KOMPAS.com - Panic Buying terjadi setelah pemerintah mensubsidi dan memberlakukan kebijakan minyak goreng satu harga di seluruh Indonesia Rp 14.000 per liter.
Masyarakat mendatangi toko-toko kelontong dan waralaba untuk mendapatkan minyak goreng dengan harga murah.
Berdasarkan informasi dari Kementerian Perdagangan, kebijakan ini tidak hanya dibuka beberapa hari atau minggu saja, melainkan 6 bulan lamanya.
Namun, nyatanya panic buying tidak bisa dihindarkan di hari pertama pemberlakuannya. Banyak toko langsung kehabisan stok minyak goreng. Sebagian masyarakat tidak kebagian.
Begini tanggapan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI):
Baca juga: Ahli: Subsidi Minyak Goreng Saja Tak Cukup, Harga Tinggi Bisa sampai Lebaran
Melihat fenomena panic buying semacam ini, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) memandang ada beberapa aspek yang perlu disorot.
Pertama adalah lemahnya pemahaman konsumen terkait panic buying.
"Edukasi dan kesadaran masyarakat perlu terus ditingkatkan oleh semua pihak, berkaca dari banyak kejadian- sebelumnya," kata anggota Pengurus Harian YLKI Agus Suyatno, saat dihubungi Kompas.com, Kamis (20/1/2022).
"Panic buying bukan tindakan yang smart, baik dari sisi ekonomi dan sosial," lanjut dia.
Tak hanya di pihak konsumen, Agus juga melihat kebijakan yang dibuat pemerintah kurang spesifik dan lemah dalam pengawasan.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.