Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 19/02/2022, 20:00 WIB
Luthfia Ayu Azanella,
Rendika Ferri Kurniawan

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah telah menetapkan 1 Ramadhan 1443 Hijriah akan jatuh pada 2 April 2022.

Hal itu sebagaimana tertuang dalam Maklumat Nomor 01/MLM/I.0/E/2022 tentang Penetapan Hasil Hisab Ramadhan, Syawal, dan Zulhijah 1443 H.

"1 Ramadhan 1443 H jatuh pada Sabtu Pon, 2 April 2022 M," tulis maklumat tersebut.

Masih dalam maklumat yamg sama, disebutkan Ramadhan 2022 berumur 30 hari dan 1 Syawal 1443 H atau Hari Raya Idul Fitri akan jatuh pada 2 Mei 2022.

Baca juga: Kapan Awal Puasa 2022 dan Cara Menentukan Ramadhan: NU, Muhammadiyah, dan Pemerintah

Metode hisab

Sebagaimana metode penentuan awal bulan Hijriah yang selama ini digunakan oleh Muhammadiyah, untuk menentukan 1 Ramadhan 1443 H ini, Muhammadiyah menggunakan metode hisab.

Lebih tepatnya metode hisab hakiki wujudul hilal yang dipedomani oleh Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah.

Dilansir dari laman resmi Muhammadiyah, jika posisi bulan sudah berada di atas ufuk (pada saat terbenam matahari di seluruh Indonesia), seberapapun tingginya meski hanya 0.1 derajat, maka esoknya adalah hari pertama bulan baru.

Dalam maklumat itu dijelaskan, pada hari Jumat (1/4/2022) atau 29 Syakban 1443 H, ijtimak (saat berakhirnya bulan lalu dan munculnya bulan baru dalam penanggalan Hijriah) jelang Ramadan 1443 H terjadi pada pukul 13:27:13 WIB.

Kemudian untuk tinggi Bulan pada saat Matahari terbenam di Yogyakarta hilal sudah wujud dan di seluruh wilayah Indonesia pada saat Matahari terbenam itu Bulan berada di atas ufuk.

Baca juga: Muhammadiyah Tetapkan 1 Ramadhan 1443 H Jatuh pada Sabtu, 2 April 2022

Metode yang digunakan NU dan MUI

Berbeda dengan Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama (NU) selama ini menggunakan metode rukyat dalam menghitung jatuhnya bulan baru.

NU hanya menerima laporan hilal, jika tingginya dua derajat atau lebih di atas ufuk.

Di pihak yang lain, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mencoba mengombinasikan dua metode perhitungan yang digunakan oleh Muhammadiyah dan NU itu dengan menerapkan metode imkanur rukyat.

Metode ini menyatakan ketika tinggi bulan saat terbenam Matahari di seluruh Indonesia kurang dari dua derajat, maka bulan baru tidak mungkin terlihat.

Artinya, bulan baru baru diakui masuk ketika tinggi Bulan saat terbenam Matahari sudah mencapai 2 derajat.

Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Niki Alma Febriana Fauzi menjelaskan, dalam menentukan awal bulan baru, MUI memegang kaidah “hukm al-hakim ilzamun wa yarfa? al-khilaf" yang artinya keputusan seorang hakim itu mengikat dan menghilangkan silang pendapat.

Sehingga, apapun keputusan pemerintah, dalam hal ini diwakili Kementerian Agama, akan didukung dan diikuti.

Dengan mengetahui prinsip yang dianut oleh NU dan MUI, Niki Alma menyebut, keduanya memang kurang lebih sama dan sejalan dengan pemerintah.

Baik NU maupun MUI mengakui bulan baru tiba, jika tinggi Bulan sudah lebih tinggi 2 derajat atau lebih dari ufuk.

Baca juga: Kapan Ramadhan 2022 dan Bagaimana Cara Menentukan Awal Puasa?

