Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

6 Fakta Dugaan Penyelewengan Dana Donasi di ACT

Kompas.com - 06/07/2022, 12:30 WIB
Luthfia Ayu Azanella,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kasus dugaan penyelewengan dana bantuan yang dilakukan Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) terus diselidiki. 

Terbaru, Kementerian Sosial (Kemensos) mencabut izin Penyelenggaraan Pengumpulan Uang dan Barang (PUB) yang telah diberikan kepada Aksi Cepat Tanggap (ACT) pada tahun 2022.

Baca juga: Mengenal ACT, Sejarah Pendirian, Pemilik, hingga Pengurusnya

Pencabutan ini dilakukan karena adanya dugaan pelanggaran peraturan yang dilakukan Yayasan.

Menteri Sosial Ad Interim Muhadjir Effendy mengungkapkan, pencabutan itu dinyatakan dalam Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 133/HUK/2022 tanggal 5 Juli 2022 tentang Pencabutan Izin Penyelenggaraan Pengumpulan Sumbangan Kepada Yayasan Aksi Cepat Tanggap.

"Jadi alasan kami mencabut dengan pertimbangan karena adanya indikasi pelanggaran terhadap Peraturan Menteri Sosial sampai nanti menunggu hasil pemeriksaan dari Inspektorat Jenderal baru akan ada ketentuan sanksi lebih lanjut”, kata Muhadjir dalam keterangan tertulis, Rabu (6/7/2022).

Pihaknya menuturkan, langkah pencabutan izin ditempuh lantaran pemotongan uang donasi lebih besar dari ketentuan yang diatur.

Berikut sejumlah fakta terkait penyelewengan dana bantuan oleh ACT: 

1. Diselidiki Bareskrim Polri

Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Kepolisian Republik Indonesia (Polri) tengah mendalami soal dugaan penyelewengan dana oleh ACT dengan melakukan penyelidikan.

Hal itu disampaikan oleh Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Pol Dedi Prasetyo, Senin (4/7/2022).

"Info dari Bareskrim masih proses penyelidikan dulu," kata Dedi.

Namun pihaknya tidak menjelaskan lebih lanjut soal proses penyelidikan yang sedang dilakukan kepolisian. 

Baca juga: Profil ACT dan Laporan Keuangannya

 

2. PPATK temukan indikasi penyelewengan dana

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi (PPATK) menemukan indikasi adanya penyelewengan dana Aksi Cepat Tanggap (ACT).

Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana menyebut penyelewengan dana diduga untuk kepentingan pribadi dan aktivitas terlarang.

"Ya indikasi kepentingan pribadi dan terkait dengan dugaan aktivitas terlarang," kata Ivan, Senin (4/7/2022).

PPATK telah melaporkan dugaan tersebut ke Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror.

Pendalaman dugaan ini sudah dilakukan sejak lama oleh PPATK, sehingga mereka juga telah memiliki hasil analisis yang bisa didalami lebih lanjut oleh aparat berwenang.

Baca juga: PPATK Temukan Indikasi Penyelewengan Dana ACT untuk Kepentingan Pribadi dan Aktivitas Terlarang

3. Belum masuk DTTOT

Meski ditemukan indikasi penyelewengan dana untuk aktivitas terlarang, namun Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menggarisbawahi semua itu masih memerlukan analisis lanjutan.

Sehingga, hingga saat ini ACT belum dinyatakan sebagai daftar terduga terorisme atau organisasi terlarang (DTTOT).

“Belum masuk dalam daftar terduga terorisme sehingga membutukan pendalaman dan koordinasi dengan stakeholder terkait dalam menentukan konstruksi hukumnya,” ujar Direktur Pencegahan BNPT, Brigjen Ahmad Nurwakhid, Selasa (5/7/2022).

Namun, jika aktivitas aliran dana yang mencurigakan itu terbukti mengarah pada pendanaan terorisme, akan dilakukan upaya hukum oleh Densus 88 Anti Teror Polri.

Baca juga: BNPT: ACT Belum Masuk Daftar Terduga Terorisme, Hasil Temuan PPATK Didalami

4. Presiden ACT sampaikan permohonan maaf

Terkait ramainya isu yang beredar, Presiden ACT, Ibnu Khajar menyampaikan permintaan maaf kepada para donatur dan masyarakat.

