Oleh: Alifia Riski Monika dan Fandhi Gautama
KOMPAS.com - Demokrasi di Indonesia menyimpan banyak cerita sejak era orde lama hingga era reformasi. Rakyat dituntut untuk berpartisipasi menggunakan hak politiknya agar pesta demokrasi “tidak sia-sia”.
Keterlibatan rakyat dalam demokrasi, bukan hanya sekadar memilih, namun juga terlibat dalam pengawasan dan pemantauan agar pemimpin terbaik bisa dipilih murni dari pilihan masyarakat.
Melansir Kompas, era pemerintahan pada masa Soeharto dikenal sebagai Orde Baru 1965-1998) dengan konsep Demokrasi Pancasila. Visi utamanya adalah melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen dalam setiap aspek kehidupan masyarakat Indonesia.
Kisah demokrasi era Orde Baru juga diceritakan oleh Budiman Sudjatmiko bersama Wisnu Nugroho dalam siniar Beginu bertajuk, “Akhir Orde Baru dan Misi PRD” di Spotify.
Budiman menceritakan kisahnya dalam menyuarakan demokrasi era Orde Baru, mulai dari diadili atas aksi perlawanannya sampai kisah perjuangannya bersama Partai Rakyat Demokratik (PRD).
Penelitian mengatakan, cikal bakal PRD dibentuk pada tahun 1994 oleh sekelompok aktivis untuk mendeklarasikan pembentukan organisasi politik baru yaitu Persatuan Rakyat Demokratik (PRD).
Organisasi ini mewadahi mahasiswa, buruh, aktivis, dan petani di beberapa daerah di Indonesia yang memiliki cita-cita tentang sosialisme.
PRD berupaya menjadi oposisi yang menentang rezim Orde Baru. Kemunculan PRD merupakan organisasi pertama di Indonesia pasca 1965 dengan ideologi Marxisme.
Pada Mei 1996, PRD mengadakan kongres pertama di Sleman, Yogyakarta dan mendeklarasikan diri menjadi Partai Rakyat Demokratik (PRD) yang diketuai oleh Budiman Sudjatmiko dan Sekretaris Jenderalnya Petrus Hariyanto.
Baca juga: Perbedaan Kelompok Kepentingan dan Partai Politik
Penelitian menunjukkan, selang 5 hari setelah mendeklarasikan diri sebagai partai politik, PRD dituduh sebagai dalang aksi kerusuhan di Jakarta Pusat. Beberapa pimpinan partai ditangkap dan diadili. Akhirnya PRD ditetapkan sebagai organisasi terlarang melalui SK Mendagri No.210–221 Tahun 1997.
Meski ditetapkan sebagai organisasi terlarang, PRD tetap menjalankan program-program politisnya untuk membentuk sentimen kebencian pada Orde Baru.
PRD juga membangun struktur perlawanan dalam empat sektor di wilayah perkotaan, yaitu kaum miskin kota, buruh, mahasiswa, dan pendukung Megawati. Hal ini dipersiapkan untuk melakukan aksi kolektif pada Pemilu 1997.
PRD berhasil membangun sentimen terhadap Orde Baru dan menciptakan kesadaran masyarakat akan bobroknya pemerintahan Soeharto. Hingga pada akhirnya meletus aksi massa pada Mei 1998, yang membawa Soeharto turun dari kekuasaannya.
Dikenal sebagai salah satu aktivis reformasi yang menentang rezim Soeharto, Budiman pernah divonis penjara selama 13 tahun, karena dituduh menjadi auktor intelektualis kerusuhan 27 Juli 1996 atau Peristiwa Kudatuli.