Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komarudin Watubun
Politisi

Komarudin Watubun, SH, MH adalah anggota Komisi II DPR RI; Ketua Pansus (Panitia Khusus) DPR RI Bidang RUU Otsus Papua (2021); pendiri Yayasan Lima Sila Indonesia (YLSI) dan StagingPoint.Com; penulis buku Maluku: Staging Point RI Abad 21 (2017).

Big Data, Intelijen, dan Pertahanan Keamanan Negara

Kompas.com - 18/06/2022, 10:16 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KINI kita memasuki era baru manufaktur intelijen berbasis teknologi informasi big data. Banyak negara, khususnya Amerika Serikat (AS), Inggris, Kanada, Jepang, Israel, Singapura, Tiongkok, dan Argentina, menurut laporan Lyon (2014:4-5), Profesor Louis de Koker et al. (2018), dan Kenji Hiramoto (2017:20) giat menghimpun dan mengelola data-set skala besar antara lain operasi spionase dan tanggap bencana. Meski banyak kritik bahwa tren ini menerabas privasi atau hak keamanan dan perlindungan data pribadi warga negara.

Big data mewakili paradigma baru iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi) yang menghasilkan 3 ‘V’ yakni “volume, variety, velocity” (Fan et al, 2015) dan IBM menambahkan veracity (V ke-4) (Jagadish, 2015). Big data menghasilkan informasi skala besar (volume) terstruktur atau tidak terstruktur kadang real-time (velocity) dan kadang tanpa kejelasan sumber (veracity).

Baca juga: Big Data, E-Health, Pandemi, dan Presidensi G20 di Bali

Big data dapat mengubah kinerja organisasi, daya saing organisasi dan negara, mengubah ekosistem usaha, dan memfasilitasi inovasi dan riset-riset ilmiah; misalnya, riset Perrey et al. (2013) menyebut perusahaan ritel meraih kenaikan 15-20 persen ROI (return on investment) karena menggunakan analisa big data. Big data menciptakan nilai bagi tata ekonomi dunia, meningkatkan produksi dan daya saing perusahaan dan kinerja pemerintahan (Manyika, et al., 2011:1).

Bagi pemerintah dan rakyat tiap negara, tantangannya ialah big data menghasilkan V ke-5 yakni nilai-nilai (values) guna mencerdaskan kehidupan bangsa, melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah, memajukan kesejahteraan rakyat, dan menciptakan ketertiban dunia. Mata rantai menghasilkan nilai-nilai itu perlu dimulai dari olah data menjadi informasi, pengetahuan, dan intelijen yang menentukan pula daya saing bangsa.

Kinerja dan daya saing organisasi sosial, politik, dan ekonomi sangat dipengaruhi kualitas tata kelola informasi berbasis aplikasi teknologi koleksi data, ekstraksi data, dan analisa data. Intelijen bisnis atau daya saing, menurut hasil riset-kajian Chaudhuri et al. (2011), Turban et al. (2008) dan Watson et al. (2007), misalnya berintikan aplikasi teknologi.

Di Tiongkok, tulis Pan et al. (2016:171), terjadi risiko revolusi urbanisasi dan industrialisasi, misalnya kemacetan lalu-lintas, ledakan penduduk kota, lapangan kerja dan perumahan terbatas, kemerosotan lingkungan, dan risiko kesehatan masyarakat. Pilihan respons kebijakan pemerintah Tiongkok berbasis ‘intelijen kota’, varian konsep unik ‘big data’ kota cerdas - sinergi teknologi jasa layanan publik, infrastruktur (sains dan dasar), tata kelola kota, industri, ekosistem dan ekonomi kota.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Rekomendasi untuk anda
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com