Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Edi Hardum
Advokat

Doktor di bidang hukum; advokat di Kantor "Edi Hardum and Partners". 

Jangan Lagi Menghukum Korban Pembegalan!

Kompas.com - 20/05/2022, 12:58 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DARI pertengahan April sampai awal Mei 2022, media massa dan media sosial di Indonesia ramai dengan pemberitaan tentang seorang pria bernama Murtede alias Amaq Sinta (34) yang menewaskan dua terduga begal di Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB). Kasus itu jadi sorotan karena Amaq Sinta, yang merupakan korban begal, justru dijadikan tersangka oleh Polres Lombok Tengah.

Dalam peristiwa yang terjadi di Jalan Raya Desa Ganti, Kecamatan Praya Timur, Lombok Tengah, NTB, pada 10 April 2022, Amaq Sinta menewaskan P (30) dan OWP (21). Mereka adalah dua dari empat orang yang telah berusaha membegalnya. Dua lainnya, yaitu W (32) dan H (17) kemudian ditangkap polisi.

Pembegalan terhadap Amaq Sinta berawal saat dia sedang mengantar makanan dan air hangat untuk keluarga yang tengah menjaga ibunya yang dirawat di rumah sakit Lombok Timur. Dalam perjalanan, Amaq Sinta diikuti empat begal. Mereka menyerempet sepeda motornya. Amaq Sinta menghindar, tetapi para pelaku kemudian mengadangnya dan mencoba untuk menebasnya berulang kali.

Baca juga: Akhir Perjalanan Kasus Amaq Sinta yang Bunuh 2 Begal, Jadi Tersangka hingga Akhirnya Dibebaskan

Amaq Sinta akhirnya melawan hingga menyebabkan dua pelaku begal tewas.

Tindakan polisi menjadikan Amaq Sinta sebagai tersangka kasus itu diprotes masyarakat. Polisi dinilai bodoh dalam menerapkan hukum. Karena kuat dan luasnya protes masyarakat, Polda NTB kemudian ambil alih penyidikan kasus itu. Polda NTB akhirnya menghentikan penyidikan kasus tersebut.

Polisi beralasan, tindakan Amaq Sinta membunuh dua dari empat behal merupakan tindakan daya paksa sebagaimana diatur dalam Pasal 48 KUHP. Pasal itu berbunyi,”Barang siapa melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa tidak dipidana”.

Tindak keliru polisi, seperti yang dialami Amaq Sinta, sudah beberapa kali terjadi. Penulis mencatat dua kasus lain sebelumnya.

Pertama di Summarecon Bekasi tahun 2018. Korban begal bernama Mohamad Irfan Bahri yang kemudian dijadikan tersangka oleh polisi. Irfan melumpuhkan pembegalnya hingga tewas saat dia melintasi flyover Summarecon, Bekasi bersama kawannya.

Irfan membela diri dengan merebut celurit yang dibawa begal. Irfan sempat ditetapkan menjadi tersangka. Namun setelah klarifikasi, status Irfan kemudian menjadi saksi pada kasus tersebut.

Kedua terjadi di Medan, Sumatera Utara tahun 2021. Seorang pemuda berinial D mengalami pembegalan pada 25 Desember 2021. Terduga pelakunya empat orang. D melawan begal dengan pisau yang dibawanya. D mengaku, dia membawa pisau untuk jaga diri.

D menikam seorang pelaku. Pelaku lainnya kemudian melarikan diri dan D melaporkan peristwia itu ke polisi. Yang terjadi kemudian, D ditetapkan jadi tersangka, tetapi kemudian kasusnya dihentikan.

Tindak pidana yang tidak dihukum

Orang yang belajar ilmu hukum, biasanya di semester-semester awal, diperkenalkan mengenai sejumlah tindak pidana yang dilakukan seseorang tetapi tidak bisa dihukum karena ada alasan pembenar, pemaaf, dan penghapus.

Banyak pakar ilmu pidana menulis soal itu. Pakar pidana dari Universtas Gajah Mada (UGM), Moeljatno dalam bukunya Asas-Asas Hukum Pidana (2009: 148) menguraikan alasan pembenar, pemaaf, dan penghapus penuntutan tindak pidana. Pertama, alasan pembenar tidak lain adalah alasan yang menghapuskan sifat melawan hukum suatu perbuatan, sehingga apa yang dilakukan oleh terdakwa lalu menjadi perbuatan yang patut dan benar.

