Oleh: Fauzi Ramadhan dan Fandhi Gautama
KOMPAS.com - Sering kali, muncul rasa penyesalan yang dalam ketika kita tidak menyukai hasil dari suatu pilihan yang telah diputuskan. Bahkan, tak jarang rasa penyesalan itu turut ditemani oleh kesedihan, sampai-sampai fisik dan emosional terganggu oleh rasa sakit.
Rasa penyesalan ini lumrah dialami setiap orang, tak terkecuali Dahlan Iskan. Ternyata, sebelum sukses, ia pernah merasakan lika-liku kehidupan yang penuh perjuangan. Bahkan, ia sempat mengambil pilihan yang menghadirkan rasa penyesalan.
Akan tetapi, ayah Dahlan, Mohamad Iskan, berpesan pada dirinya untuk tidak larut dalam penyesalan terlalu lama.
Melalui episode siniar (podcast) Beginu musim keempat bertajuk “Belajar Ikhlas untuk Rasa Sakit di Kementerian”, Dahlan bercerita kepada Wisnu Nugroho, Pemimpin Redaksi KOMPAS.com, tentang penyesalan-penyesalan hidup yang membawa dirinya ikhlas dan hidup penuh syukur seperti sekarang.
Sebelum lebih jauh bercerita tentang pengalaman-pengalaman atas dirinya kini, Dahlan mengisahkan masa kecilnya terlebih dahulu kepada Wisnu. “Anda tahu bahwa saya miskin sekali (sewaktu kecil), tetapi bapak saya itu pekerja yang luar biasa keras, buruh tani dan tukang kayu,” ungkap pria berusia 70 tahun tersebut.
“Di situ, rasa-rasanya melekat sekali bahwa orangtua adalah pekerja keras, tidak mengenal waktu, itu yang utama. Ibu orang sabar, bapak orang keras,” tambahnya.
Tak hanya orangtua, Dahlan juga mengungkapkan sosok yang turut menjadi panutannya, yakni Nurcholish Madjid, seorang pembaharu intelektual Islam asal Indonesia. Dari Nurcholish, ia belajar untuk bersyukur.
“Bentuk syukur yang terbaik adalah kerja keras,” ucap Dahlan menyebutkan ucapan Nurcholish.
Baca juga: Kisah Dahlan Iskan Gandeng Persebaya untuk Tingkatkan Penjualan Jawa Pos
Kemudian, ketika ditanya soal penyesalan hidup oleh Wisnu, Dahlan menjawabnya dengan bercerita, “Selama di Jawa Pos, rasanya tidak ada yang saya sesali. (Namun), ketika menjadi Menteri BUMN, saya (ada perasaan) menyesal.”
“Pertama, karena saya cuma tiga tahun, (kedua, karena) lalu saya pernah berniat untuk memperbaiki perusahaan-perusahaan (BUMN) yang jelek. Kenapa tidak dibubarkan saja, saya menyesal sekali itu,” imbuhnya.
Dahlan lalu menyebutkan perusahaan yang ia sesali untuk tidak dibubarkan, yaitu Sang Hyang Sri yang berfokus di bidang pangan. “Itu sudah berpuluh-puluh tahun jelek sekali, tapi kok saya masih punya ambisi untuk memperbaiki,” ujarnya.
Ia mengatakan bahwa pada saat itu, seharusnya perusahaan tersebut lebih baik dibubarkan saja ketimbang diperbaiki. Perusahaan baru dengan kondisi yang lebih besar pun bisa dibangun setelah dibubarkan.
Akan tetapi, nasi telah menjadi bubur. Jabatan singkat yang diemban Dahlan hanya berkisar tiga tahun lamanya, sejak Oktober 2011 hingga Oktober 2014. Setelahnya, ia harus ikhlas dengan segala yang ada.
“Ya sudahlah, itu terjadi. Itu bagian dari move-on,” ucap Dahlan.
Bagi kamu yang masih penasaran dengan kisah hidup mantan Menteri BUMN era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tersebut, dengarkan episode siniar Beginu bertajuk “Belajar Ikhlas untuk Rasa Sakit di Kementerian”.
Beginu merupakan siniar yang dipandu oleh Wisnu Nugroho, seorang jurnalis, penulis, sekaligus Pemimpin Redaksi Kompas.com, yang membahas pergumulan, paradoks, pengalaman berkesadaran dalam hidup bersosok manusia.
Dengarkan Beginu di Spotify atau akses melalui tautan berikut dik.si/beginu_dahlanis.
Baca juga: Cerita Dahlan Iskan, Benahi Jawa Pos Bermodalkan Amarah
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.