KOMPAS.com - Sebagai negara maritim yang terletak di jalur cincin api Pasifik, Indonesia rawan akan bencana alam berupa gelombang tsunami.
Tsunami bisa ditimbulkan oleh sejumlah faktor pembangkit, seperti gempa bumi besar yang bersumber di bawah permukaan laut atau letusan gunung berapi yang lokasinya ada di bawah laut.
Untuk meminimalisasi jatuhnya korban jiwa akibat tsunami, pemerintah pun melakukan beragam upaya pencegahan dan rencana mitigasi.
Salah satunya dengan memasang alarm tsunami di sejumlah titik.
Baca juga: Erupsi dan Tsunami di Tonga, Apakah Berpengaruh di Indonesia?
View this post on Instagram
Baca juga: Diterjang Tsunami, di Mana Letak Tonga?
Koordinator Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Daryono menjelaskan, BMKG telah memasang 66 unit alarm tsunami di sejumlah wilayah di Indonesia.
"Untuk sirine tsunami utama yang dibangun BMKG ada 34 unit sedangkan yang sirine tsunami rekayasa ada 32 unit," kata Daryono, Minggu (27/2/2022).
Untuk lokasinya, Daryono mengatakan ada di titik-titik rawan yang dihuni oleh banyak penduduk.
"Lokasinya di pantai padat (penduduk) rawan tsunami di Indonesia. (Untuk) Jawa di Anyer, Cilacap, Pangandaran, Parangtritis, Kulonprogo, Pacitan, Trenggalek, Banyuwangi," jelas dia.
Selain pantai-pantai di Pulau Jawa, sirine sejenis juga dipasang di sejumlah titik di Pulau Sumatera.
Baca juga: Diterjang Tsunami, di Mana Letak Tonga?
Akun Instagram @BMKG mengunggah video yang menunjukkan proses pengujian rutin bulanan alarm tsunami ini.
Dalam video berdurasi singkat yang diunggah, terdengar alarm tsunami yang fisiknya berupa tiang dengan tinggi beberapa meter itu mengeluarkan suara mendengung yang cukup keras.
Adapun bunyi sirine tersebut bisa menjangkau jarak hingga 2 km.
"Kalau yang sirine utama suara bisa sampai radius 2 km . Kalau sirine rekayasa 1 sampai 1,5 km," ujar dia.
Baca juga: Mengenang Tsunami Aceh 17 Tahun Lalu dan Upaya Mitigasi Bencana Serupa
Jika suatu saat masyarakat mendengan sirine itu berbunyi, maka diminta untuk segera melakukan evakuasi diri dan menuju tempat yang lebih aman.
Daryono menjelaskan, sirine itu sesungguhnya bukan merupakan peringatan dini tsunami.
"Sirine itu bukan peringatan dini, tapi perintah evakuasi. Jadi kalau sirine bunyi jangan lagi tanya 'ada apa ini, apa itu, apa yg terjadi', tapi kalau bunyi harus segera tinggalkan pantai," ujar Daryono.
Baca juga: Penjelasan Resmi BMKG soal Potensi Tsunami 28 Meter di Pacitan
Dengan demikian, ketika sirine berbunyi, tidak ada estimasi waktu yang bisa disampaikan kapan bahaya akan terjadi, atau berapa lama masyarakat memiliki waktu untuk bergegas pergi.
"Jadi, kapan pun sirine tsunami berbunyi, khususnya setelah terjadi gempa atau erupsi gunung api bawah laut, pastikan segera menjauh dari area pantai dan menuju ke tempat yang lebih aman, misalnya dataran yang lebih tinggi, atau yang jauh dari bibir pantai," katanya lagi.
BMKG menyebut, alat-alat itu selalu diuji coba setiap bulannya, tepatnya setiap tanggal 26, untuk memastikan alarm masih berfungsi dengan baik.
Saat uji coba dilakukan, akan ada pengumuman yang disampaikan dengan narasi sebagai berikut:
"Ini merupakan tes untuk sistem peringatan dini. Ini hanya tes."
Baca juga: Apakah Benar Akhir dan Awal Tahun Sering Terjadi Tsunami?
Infografik: Tsunami, Tanda-Tanda dan Cara Menghadapinya
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.