Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ahli: Subsidi Minyak Goreng Saja Tak Cukup, Harga Tinggi Bisa sampai Lebaran

Kompas.com - 20/01/2022, 09:30 WIB
Nur Fitriatus Shalihah,
Rendika Ferri Kurniawan

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Harga sejumlah kebutuhan pokok masyarakat masih tinggi sejak akhir 2021, salah satunya minyak goreng.

Pemerintah berdalih harga minyak goreng yang tinggi disebabkan harga crude palm oil (CPO) tinggi.

Bahkan kemarin, harga minyak sawit mentah atau CPO sempat mencetak rekor tertinggi sejauh ini, yakni Rp 15.000 per kilogram.

Apa penyebab harga minyak goreng naik dan bagaimana solusinya?

Berikut jawaban dari ahli atau ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef):

Baca juga: Harga Minyak Goreng Rp 14.000, Imbauan Mendag, dan Sanksi jika Nekat Menaikkan Harga

Subsidi saja tidak cukup

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eisha Maghfiruha Rachbini menjelaskan, penyebab harga minyak goreng masih tinggi bukan hanya karena harga minyak nabati tinggi.

"Harga minyak goreng naik karena ada beberapa sebab. Pertama, permintaan minyak goreng naik dalam negeri naik, namun tidak diimbangi dengan kenaikan produksi/suplai. Kedua, harga CPO (crude palm oil) dunia juga sedang tinggi," ungkap Eisha kepada Kompas.com, Kamis (20/1/2022).

Saat ini, pemerintah menetapkan harga eceran tertinggi Rp 14.000 dan memberikan subsidi selisih harga.

Namun, menurut Eisha, itu saja tidak cukup. Dikhawatirkan akan terjadi panic buying.

"Karena dengan menentukan ceiling price seperti itu yang dikhawatirkan terjadi adalah excess demand atau shortage supply. Seperti yang kemarin terjadi di berita kan masyarakat jadi borong minyak goreng ya," ujar Eisha.

Lalu, sebaiknya bagaimana?

Baca juga: 5 Fakta Penurunan Minyak Goreng Jadi Rp 14.000, Dimulai dari Ritel Modern hingga Ancaman Sanksi

Dorong produksi

Menurut Eisha, untuk mengendalikan harga akibat kenaikan permintaan seperti itu, sebaiknya pemerintah mendorong produksi/suplai minyak goreng.

Dengan demikian, stabilisasi harga di pasar bisa terjadi ketika tingginya permintaan dipenuhi oleh suplai minyak goreng yang cukup.

Dia menyarankan, untuk menggenjot produksi dalam negeri karena Indonesia merupakan penghasil CPO terbesar dunia.

"Indonesia sebagai penghasil sawit dunia, untuk memenuhi kebutuhan domestik, dan ekspor. Salah satu produksi sawit untuk minyak goreng. Jadi kita trace ke datanya, peningkatan konsumsi domestik per tahun 22 persen, namun produksinya hanya meningkat 10 persen. Nah, kapasitas produksi dan produktivitas di sisi suplai harus ditingkatkan," tutur Eisha.

Solusi yang tepat perlu dijalankan oleh pemerintah supaya harga minyak goreng mahal tidak terjadi berkepanjangan.

Bahkan, jika produksi minyak dalam negeri tidak ditingkatkan, menurut Eisha, harga tinggi bisa terjadi hingga Lebaran.

"Jika terus-terus begini, mungkin kita bisa terus shortage supply sampai nanti Lebaran harganya bisa terus meroket," pungkas Eisha.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com