersebut.

Info dan kolaborasi: podcast@kgmedia.id

S.K. Trimurti: Perjuangkan Hak Perempuan Lewat Tulisan

Kompas.com - 07/07/2022, 12:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Alifia Putri Yudanti dan Ikko Anata

KOMPAS.com - Pada masa perjuangan, Indonesia memiliki banyak pahlawan wanita. Mereka turut berkontribusi memajukan Indonesia sesuai dengan keahliannya. Tak hanya itu, bahkan dari mereka turut menginspirasi perempuan lainnya.

Sebut saja Raden Ajeng Kartini dari Jepara, Jawa Tengah yang terkenal dengan karyanya Habis Gelap, Terbitlah Terang. Ada pula Martha Christina Tiahahu dari Maluku yang turut serta melawan pemerintah kolonial di medan perang.

Salah satu tokoh perempuan yang terkenal dengan keahlian jurnalistiknya adalah Surastri Karma Trimurti. Kisahnya ini pun diceritakan dalam siniar Tinggal Nama spesial biografi bertajuk “S.K. Trimurti: Tulisan Bersenjata” di Spotify.


Kehidupan Awal S.K. Trimurti

Trimurti lahir pada 11 Mei 1912 di Desa Sawahan Boyolali, Karesidenan Surakarta, Jawa Tengah. Kedua orangtuanya merupakan abdi dalem Keraton Kasunanan Surakarta. Oleh sebab itu, ia pun disekolahkan di Tweede Inlandsche School (TIS).

Setelah lulus dari TIS, ia melanjutkan pendidikannya ke sekolah guru perempuan atau Meisjes Normaal School (MNS) atas keinginan ayahnya. Lulus dari MNS dengan hasil memuaskan memacu Trimurti untuk memulai karier mengajarnya. Mulai dari sekolah di daerah Solo hingga Banyumas, ia jalani.

Di daerah Banyumas, Trimurti pun mulai mengenal dunia organisasi. Pada masa itu, perempuan masih dianggap tabu untuk mengikuti aktivitas ini. Namun, setelah lama berkecimpung, ia tak setuju dengan stereotip itu. Ia bahkan menolak aturan yang ada di dalam keluarganya.

Baca juga: 5 Kematian Pemimpin Negara Paling Tragis

Baginya, seorang perempuan mempunyai hak yang sama dengan laki-laki untuk bersosialisasi dan berpendidikan. Oleh sebab itu, sembari mengajar, ia pun aktif mengikuti berbagai rapat yang diadakan oleh organisasi Budi Utomo cabang Banyumas.

Terinspirasi dari Soekarno

Pendiriannya ini pun semakin dipertegas ketika Soekarno mengadakan rapat Partindo (Partai Indonesia) di Purwokerto. Sebagai perempuan muda yang haus akan pengetahuan, Trimurti mengikuti rapat itu.

Di sana, pidato Soekarno yang berisi seputar antikolonialisme memengaruhi jiwanya hingga akhirnya perempuan itu memilih bergabung dengan Partindo cabang Bandung. Namun, tentu saja keputusannya itu ditentang habis-habisan oleh keluarganya.

Meskipun begitu, ia tetap teguh pada ideologinya dan akhirnya menetap di Bandung. Sembari belajar politik, Trimurti juga bekerja sebagai guru di sekolah swasta pimpinan Sanusi Pane bernama Perguruan Rakyat.

Bersamaan dengan itu, keluarlah peraturan dari pemerintah Belanda yang berisi larangan untuk mengadakan rapat. Larangan ini tak dihiraukannya, Trimurti justru dengan lantang menjadi pembicara di suatu rapat umum.

Oleh karena peristiwa itu, Trimurti akhirnya diinterogasi dan diawasi pergerakannya oleh polisi Belanda. Perjuangan Partindo pun meredam ketika Soekarno di penjara. Akhirnya, Trimurti memutuskan untuk kembali ke orangtuanya di Klaten.

Tetap Teguh dan Semakin Membara

Setelah insiden itu, Trimurti beralih karier ke jurnalistik. Ia bahkan dikenal sebagai wartawan kritis. Saat menulis, ia pun menggunakan nama samaran untuk menghindari penangkapan oleh pemerintah kolonial.

Selama karier jurnalistiknya, Trimurti bekerja di sejumlah surat kabar Indonesia, termasuk Pesat, Genderang, Bedung, dan Pikiran Rakyat. Ia menerbitkan Pesat bersama suaminya, Sayuti Melik. Namun, ia ditangkap dan disiksa saat pendudukan Jepang karena tetap mengoperasikan Pesat.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com