PROSES pengelolaan informasi saat ini mengharuskan setiap organisasi beradaptasi dengan cepat di tengah khalayak sasaran yang semakin heterogen serta dinamika pilihan dan cara berkomunikasi publik yang semakin tersegmentasi dan customized akibat perkembangan teknologi digital.
Tantangan komunikasi saat ini beragam jenis dan macamnya seperti menghadapi overload information, fenomena post truth, maraknya hoax, perkembangan netizen journalism, penetrasi pengguna internet yang semakin tinggi dan semakin beragam preferensi media stakeholders.
Meski disadari bahwa kondisi literacy gap stakeholders masih terjadi, namun perkembangan teknologi digital telah menempatkan audiens sekaligus sebagai “producer”.
Isu kelembagaan dan tuntutan transparansi/responsibilitas menjadi salah satu prasyarat penting dalam tata laksana komunikasi organisasi pemerintah.
Tidak ada keraguan bahwa saat ini dan masa depan pemerintahan adalah digital. Dari streaming rapat dewan kota, pembayaran pajak online, asuransi kesehatan, hingga layanan publik diharapkan mampu mendorong warga untuk memperlakukan kanal digital pemerintah seperti situs web sebagai balai kota virtual yang dapat diakses dari mana pun mereka berada.
Di seluruh sektor publik maupun swasta, komunikasi digital telah menawarkan kombinasi skala dengan kecepatan yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Membuka kemungkinan baru tentang bagaimana organisasi berinteraksi dengan audiens mereka.
Dari awalnya komunikasi satu arah yang cenderung statis dan terbatas, kini berubah menjadi komunikasi dua arah yang bergerak 360 derajat.
Saat ini informasi tidak bisa lagi di monopoli oleh otoritas dan pihak tertentu. Pusat produksi pesan dan channel distribusi menjadi kian beragam serta terbagi dalam peminatan yang lebih spesifik.
Kemampuan menempatkan publik sebagai pusat epicentrum pengambilan keputusan dan pesan menjadi salah satu penentu dalam kesuksesan program komunikasi.
Semakin besar peran serta publik, maka semakin luas juga jangkauan yang akan diperoleh.
Pemerintah harus secara transisi menanggalkan pendekatan satu ukuran untuk semua (“one size fits all”) dan mulai menggunakan strategi komunikasi omni-channel untuk bertemu warga di mana mereka berada.
Karena publik menginginkan akses layanan pemerintah di mana saja, kapan saja, dan melalui perangkat apa pun.
Sebagai contoh, kebijakan pembelian Bahan Bakar Minyak (BBM) pertalite dan solar melalui aplikasi MyPertamina sejatinya harus ditempatkan sebagai salah satu strategi alternatif menghadirkan kemudahan dan efisiensi, bukan justru dipersepsikan untuk menyulitkan dan menciptakan ketidakpercyaan (distrust).
Karena secara prinsip penggunaan aplikasi menjadi baik sepanjang penerapannya dilakukan melalui proses difusi inovasi yang terukur dan terencana dari mulai regulasi, implementasi hingga evaluasi.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.