KOMPAS.com - Belakangan, foto pernikahan beda agama sepasang kekasih di Semarang, Jawa Tengah, menjadi perbincangan hangat di media sosial.
Mempelai perempuan seorang muslim menikah dengan mempelai pria yang merupakan nasrani.
Menanggapi hal itu, Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Sa'adi mengatakan, pernikahan beda agama tidak tercatat di Kantor Urusan Agama (KUA)
Wamenag menyebut regulasi pernikahan di Indonesia berdasar pada Undang-Undang No. 16 Tahun 2019 tentang perubahan atas UU No 1 tahun 1974 tentang Perkawinan.
Dalam pasal 2 ayat 1 UU itu dijelaskan, perkawinan dianggap sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya.
"Pasal ini bahkan pernah diajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada tahun 2014, dan sudah keluar putusan MK yang menolak judicial review tersebut,” jelas Zainut, dikutip dari Kompas.com, (9/3/2022).
Bagaimana aturan nikah beda agama di Indonesia?
Baca juga: Foto Pernikahan Beda Agama di Semarang Viral di Media Sosial, Wamenag: Tidak Tercatat di KUA
Konsultan Hukum di bidang keluarga Hanna Marissa, S.H., M.Commerce menjelaskan terkait hal ini dalam sebuah artikel Justika yang dimuat Kompas.com (7/1/2022).
Hanna menjelaskan, mengacu UU Perkawinan yang berlaku, pernikahan beda agama di Indonesia tidak dianggap sah oleh hukum kecuali salah satu pihak mengikuti agama pihak lainnya.
Ini dipertegas dengan Surat Edaran dari Mahkamah Agung tanggal 30 Januari 2019 No.231/PAN/HK.05/1/2019 poin 2 yang menjelaskan tentang pencatatan perkawinan beda agama.
Baca juga: Mengenal Aturan Nikah Beda Agama dalam UU Perkawinan yang Digugat ke MK
Jika pernikahan beda agama tetap dilakukan, maka ada konsekuensi yang harus ditanggung olwh kedua belah pihak yang menjalankan pernikahan, juga anak hasil dari perkawinannya.
Hanna menyebut, dalam perkara ini konsekuensi yang paling utama adalah terkait dengan status hukum sang anak.
Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 4 disebutkan:
Kemudian damam Pasal 44 KHI disebutkan:
"Secara singkat pasal tersebut menjelaskan, apabila ada anak yang lahir dari perkawinan beda agama, maka anak tersebut hanya akan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya saja (Pasal 100, KHI)," jelas Hanna.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.