Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cara Mencegah dan Mengatasi Cedera Saraf Tulang Belakang

Kompas.com - 17/12/2021, 15:30 WIB
Mela Arnani,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Berita meninggalnya selebgram Laura Anna setelah sebelumnya menderita spinal cord injury atau cedera saraf tulang belakang masih ramai diberitakan.

Sebagian besar masyarakat masih mempertanyakan apa itu spinal cord injury, dan yang terjadi jika seseorang mengalami cedera saraf jenis ini.

Baca juga: Laura Anna Meninggal Dunia, 2 Tahun Alami Spinal Cord Injury, Apa Itu?

 

Apakah kejadian ini bisa dicegah agar tidak berakibat fatal hingga merenggut nyawa penderitanya?

Kerusakan pada bagian mana pun dari sumsum tulang belakang atau saraf di ujung kanal tulang belakang kerap kali menyebabkan perubahan permanen pada kekuatan dan fungsi tubuh.

Menurut artikel di Mayoclinic.org, jika baru mengalami cedera tulang belakang, seseorang mungkin merasakan efek dari cedera secara mental, emosional, dan sosial.

Apa itu cedera saraf tulang belakang

Cedera saraf tulang belakang dapat menyebabkan kecacatan secara permanen. Cedera saraf tulang belakang merupakan cedera pada tulang belakang baik langsung akibat kecelakaan atau jatuh maupun tidak langsung seperti infeksi bakteri atau virus.

Cedera tulang belakang dapat mengakibatkan terjadinya paralisis, paraplegia, depresi refleks neurologis, edema dan hipoksia jaringan.

Untuk diketahui, sel saraf pusat yang ada di sumsum tulang belakang, jika mati tidak bisa berregenerasi tidak bisa digantikan sel baru, sehingga kondisi kerusakan yang kompleks dan makin memburuk.

Sehingga sangat penting menjaga agar saraf tulang belakang tetap sehat, yang dapat dilakukan dengan menghindari hal-hal yang dapat meningkatkan risiko terkena cedera saraf tulang belakang.

Mencegah cedera saraf tulang belakang

Ketua Perhimpunan Spesialis Bedah Syaraf DKI Jakarta dr Wawan Mulyawan SpBS mengatakan, risiko terkena cedera saraf tulang belakang dapat dikurangi dengan beberapa hal, di antaranya:

  • Mengemudi mengenakan sabuk pengaman
  • Menghindari bahaya jatuh seperti tangga atau lantai kamar mandi yang licin
  • Mengenakan alat pelindung selama berolahraga, jika dibutuhkan
  • Tidak melakukan aktivitas fisik atau olahraga ekstrim seperti mendaki tebing, bersepeda gunung dan lain-lain pada orang usia lanjut, terutama wanita menopause.

Baca juga: Mengenal Spinal Cord Injury, Kondisi yang Sempat Dialami Laura Anna

 

Penanganan cedera saraf tulang belakang

Sementara itu, penanganan cedera saraf tulang belakang dapat dilakukan operasi darurat cedera saraf tulang belakang dalam mengatasi patah tulang belakang dan/atau kerusakan sumsum tulang belakang akibat patah tulang, pembekuan darah, atau jaringan lain disekitarnya yang rusak.

Beberapa penelitian menunjukkan, suntikan obat kortikosteroid bermanfaat membantu cedera tulang belakang.

“Jika terjadi kondisi yang disebut spinal shock yang bersifat sementara namun permanen jika tidak diobati,” ujar Wawan dalam keterangan yang diterima Kompas.com, Jumat (17/12/2021). 

Selain itu, bisa dilakukan operasi terjadwal (non emergency) jika tujuannya hanya untuk memperbaiki stabilitas tulang belakangnya, namun kerusakan sarafnya sudah permanen.

Adapun tujuan jangka panjang dari perawatan cedera tulang belakang meliputi:

  • Meningkatkan kemandirian dan kualitas hidup
  • Mengurangi risiko kondisi kesehatan kronis (berkelanjutan).
  • Memulihkan beberapa fungsi saraf pada cedera parsial.

Baca juga: Laura Anna Keluhkan Asam Lambung Sebelum Meninggal, Bisakah GERD Sebabkan Kematian?