Perbedaan bukan masalah

Niki Alma menyebut, perbedaan cara hitung bukan sesuatu yang perlu dipermasalahkan.

Sebaliknya, ketiganya tetap bisa berjalan harmonis tanpa pernah mengklaim atau menjustifikasi fatwa organisasi mereka lah yang paling benar, sementara fatwa organisasi lainnya salah.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya

Rekomendasi untuk anda

Terkini Lainnya

Mengenal Mycoplasma, Bakteri yang Disebut Jadi Penyebab Kasus Pneumonia Misterius di China

Mengenal Mycoplasma, Bakteri yang Disebut Jadi Penyebab Kasus Pneumonia Misterius di China

Tren
Jarang Diketahui, Ini 8 Manfaat Rutin Minum Air Rebusan Daun Mangga

Jarang Diketahui, Ini 8 Manfaat Rutin Minum Air Rebusan Daun Mangga

Tren
Link dan Cara Cek Hasil Seleksi Administrasi PLD Kemendesa 2023

Link dan Cara Cek Hasil Seleksi Administrasi PLD Kemendesa 2023

Tren
Sengkarut, Investigasi yang Menguak Sisi Tergelap Manusia

Sengkarut, Investigasi yang Menguak Sisi Tergelap Manusia

Tren
Bisakah Penumpang Kereta Ekonomi Pilih Kursi yang Tidak Hadap Mundur?

Bisakah Penumpang Kereta Ekonomi Pilih Kursi yang Tidak Hadap Mundur?

Tren
Mengenal Negara-negara Transkontinental yang Wilayahnya Ada di Dua atau Lebih Benua

Mengenal Negara-negara Transkontinental yang Wilayahnya Ada di Dua atau Lebih Benua

Tren
Cara Cek Data DTKS Sudah Terdaftar atau Belum agar Dapat Bansos

Cara Cek Data DTKS Sudah Terdaftar atau Belum agar Dapat Bansos

Tren
Fenomena 'Full-Time Children' di China, Anak Muda Pilih Tidak Kerja tapi Digaji Orangtua

Fenomena "Full-Time Children" di China, Anak Muda Pilih Tidak Kerja tapi Digaji Orangtua

Tren
Sebabkan RS Penuh, Ini Dugaan Penyebab Pneumonia Misterius di China

Sebabkan RS Penuh, Ini Dugaan Penyebab Pneumonia Misterius di China

Tren
Ramai soal Standar Ganteng Tergantung Zaman, Sosiolog: Produk Sosial dan Budaya Masyarakat

Ramai soal Standar Ganteng Tergantung Zaman, Sosiolog: Produk Sosial dan Budaya Masyarakat

Tren
Gmail dan Akun Google yang Tak Aktif Akan Dihapus pada 1 Desember 2023

Gmail dan Akun Google yang Tak Aktif Akan Dihapus pada 1 Desember 2023

Tren
Cara Daftar Face Recognition Boarding Kereta Api lewat Aplikasi Access by KAI

Cara Daftar Face Recognition Boarding Kereta Api lewat Aplikasi Access by KAI

Tren
AC atau Kipas Angin, Mana yang Lebih Baik bagi Kesehatan? Ini Risetnya

AC atau Kipas Angin, Mana yang Lebih Baik bagi Kesehatan? Ini Risetnya

Tren
Tidak Dianjurkan Resign Kurang dari Setahun Kerja, Ini Risiko dan Cara Aman Melakukannya

Tidak Dianjurkan Resign Kurang dari Setahun Kerja, Ini Risiko dan Cara Aman Melakukannya

Tren
SWDKLLJ Disebut Bisa Dicairkan hingga Rp 50 Juta, Ini Penjelasan Jasa Raharja

SWDKLLJ Disebut Bisa Dicairkan hingga Rp 50 Juta, Ini Penjelasan Jasa Raharja

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com