Nafa jelas bukan tergolong stunting. Stunting pasti pendek, tetapi pendek belum tentu stunting.
Jelasnya Nafa adalah generasi milenial yang tengah menikmati bonus demografi. Diperkirakan, Indonesia akan menikmati puncak bonus demografi di paruh 2025 – 2035.
Pemuda-pemudi seusia Nafa sekarang ini akan mengisi berbagai sektor kehidupan dan menjadi titik tumpu kemajuan bangsa dan negera.
Saya hanya membayangkan, andai saja kebiasaan mengudap pecel lele atau ikan lele goreng yang begitu digandrungi Nafa sejak kecil dan ibu kandungnya juga rajin mengkonsumsi makanan yang bergizi saat tengah hamil Nafa tentu kita memiliki “Nafa-Nafa” lain yang bebas stunting.
Nafa adalah produk kelahiran yang sangat memperhatikan kecukupan gizi sehingga bisa tumbuh dengan optimal.
Saat saya mengunjungi Soe - Ibu Kota Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur -beberapa hari yang lalu, saya kerap menjumpai pelajar yang memiliki tinggi badan yang tidak sesuai dengan umur mereka.
Kota Soe, seperti halnya daerah-daerah lain di Kabupaten Timor Tengah Selatan dan Nusa Tenggara Timur (NTT) lainnya memiliki prevalensi stunting yang tinggi.
Bahkan angka prevalensi stunting di Kabupaten Timor Tengah Selatan menurut Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021 mencapai 48,3 persen, paling tinggi di Nusa Tenggara Timur. Bahkan untuk level nasional.
Prevalensi stunting 48,3 persen di Kabupaten Timor Tengah Selatan jika dinarasikan kurang lebih bermakna ada 48 balita tergolong kategori stunting di antara 100 balita yang ada di Timor Tengah Selatan.
Secara nasional, Kabupaten Timor Tengah Selatan menduduki pemuncak nomor satu untuk prevalensi balita stunting di antara 246 kabupaten/kota di 12 provinsi prioritas percepatan penurunan stunting.
Bahkan standar Badan Kesehatan Dunia atau WHO hanya mentoleransi angka prevalensi stunting di kisaran 20 persen. Artinya prevalensi stunting di Timor Tengah Selatan melebihi dua kali standar dari WHO.
Stunting merupakan kondisi gagal pertumbuhan dan perkembangan yang dialami anak-anak akibat kurangnya asupan gizi dalam waktu yang lama, infeksi berulang, serta stimulasi psikososial yang tidak memadai terutama pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) sang anak.
Stunting ditandai dengan pertumbuhan yang tidak optimal sesuai dengan usianya. Anak yang tergolong stunting biasanya pendek, walau pendek belum tentu stunting serta gangguan kecerdasan.
Problematika stunting akan menyebabkan kesenjangan kesejahteraan yang semakin buruk. Bahkan stunting dapat menyebabkan kemiskinan antargenerasi yang berkelanjutan.
Selain itu stunting dapat menyebabkan meningkatnya risiko kerusakan otak dan menjadi pemicu penderitanya terkena penyakit metabolik seperti diabetes dan penyakit yang berkaitan dengan jantung di masa dewasa si anak.
Dengan ancaman kesehatan dan kecerdasan, maka generasi yang terkena stunting akan mengalami berbagai permasalahan dalam menghadapi tantangan kehidupan yang semakin beragam kedepannya.
Nafa tidak salah menggemari pecel lele. Dengan harga terjangkau, ikan lele adalah ikan yang paling mudah ditemukan dan banyak dikonsumsi oleh masyarakat.
Dalam 100 gram ikan lele terkandung beragam nutrisi seperti protein 17 gram ; lemak 4,5 gram ; kalsium 20 miligram ; fosfor 200 miligram ; vitamin B12 sebanyak 121 persen kebutuhan harian ; vitamin D 181 persen kebutuhan harian ; selenium 26 persen kebutuhan harian ; potasium 19 persen kebutuhan harian ; asam lemak omega-3 sebesar 327 miligram serta asam lemak omega-6 sebesar 337 miligram.
Ikan lele mengandung protein yang tinggi dengan kandungan lemak yang sangat rendah. Vitamin D yang dikandung ikan lele sangat penting untuk meningkatkan imun dan mencegah dari berbagai penyakit kronis.
Vitamin B12 yang terkandung dalam ikan lele sangat penting untuk pembentukan sel darah merah, kesehatan otak, sintesis DNA dan kesehatan syaraf.