KEPALA Sangha Theravada Indonesia, Bhikkhu Sri Pannyavaro Mahathera, merasa khawatir umat Buddha pedesaan yang berada cukup banyak di Jawa Tengah yang merupakan "rakyat kecil" bakal kesulitan ke Candi Borobudur jika harga tiket naik menjadi Rp 750.000.
Bhikku Sri Pannyavaro mengusulkan jika memang untuk konservasi dan pengunjung yang naik dibatasi 1.200 orang per hari, maka bisa dilakukan pendaftaran online.
Sehingga tidak hanya yang berduit saja yang bisa naik ke Candi Borobudur.
Ternyata kekhawatiran Bhikku Sri Pannayavaro didengar oleh pemerintah maka terberitakan bahwa Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo telah sepakat dengan Menteri Koordinator Investasi dan Maritim, Luhut Binsar Panjaitan untuk menunda kenaikan harga tiket Candi Borobudur.
Meski bukan umat Budhha, saya sepenuhnya dapat ikut merasakan perasaan Bhikku Sri Pannyavaro, maka saya sangat berterimakasih kepada mas Ganjar dan pak Luhut yang telah terbukti berkenan mendengarkan amanat penderitaan rakyat kecil yang tidak mampu membayar tiket naik Borobudur sebesar Rp 750.000.
Tidak perlu kita repot membandingkan Borobudur dengan Angkor Watt, Taj Mahal, Al Hambra, Abu Simbel, Teotihuacan atau Macchu Pichu sebab lain padang lain belalang maka lain Indonesia, lain Kamboja, lain India, lain Spanyol, lain Mesir, lain Meksiko atau lain Peru.
Masing-masing negara dan bangsa memiliki nilai kebudayaan yang tidak layak begitu saja diseragamkan satu dengan lain-lainnya.
Berdasar keluhan Bhikku Sri Pannyavaro dapat disimpulkan bahwa tampaknya pemerintah memang belum bermusyawarah-mufakat dengan pihak yang paling berkepentingan dengan Candi Borobudur, yaitu masyarakat Indonesia yang menganut Budhhisme untuk bersama mempertimbangan harga tiket naik Candi Borobudur.
Maka kebijakan apa pun terkait Candi Borobudur jelas akan lebih bijak apabila ditangani selaras sila ke empat Pancasila, yaitu Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Dalam Permusyawaratan/Perwakilan secara bersama antara pemerintah dengan rakyat khususnya dalam konteks kasus Borobudur adalah masyarakat umat Buddha di Indonesia.
Meski bukan umat Buddha, saya kebetulan cukup tahu bahwa di antara umat Buddha di Indonesia terdapat cukup banyak para tokoh pengusaha terkemuka yang tergolong bukan hanya kaya namun bahkan maha kaya raya.
Dapat diharapkan apabila diajak, para beliau pasti siap meringankan beban pemerintah secara tut wuri handayani ikut memikul biaya perawatan Candi Borobudur.
Berbekal semangat gotong royong demi mewujudkan makna luhur sila ke lima Pancasila, yaitu Keadilan Sosial Untuk Seluruh rakyat Indonesia menjadi kenyataan, pihak pemerintah bersama tokoh umat Buddhisme dapat mengatur manajemen anggaran biaya sedemikian rupa sehingga tidak perlu mendongkrak harga tiket naik Candi Borobudur menjadi terlalu tinggi sehingga tidak hanya yang berduit saja yang bisa naik ke puncak Candi Borobudur. MERDEKA !
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.