"Kami sampaikan permohonan maaf atas pemberitaan ini," ucap Ibnu dalam konferensi pers, Senin (4/7/2022).

Selain memohon maaf, ia juga menjelaskan bahwa pihaknya telah melakukan perbaikan internal jauh sebelum isu ini mencuat.

"Sejak 11 Januari 2022 tercipta kesadaran kolektif untuk memperbaiki kondisi lembaga. Dengan masukan dari seluruh cabang, kami melakukan evaluasi secara mendasar," ujar Ibnu.

ACT telah melakukan restrukturisasi lembaga, termasuk di bidang manajemen, fasilitas, juga budaya kerja.

"SDM kita saat ini juga dalam kondisi terbaik, tetap fokus dalam pemenuhan amanah yang diberikan ke lembaga," kata dia.

 

5. Pemotongan 13,7 persen uang donasi per tahun

Dalam kesempatan yang sama, Ibnu juga menjelaskan pihaknya memotong 13,7 persen dana donasi per tahunnya.

"Soal potongan dana kami sebutkan 13,7 persen. Jadi ACT ambil untuk operasional 13,7 persen," kata dia.

Pemotongan dilakukan untuk operasional lembaga, termasuk menggaji para pegawai dan petinggi.

Jika melihat persentasenya, jumlah potongan yang dilakukan ACT terbilang sangat besar.

Jika mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan, potongan maksimal untuk donasi sosial hanya 10 persen. Sedangkan untuk zakat, infak, dan sedekah maksimal 12,5 persen.

Terkait angka 13,7 persen ini Ibnu menyebut ACT bukanlah lembaga amal, zakat, infak, ataupun sedekah, melainkan lembaga kemanusiaan swadaya masyarakat.

"Kami perlu sampaikan di forum ini bahwa ACT adalah lembaga kemanusiaan yang memiliki izin dari Kemensos, bukan lembaga amil zakat yang izinnya dari Baznas atau Kemenag. Jadi ini yang perlu kami sampaikan untuk memahami posisi lembaga Aksi Cepat Tanggap. ACT adalah NGO yang sudah berkiprah di 47 negara," papar Ibnu.

Baca juga: Presiden ACT Sampaikan Permohonan Maaf ke Donatur dan Masyarakat Indonesia

6. Kemensos cabut izin ACT

Kementerian Sosial (Kemensos) mencabut izin Penyelenggaraan Pengumpulan Uang dan Barang (PUB) yang sebumnya diberikan kepada Yayasan ACT pada tahun 2022.

Pencabutan dilakukan karena adanya dugaan pelanggaran peraturan yang dilakukan oleh ACT.

"Jadi alasan kita mencabut dengan pertimbangan karena adanya indikasi pelanggaran terhadap Peraturan Menteri Sosial sampai nanti menunggu hasil pemeriksaan dari Inspektorat Jenderal baru akan ada ketentuan sanksi lebih lanjut”, kata Menteri Sosial Ad Interim, Muhadjir Effendi dalam keterangan tertulis, Rabu (6/7/2022).

Pelanggaran itu terkait dengan ketentuan besaran pemotongan yang semestinya dilakukan.
Angka 13,7 persen yang dimiliki oleh ACT jauh melampaui batasan maksimal yang ditentukan, yakni 10 persen potongan.

Muhadjir menyebut pencabutan izin terhadap ACT tertulis dalam Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 133/HUK/2022 tanggal 5 Juli 2022 tentang Pencabutan Izin Penyelenggaraan Pengumpulan Sumbangan Kepada Yayasan Aksi Cepat Tanggap.

Baca juga: Potongan Donasi 13,7 Persen Jadi Alasan Kemensos Cabut Izin ACT

Demikian sejumlah fakta yang berhasil dihimpun terkait penyelewengan dana yang dilakukan di dalam tubuh lembaga ACT.

(Sumber: Kompas.com/Rahel Narda Chaterine, Singgah Wiryono, Fika Nurul Ulya | Editor: Dani Prabowo, Diamanty Meiliana, Sabrina Asril, Krisiandi)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com