KOMPAS.com - Siapa yang suka dongeng? Setiap 20 Maret, diperingati sebagai Hari Dongeng Sedunia.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), dongeng diartikan sebagai cerita yang tidak benar-benar terjadi, terutama menggambarkan kejadian-kejadian masa lalu.
Meski tak benar-benar terjadi, jalan cerita yang menarik, membuat dongeng disukai oleh anak-anak.
Di Indonesia, beberapa dongeng yang kerap diceritakan adalah Dongeng Sangkuriang, Roro Jonggrang, Malin Kundang, Danau Toba, hingga cerita soal Timun Mas.
Baca juga: Hari Dongeng Nasional 28 November, Bagaimana Awal Mulanya?
Lantas, bagaimana sejarah Hari Dongeng Sedunia?
Dikutip dari Days of The Year, sejarah Hari Dongeng Dunia dimulai di Swedia pada 1991.
Saat itu, mereka telah merayakan Alla Berattares Dag (Hari Semua Pendongeng) yang digelar saat ekuinoks Maret.
Tak lama kemudian, perayaan itu telah menyebar ke seluruh penjuru dunia.
Pada 1997, perayaan telah menyebar ke Australia dan Amerika Latin dan menyebar ke seluruh Skandinavia pada 2002.
Baca juga: Apakah Kopi Aman untuk Anak-anak?
Kemudian, pada 2009 menandai pertama kalinya perayaan itu dilakukan di enam benua dan 20 Maret ditetapkan sebagai Hari Dongeng Sedunia.
Saat ini, Hari Dongeng Sedunia berlangsung setiap tahun dan berpusat di sekitar tema yang berbeda.
Tujuan perayaan ini adalah untuk merayakan seni mendongeng lisan, sehingga semakin banyak orang menceritakan dan mendengarkan cerita dalam bahasa masing-masing.
Ada bukti yang menunjukkan bahwa manfaat sering dibacakan sebagai seorang anak jauh melampaui keterampilan literasi, dikutip dari BBC.
Membacakan cerita untuk anak-anak dapat menunjukkan kepada mereka tempat-tempat yang jauh, orang-orang luar biasa, dan situasi yang membuka mata untuk memperluas dan memperkaya dunia mereka.
Ini juga bisa menjadi cara yang bagus untuk membantu mereka menghadapi situasi kehidupan nyata yang perlu mereka tangani.
Baca juga: 23 April Hari Buku Sedunia, Bagaimana Sejarahnya?
Para ilmuwan telah menemukan bahwa anak-anak yang membacakan fiksi untuk mereka secara teratur merasa lebih mudah untuk memahami orang lain.
Anak-anak ini menunjukkan lebih banyak empati dan memiliki teori pikiran yang berkembang lebih baik.
Para peneliti telah menemukan bahwa aktivitas otak yang terjadi ketika kita membaca fiksi sangat mirip dengan mengalami situasi itu dalam kehidupan nyata.
Jadi, membaca tentang suatu situasi membantu anak-anak mencari cara untuk menyelesaikannya dalam kenyataan.
Baca juga: Viral, Video Boneka Squid Game di Tugu Yogyakarta, Ini Cerita Pembuatnya
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.