Tidak jarang, seniman-seniman mural secara kolektif mengadakan suatu pameran karya, seperti "Sakit Berlanjut" yang diselenggarakan oleh dua kolektif seni asal Yogyakarta, yaitu Taring Padi dan Apotik Komik, pada 1999.
Salah satu seniman mural era modern ini adalah Digie Sigit. Dalam liputan yang dipublikasi oleh Visual Jalanan, pria kelahiran 1977 ini adalah seniman yang banyak membuat karya-karya stensil bertema sosial.
Selain itu, ia juga berkarya dalam seni pertunjukkan, zine, dan komik dengan tema yang sama.
Dalam siniar (podcast) Beginu bertajuk “Digie Sigit, Menghindari Anonimitas Mural untuk Menghormati Publik”, Wisnu Nugroho, Pemimpin Redaksi Kompas.com, berkesempatan mengulas pergumulan hidup dan pandangan seni sang seniman, Digie Sigit.
Sigit bercerita pengalamannya ketika turun melukis mural untuk mengkritik situasi saat era Orde Baru bersama rekan-rekannya.
Pada saat itu, kondisi perpolitikan sangatlah represif sehingga ia menganonimkan mural yang dilukisnya.
Saat itu, mural yang dilukiskan Sigit tidak bersifat fatalis atau secara terbuka mengkritik pemerintahan. Hal itu dilakukan agar tetap bisa konsisten dan aman melukis mural.
“Bisa hilang kalau dulu, Mas. Hilang beneran,” ujarnya.
Kemudian, di penghujung Orde Baru, bermunculan isu rasisme terhadap kaum Tionghoa Indonesia yang dilancarkan rezim.
Sigit dan rekan berusaha memukul balik isu tersebut secara mandiri. Meskipun begitu, diskusi kolektif antarseniman tetap dilakukan untuk menguatkan pesan tersirat yang ada di mural.
Contoh karya mural yang dituliskan Sigit dan rekan untuk memukul balik isu rasisme tersebut, yaitu “Semua Bersaudara”.
Kemudian, setelah runtuhnya Orde Baru, Sigit mulai menggunakan metode gambar dalam ekspresi muralnya.
“Di era Gus Dur, (saya) menggunakan stensil satu warna karena situasi politik masih memanas,” ucapnya.
Setelah Gus Dur turun, ekspresi mural sudah bisa bernapas lega karena atmosfer politik yang lebih rileks dan terbuka.
Pada tahun 2012, Sigit memutuskan untuk menghilangkan anonimitas mural karena ia menganggap zaman sudah mulai berbeda. Masifnya penggunaan internet berhasil mengubah pandangannya.