KOMPAS.com - Hari ini 76 tahun yang lalu, atau tepatnya pada 9 April 1946, Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (TNI AU) berdiri.
Tahun ini, hari jadi TNI AU mengambil tema "Dengan Dilandasi Semangat Swa Bhuwana Paksa TNI Angkatan Udara, Siap Menjaga Keamanan Wilayah Udara dan Mendukung Program Pemerintah Dalam Pemulihan Ekonomi Nasional."
Sementara itu, untuk logo hari ulang tahun (HUT) ke-76 TNI AU, dapat dilihat dan diunduh di sini.
Baca juga: Dirgahayu Ke-69 Kopassus, Ini Sejarah Terbentuknya Komando Pasukan Khusus
Dilansir dari laman resmi TNI AU, sejarah lahirnya TNI AU bermula dari pembentukan Badan Keamanan Rakyat (BKR) pada 23 Agustus 1945.
Pembentukannya untuk memperkuat armada udara yang saat itu sangat kekurangan pesawat terbang dan fasilitas-fasilitas lainnya.
Pada 5 Oktober 1945, namanya menjadi TKR jawatan penerbangan di bawah Komodor Udara Soerjadi Soerjadarma.
Lalu, pada 23 Januari 1946, TKR ditingkatkan lagi menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI), sebagai kelanjutan dari perkembangan tunas Angkatan Udara.
Baca juga: Mengintip Kerasnya Pendidikan Kopaska, Pasukan Tempur Elite TNI AL
Pada 9 April 1946, TRI jawatan penerbangan dihapuskan dan diganti dengan Angkatan Udara Republik Indonesia.
Kini, peristiwa tersebut diperingati sebagai hari lahirnya TNI AU yang diresmikan bersamaan dengan berdirinya Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Pada periode 1950-1959, TNI AU melakukan pengembangan dan konsolidasi dengan menggantikan alutsista peninggalan Jepang.
Baca juga: Spesifikasi EMB-314 Super Tucano, Pesawat Latih Tempur Multi Fungsi TNI AU
Dirgantara Indonesia mulai dihiasi dengan kehadiran pesawat-pesawat lebih modern seperti:
Baca juga: Jadi Andalan TNI AL, Ternyata Begini Pendidikan Prajurit Marinir
Dalam periode ini, TNI AU melaksanakan tugas dalam rangka mempertahankan kedaulatan negara.
Berbagai operasi penumpasan pemberontakan berhasil dilaksanakan secara gemilang.
Tugas itu di antaranya operasi penumpasan pemberontakan PKI Madiun, PRRI/Permesta, Republik Maluku Selatan dan DI/TII.
Dekade 1980-an, hadir pesawat tempur F-5 Tiger II, pesawat A-4 Sky Hawk dan pesawat latih jenis Hawk MK-53, Boeing 737 yang mempunyai kemampuan pengintaian dan pengamatan wilayah permukaan serta pesawat angkut ringan Cassa-212-200 Aviocar sebagai kekuatan Skadron Udara 4 Lanud Abdulrachman Saleh.
Datangnya pesawat Multirole F-16 Fighting Falcon pada akhir 1989 menambah keperkasaan TNI AU, serta Radar Thomson dan Plessey.
Untuk membentuk penerbang-penerbang muda, didatangkan pesawat AS-202/ 18 A Bravo sebagai pesawat latih mula.
Baca juga: Spesifikasi dan Cerita dari Pesawat Tempur F-5 Tiger TNI AU, Sang Macan Penjaga Kedaulatan NKRI
Salah satu sejarah monumental yang selalu diperingati jajaran TNI AU setiap tahun adalah Hari Bhakti TNI AU.
Peringatan Hari Bhakti TNI AU dilatarbelakangi oleh dua peristiwa yang terjadi dalam satu hari, yakni pada 29 Juli 1947.
Peristiwa pertama, pada pagi hari, tiga kadet penerbang TNI AU masing-masing Kadet Mulyono, Kadet Suharnoko Harbani, dan Kadet Sutarjo Sigit dengan menggunakan dua pesawat Cureng dan satu Guntei berhasil melakukan pengeboman terhadap kubu-kubu pertahanan Belanda di tiga tempat, masing-masing di kota Semarang, Salatiga, dan Ambarawa.
Peristiwa kedua, jatuhnya pesawat Dakota VT-CLA karena ditembak yang megakibatkan gugurnya tiga perintis TNI AU masing-masing Adisutjipto, Abdurahman Saleh dan Adisumarmo.
Baca juga: Viral, Video Menyebut Jakarta Digempur Chemtrail pada Tengah Malam, Ini Kata TNI AU
Pesawat Dakota yang jatuh di daerah Ngoto, selatan Yogyakarta itu, bukan pesawat militer, melainkan pesawat sipil yang disewa oleh Pemerintah Indonesia untuk membawa bantuan obat-obatan Palang Merah Malaya.
Penembakan dilakukan oleh dua pesawat militer Belanda jenis Kittyhawk, yang merasa kesal atas pengeboman para kadet TNI AU pada pagi harinya.
Untuk mengenang jasa-jasa dan pengorbanan ketiga perintis TNI AU tersebut, sejak Juli 2000, di lokasi jatuhnya pesawat Dakota VT-CLA (Ngoto) telah dibangun sebuah monumen perjuangan TNI AU.
Di lokasi tersebut juga dibangun tugu dan relief tentang dua peristiwa yang melatar belakanginya. Di lokasi monumen juga dibangun makam Adisutjipto dan Abdurahman Saleh beserta istri-istri mereka.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.