Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 menyatakan: “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk kemakmuran rakyat.” Maka kini tiba saatnya, pemerintah dan rakyat Indonesia membuat kebijakan dan program mencerdaskan kehidupan bangsa, melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah-darah, dan memajukan kesejahteraan umum, berbasis laut-laut kita. Pilihannya ialah tata-kelola bio economy kelautan—sinergi program biosfer, ekonomi, hidrosfer, dan lithosfer (lapisan kulit-batuan bumi) dengan SDM kita.
Kita lihat, awal abad 21, Tiongkok memproduksi ikan terbanyak sebesar 60,2 persen dan India menem pati urutan ke-2 sekitar 5,82 persen dari total produksi ikan dunia (IPB, Inc, 2015:88).
Baca juga: Jokowi Perintahkan Penguatan Green dan Blue Economy
Rata-rata produksi penangkapan ikan di Indonesia tahun 2003-2012 berkisar 4.745.727 ton. Produksi ikan Tiongkok mencapai rata-rata 12.759.922 ton tahun 2003-2012 (FAO, 2014). Laut Indonesia adalah wilayah coral triangle batu karang (coral reef) terbesar bagi keragaman ikan dunia karena lebih 1.650 spesies ikan hidup di lautan atau perairan Indonesia. Namun, hingga awal abad 21, Indonesia belum menggeser Tiongkok dan India sebagai negara produsen ikan terbanyak di dunia (The Daily Records, 2017).
Luas wilayah laut Indonesia mencapai 5,9 juta km2 (luas laut yuridiksi nasional), yang terdiri dari 2,9 juta km2 laut Nusantara, 0,3 juta km2 laut teritorial, dan 2,7 juta km2 Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia (ZEEI). Luas daratan Indonesia mencapai 1,9 juta km2.
Indonesia terbentang antara Benua Asia dan Australia dan memiliki dua Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) yang telah ditetapkan berdasarkan konvensi hukum laut internasional.
Peluang kita sangat terbuka di laut dan lautan. Namun, peluang ini belum dikelola secara terukur, terarah, tidak-bias, dan kontrol kuat guna melahirkan ketahanan negara bangsa. Misalnya, Dr Atikah Nurhayati, SP, MP (2019) menyebut enam kendala pengembangkan perikanan dan kelautan Indonesia, yakni (1) IUU Fishing (illegal, unreported, unregulated fishing/IUUF); (2) Belum optimal input produksi perikanan dan kelautan, sarana dan prasarana seperti alat tangkap, pakan, benih, kapal, BBM, keuangan, dan pemasaran; (3) Rendah hilirisasi pengolahan produk perikanan; (4) Rendah diseminasi adopsi inovasi iptek perikanan dan kelautan; (5) Belum optimal tata-kelola perikanan melalui kebijakan pemerintah (pusat dan daerah); (6) masih kurang investasi sektor perikanan dan kelautan.
Ada lima program ‘bio-economy’ kelautan sangat strategis bagi kita yakni aqua-kultur (pangan, perikanan), sistem energi (angin, gelombang laut), konservasi nilai-budaya maritim, bioteknologi, dan penyehatan ekosistem-kelautan untuk mitigasi-kendali perubahan iklim.
Kelima sektor ini tentu sangat strategis bagi archipelagic-state (negara-kepulauan) Indonesia yang terdiri dari lebih 17.000 pulau, 1.100 bahasa daerah, dan 1.331 suku.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.