KOMPAS.com - Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah telah menetapkan 1 Ramadhan 1443 Hijriah akan jatuh pada 2 April 2022.
Hal itu sebagaimana tertuang dalam Maklumat Nomor 01/MLM/I.0/E/2022 tentang Penetapan Hasil Hisab Ramadhan, Syawal, dan Zulhijah 1443 H.
"1 Ramadhan 1443 H jatuh pada Sabtu Pon, 2 April 2022 M," tulis maklumat tersebut.
Masih dalam maklumat yamg sama, disebutkan Ramadhan 2022 berumur 30 hari dan 1 Syawal 1443 H atau Hari Raya Idul Fitri akan jatuh pada 2 Mei 2022.
Baca juga: Kapan Awal Puasa 2022 dan Cara Menentukan Ramadhan: NU, Muhammadiyah, dan Pemerintah
Sebagaimana metode penentuan awal bulan Hijriah yang selama ini digunakan oleh Muhammadiyah, untuk menentukan 1 Ramadhan 1443 H ini, Muhammadiyah menggunakan metode hisab.
Lebih tepatnya metode hisab hakiki wujudul hilal yang dipedomani oleh Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah.
Dilansir dari laman resmi Muhammadiyah, jika posisi bulan sudah berada di atas ufuk (pada saat terbenam matahari di seluruh Indonesia), seberapapun tingginya meski hanya 0.1 derajat, maka esoknya adalah hari pertama bulan baru.
Dalam maklumat itu dijelaskan, pada hari Jumat (1/4/2022) atau 29 Syakban 1443 H, ijtimak (saat berakhirnya bulan lalu dan munculnya bulan baru dalam penanggalan Hijriah) jelang Ramadan 1443 H terjadi pada pukul 13:27:13 WIB.
Kemudian untuk tinggi Bulan pada saat Matahari terbenam di Yogyakarta hilal sudah wujud dan di seluruh wilayah Indonesia pada saat Matahari terbenam itu Bulan berada di atas ufuk.
Baca juga: Muhammadiyah Tetapkan 1 Ramadhan 1443 H Jatuh pada Sabtu, 2 April 2022
Berbeda dengan Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama (NU) selama ini menggunakan metode rukyat dalam menghitung jatuhnya bulan baru.
NU hanya menerima laporan hilal, jika tingginya dua derajat atau lebih di atas ufuk.
Di pihak yang lain, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mencoba mengombinasikan dua metode perhitungan yang digunakan oleh Muhammadiyah dan NU itu dengan menerapkan metode imkanur rukyat.
Metode ini menyatakan ketika tinggi bulan saat terbenam Matahari di seluruh Indonesia kurang dari dua derajat, maka bulan baru tidak mungkin terlihat.
Artinya, bulan baru baru diakui masuk ketika tinggi Bulan saat terbenam Matahari sudah mencapai 2 derajat.
Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Niki Alma Febriana Fauzi menjelaskan, dalam menentukan awal bulan baru, MUI memegang kaidah “hukm al-hakim ilzamun wa yarfa? al-khilaf" yang artinya keputusan seorang hakim itu mengikat dan menghilangkan silang pendapat.
Sehingga, apapun keputusan pemerintah, dalam hal ini diwakili Kementerian Agama, akan didukung dan diikuti.
Dengan mengetahui prinsip yang dianut oleh NU dan MUI, Niki Alma menyebut, keduanya memang kurang lebih sama dan sejalan dengan pemerintah.
Baik NU maupun MUI mengakui bulan baru tiba, jika tinggi Bulan sudah lebih tinggi 2 derajat atau lebih dari ufuk.
Baca juga: Kapan Ramadhan 2022 dan Bagaimana Cara Menentukan Awal Puasa?
Niki Alma menyebut, perbedaan cara hitung bukan sesuatu yang perlu dipermasalahkan.
Sebaliknya, ketiganya tetap bisa berjalan harmonis tanpa pernah mengklaim atau menjustifikasi fatwa organisasi mereka lah yang paling benar, sementara fatwa organisasi lainnya salah.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.