Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komarudin Watubun
Politisi

Komarudin Watubun, SH, MH adalah anggota Komisi II DPR RI; Ketua Pansus (Panitia Khusus) DPR RI Bidang RUU Otsus Papua (2021); pendiri Yayasan Lima Sila Indonesia (YLSI) dan StagingPoint.Com; penulis buku Maluku: Staging Point RI Abad 21 (2017).

Presidensi G20 di Bali 2022 dan "Climate Leadership"

Kompas.com - 06/05/2022, 08:14 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

International Energy Association (IEA, 2013) menyebut data subsidi pemerintah di dunia sebesar 544 miliar dollar AS ke industri bahan bakar fosil tahun 2012.

Presidensi G20 Bali

Para pemimpin G20 pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Pittsburg, AS, tahun 2009, setuju prakarsa untuk memotong subsidi ke industri bahan bakar fosil. KTT G20 itu juga mendorong kebijakan dan program energi bersih-berkelanjutan. Namun, secara umum, menurut IEA (2013), pengurangan subsisi ini lamban pada banyak negara.

Di sisi lain, tahun 2009, pemerintah Jerman mulai menyediakan 10 miliar dollar AS subsidi dan tarif sektor energi bersih-berkelanjutan. AS memasok subsidi sebesar 18 miliar dollar AS dan Tiongkok sebesar 2 miliar dollar AS ke sektor energi bersih-berkelanjutan. Kebijakan dan program serupa juga dilakukan oleh sejumlah negara Uni Eropa.

Secara umum, produksi minyak dari anggota G20, misalnya AS, Indonesia, Meksiko, Inggris, dan Norwegia, cenderung berkurang (Heinberg, 2011). Langkah ini harus diikuti oleh penguatan sektor-sektor industri atau sumber energi bersih-berkelanjutan. Kita lihat, umat manusia memiliki tradisi lama penggunaan energi angin, matahari, dan air.

Baca juga: Presidensi G20 dan Agenda Transisi Energi Nasional

Sekitar 2000 tahun pra-Masehi, orang-orang Mesir menggunakan energi angin untuk menggerakan kapal-perahu layar; peradaban Mediteranian dan Timur-Tengah telah lama menggunakan tenaga angin untuk pompa air (Olah, 2006).

Data EIA (Energy Information Administration) asal AS (2013) menyebutkan, energi angin menyediakan pembangkit listrik dunia sebesar 104 miliar kwh (killowatt hours) tahun 2005 dan 617 miliar kwh tahun 2013. Namun, jumlah ini hanya berkisar 1 persen dari total pembangkit listrik dunia (EIA, 2009).

Kendala penggunaan energi angin dan matahari adalah kapasitas simpan energi terbatas (Trainer, 2007). Teknologi dapat mengatasi kendala ini. Sumber energi air antara lain sungai, danau, atau dam guna mengubah energi kinetik melalui putaran (rotasi) turbin untuk menghasilkan energi listrik (IEA, 2010). Sumber energi dari gelombang laut dapat dikelola tanpa berisiko terhadap kehidupan laut, navigasi, dan wisata (EIA, 2012).

Transisi sistem energi fosil ke energi bersih-berkelanjutan, hanya dapat dilaksanakan melalui formula sustainable decision making. Yakni cincin kebijakan yang menghasilkan nilai-nilai dan manfaat sosial, sosial-lingkungan, ekonomi, ekonomi-sosial, ekonomi-lingkungan, dan lingkungan bagi bangsa dan negara. Sehingga kebijakannya terukur, terarah, tidak bias, pertahanan kuat, dan kontrol kuat oleh negara.

G20 diprakarsa dan dibentuk oleh pertemuan para menteri keuangan negara G7, misalnya Paul Martin Menkeu Kanada, Hans Eichel Menkeu Jeman, Larry Summers Menkeu AS pada 15-16 Desember 1999 di Berlin, Jerman. Fokus awal G20 ialah stabilitas keuangan global.

Maka agenda pokok G20 abad 20 ialah respons kebijakan terhadap krisis nilai tukar, misalnya krisis keuangan Asia Tenggara (1997-1999), rubel Rusia (1998), dan peso Meksiko (1994). Maka akhir abad 20, fokus agenda G20 ialah stabilitas keuangan global dan utang negara (sovereign debt) (Ibbitson, 2016; Liao, 2016). Target utama ialah pertumbuhan ekonomi berbasis regulasi keterbukaan pasar uang dan perdagangan dunia.

Tahun 2016, G20 membingkai komitmen Agenda 2030 pembangunan berkelanjutan dari PBB. Isu pokoknya ialah pertumbuhan seimbang-berkelanjutan; perlindungan planet Bumi dari degradasi; penguatan mitra negara berkembang dan negara miskin. G20 Summit Hangzhou, Tiongkok, menyepakati rencana-aksi dan prinsip implementasi Agenda 2030 (Tanu et al, 2020).

Presidensi G20 di Bali menghadapi tantangan riil transisi sistem energi yang memicu kelahiran tata baru sosial-ekonomi-lingkungan negara-negara abad 21. Data International Institute for Sustainable Development (IISD, 2021) menyebutkan, negara-negara G20 telah menghabiskan lebih dari 3,3 triliun dollar AS subsidi ke bahan bakar fosil sejak Kesepakatan Iklim Paris (Paris Agreement) tahun 2015 (Carrington, 2021).

Laporan IISD (2021) menambahkan bahwa perubahan subsidi konsumsi bahan bakar fosil pada 32 negara, dapat mengurangi emisi gas rumah kaca global sekitar 5,46 miliar ton CO2 tahun 2030. Jumlah ini ekuivalen dengan emisi CO2 per tahun dari 1000 pabrik pembangkit listrik batu-bara atau 3,8 miliar mobil. Bahkan reformasi subsidi itu juga menghemat sekitar 3 triliun dollar AS anggaran pemerintah 32 negara pada tahun 2030.

Tantangan Presiden G20 di Bali lainnya ialah G20 mengisi 75 persen emisi karbon dunia (IISD, 2021). Maka rekomendasi transisi ke sistem energi bersih-berkelanjutan dari G20 Bali diharapkan dapat merespons tantangan kepemimpinan negara abad 21 yakni rapuh ekosistem, rapuh tanah-air, punah keragaman-hayati, desertifikasi, mafia ekonomi, kartel, pengangguran, aliran “gelap” modal, ketidak-adilan, korupsi, pandemi, kemiskinan kronis, krisis kemanusiaan, bencana alam, kelangkaan air sehat-bersih, penipisan sumber daya alam, dan kebakaran hutan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com