Kedua, alasan pemaaf yaitu alasan yang menghapuskan kesalahan terdakwa. Perbuatan yang dilakukan terdakwa tetap bersifat melawan hukum, jadi tetap merupakan perbuatan pidana. Namun pelakunya tidak dipidana karena tidak ada kesalahan.

Baca juga: Pegawai Pizza yang Bohong dan Picu Lockdown Ketat di Australia Tidak Dihukum

Ketiga, alasan penghapus penuntutan. Di sini soalnya bukan ada alasan pembenar maupun alasan pemaaf. Jadi, tidak ada pemikiran mengenai sifat perbuatan maupun sifatnya orang yang melakukan perbuatan, tetapi pemerintah menganggap bahwa atas dasar kemanfaatannya kepada masyarakat, sebaiknya tidak diadakan penuntutan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Aktivitas Kegempaan di Gunung Gamalama Meningkat, Warga Diimbau Waspada

Aktivitas Kegempaan di Gunung Gamalama Meningkat, Warga Diimbau Waspada

Tren
10 Rudal Balistik dengan Jangkauan Terjauh di Dunia Beserta Negara Pemiliknya

10 Rudal Balistik dengan Jangkauan Terjauh di Dunia Beserta Negara Pemiliknya

Tren
WNI Ceritakan Cara UEA Menangani Banjir: Ada Peringatan Dini, Mobil Pompa, dan Denda

WNI Ceritakan Cara UEA Menangani Banjir: Ada Peringatan Dini, Mobil Pompa, dan Denda

Tren
Ada 18.557 Formasi CASN Bawaslu 2024, Ini 5 Posisi dengan Daya Tampung Terbanyak

Ada 18.557 Formasi CASN Bawaslu 2024, Ini 5 Posisi dengan Daya Tampung Terbanyak

Tren
Israel Lancarkan Serangan Balasan ke Iran, Wilayah Ini Jadi Sasaran

Israel Lancarkan Serangan Balasan ke Iran, Wilayah Ini Jadi Sasaran

Tren
Media Asing Soroti Kemenangan Indonesia atas Australia di Piala Asia U23

Media Asing Soroti Kemenangan Indonesia atas Australia di Piala Asia U23

Tren
Cara Bikin Stiker Langsung dari Aplikasi WhatsApp, Cepat dan Mudah

Cara Bikin Stiker Langsung dari Aplikasi WhatsApp, Cepat dan Mudah

Tren
Ramai soal Penumpang Mudik Motis Buka Pintu Kereta Saat Perjalanan, KAI Ingatkan Bahaya dan Sanksinya

Ramai soal Penumpang Mudik Motis Buka Pintu Kereta Saat Perjalanan, KAI Ingatkan Bahaya dan Sanksinya

Tren
Israel Membalas Serangan, Sistem Pertahanan Udara Iran Telah Diaktifkan

Israel Membalas Serangan, Sistem Pertahanan Udara Iran Telah Diaktifkan

Tren
Rp 255 Triliun Berbanding Rp 1,6 Triliun, Mengapa Apple Lebih Tertarik Berinvestasi di Vietnam?

Rp 255 Triliun Berbanding Rp 1,6 Triliun, Mengapa Apple Lebih Tertarik Berinvestasi di Vietnam?

Tren
Israel Balas Serangan, Luncurkan Rudal ke Wilayah Iran

Israel Balas Serangan, Luncurkan Rudal ke Wilayah Iran

Tren
Mengenal Rest Area Tipe A, B, dan C di Jalan Tol, Apa Bedanya?

Mengenal Rest Area Tipe A, B, dan C di Jalan Tol, Apa Bedanya?

Tren
Freeport Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan Sarjana, Cek Syarat dan Cara Daftarnya!

Freeport Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan Sarjana, Cek Syarat dan Cara Daftarnya!

Tren
Eks ART Menggugat, Ini Perjalanan Kasus Mafia Tanah yang Dialami Keluarga Nirina Zubir

Eks ART Menggugat, Ini Perjalanan Kasus Mafia Tanah yang Dialami Keluarga Nirina Zubir

Tren
Mengintip Kecanggihan Dua Kapal Perang Rp 20,3 Triliun yang Dibeli Kemenhan

Mengintip Kecanggihan Dua Kapal Perang Rp 20,3 Triliun yang Dibeli Kemenhan

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com