Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jaya Suprana
Pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan

Penulis adalah pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan.

Harapan Ibu Kota Baru

Kompas.com - 22/01/2022, 15:42 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DI ALAM demokrasi wajar apabila segala sesuatu menimbulkan pro dan kontra masyarakat, termasuk pemindahan ibu kota.

Sebenarnya pemindahan ibu kota sama sekali bukan merupakan sesuatu yang baru bagi bangsa Indonesia.

Sejarah

Dengan menyimak sejarah, maka dapat disadari Republik Indonesia sudah mengalami empat kali pemindahan ibu kota.

Pertama kali ibu kota negara kesatuan Indonesia dipindah dari Jakarta ke Yogyakarta pada 4 Januari 1946.

Selanjutnya dari Yogyakarta ke Bukittinggi pada 19 Desember 1948, kemudian pada tahun yang sama dipindahkan ke Bireun, Aceh, sebelum kembali lagi ke Jakarta.

Namun beda dengan pemindahan ibu kota Indonesia pada abad XXI, empat kali pemindahan ibu kota pada abad XX tidak dilakukan dengan pembangunan ibu kota baru serta bukan berdasar alasan banjir dan kemacetan lalu-lintas.

Namun secara gawat-darurat demi keselamatan pemerintah dari ancaman angkara murka penjajah yang tidak rela melepas Hindia Belanda sebagai jajahan yang sangat menguntungkan untuk dihisap kekayaan alamnya.

Pemindahan Jakarta ke Nusantara bukan berdasar kepentingan gawat-darurat dalam waktu mendesak akibat tekanan eksternal.

Dana

Maka wajar ada kekhawatiran tersendiri tentang pembangunan ibu kota baru yang tidak dibutuhkan secara gawat-darurat.

Namun kekhawatiran bahwa pembangunan ibu kota baru yang jelas sangat mahal biaya itu akan makin menggerogoti keuangan negara yang seharusnya diberikan ke rakyat dalam menghadapi pagebluk Corona yang kini makin menggila sebagai Omicron, ditepis oleh kesaktian mandraguna Menteri Keuangan terbaik di dunia, DR. Sri Mulyani untuk menghimpun dana yang dibutuhkan.

Juga konon beberapa negara sahabat mau pun bukan sahabat sudah siap siaga untuk melakukan penanaman modal pada ibu kota baru yang namanya sudah diresmikan sebelum didirikan, yaitu Nusantara.

Naga-naganya pembangunan ibu kota baru memang potensial mendatangkan laba bagi pihak tertentu.

Juga menarik bahwa nama ibu kota memang beda dari kelaziman nama anak sehingga dapat dipastikan namanya sebelum dilahirkan.

Pembangunan ibu kota baru yang memakan waktu cukup berkepanjangan juga siap didayagunakan sebagai alasan kuat memperpanjang masa jabatan pemerintahan yang secara konstitusional berakhir pada tahun 2024.

Mumpung konstitusi masih bisa diubah sesuai kebutuhan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com