Komplikasi jangka panjang cedera tulang belakang

Terdapat beberapa kemungkinan komplikasi jangka panjang dari cedera tulang belakang mungkin seperti:

  • Ketidakmampuan untuk mengatur tekanan darah atau suhu tubuh
  • Peningkatan risiko masalah jantung atau paru-paru
  • Kehilangan kontrol kandung kemih atau usus
  • Kelumpuhan pada lengan atau kaki
  • Sakit terus-menerus
  • Spastisitas, kontraktur sendi
  • Disfungsi seksual

Mayoritas orang dengan cedera tulang belakang memerlukan beberapa bentuk rehabilitasi fisik, atau terapi, baik dengan rawat inap atau rawat jalan.

Rehabilitasi dapat membantu pasien cedera saraf tulang belakang untuk dapat belajar menggunakan alat bantu seperti alat bantu jalan/walker atau kursi roda.

Selain itu, pasien juga dapat memperoleh kembali kekuatan dan mobilitas di area tubuh dengan fungsi saraf, serta memulihkan kemampuan untuk aktivitas hidup sehari-hari, seperti makan minum sendiri , berpakaian dan ke toilet.

Adapun alat prostesis (pengganti tangan atau kaki buatan) cukup andal untuk membantu aktifitas pasien mengatasi cedera saraf tulang belakang.

“Sebuah prostesis saraf dapat menggantikan fungsi yang hilang seperti prostesis lengan atau kaki,” papar Wawan.

Baca juga: Belajar dari Kondisi Laura Anna Sebelum Meninggal, Apa Itu Spinal Cord Injury?

 

Mengenal sistem saraf

Jaringan sistem saraf membawa informasi dalam bentuk impuls listrik saraf ke dan dari seluruh tubuh dan mengatur semua aktivitas tubuh.

"Unit dasar sistem saraf adalah sel saraf (neuron) yang terdiri dari badan sel, akson dan dendrit,” jelas Wawan.

Selain otak, lanjut dia, sumsum tulang belakang menjadi bagian terpenting jaringan dalam sistem saraf dan disebut sistem saraf pusat (SSP).

Sementara itu, sistem saraf lain, di luar saraf otak dan sumsum tulang belakang, disebut sebagai sistem saraf perifer.

Jalur saraf di dalam saraf tulang belakang

Wawan menjelaskan, terdapat dua sistem utama yang beroperasi menyampaikan informasi dari otak ke tubuh dan sebaliknya yang melalui sumsum tulang belakang, yaitu jalur keluar (eferen) dan jalur masuk (aferen).

Jalur keluar mengirimkan perintah dari otak ke tubuh untuk mengendalikan jalur motorik (otot gerak) dan jalur otonom yang bertugas mengendalikan jantung, usus, dan organ lainnya.

Sedangkan jalur masuk, akan mengirimkan informasi dari luar melalui kulit, otot, dan organ lainnya ke otak (jalur sensorik).

“Ini semua di sumsum tulang belakang dibentuk oleh lebih dari 20 juta akson yang tersusun dalam jalur atau traktur spinalis yang keluar dan masuk otak,” tutur Wawan.

Setiap segmen dalam sumsum tulang belakang terdiri dari segmen servikal, segmen totakal, segmen lumbal dan segmen sakral.

Segmen daerah servikal mengontrol saraf ked an dari leher, lengan, dan tangan dan saraf di daerah torakal mengontrol saraf ke dan dari daerah dada depan dan belakang serta isinya.

Sementara itu, saraf di daerah segmen lumbal mengontrol saraf ke dan dari daerah pinggul dan kaki, sedangkan saraf dari segmen sakral mengontrol daerah ked an dari jari kaki dan beberapa bagian kaki.

“Mereka tampak secara anatomi, walau terlihat kecil, dari setiap segmen itu dan terhubung ke daerah tertentu dari tubuh,” paparnya.

Terdapat dua kerusakan akibat cidera saraf tulang belakang, yaitu kerusakn langsung akibat benturan atau penekanan (kerusakan primer) dan kerusakan tambahan (ikutan/sekunder).

  • Kerusakan langsung

Cedera pada saraf tulang belakang biasanya terjadi akibat trauma pada tulang belakang mulai dari leher/servikal sampai tulang belakang sakral.

Tulang yang retak atau patah akan menekan sumsum tulang belakang atau bahkan merobeknya.

Cedera saraf tulang belakang dapat saja terjadi tanpa patah tulang belakang yang jelas, namun sebaliknya seseorang bisa saja mengalami patah tulang belakang tanpa terjadi cedera tulang belakang. Namun, pada sebagian besar cedera saraf tulang belakang, sumsum tulang belakang tertekan atau robek.

Sedangkan berat ringannya kerusakan saraf tergantung pada kekuatan penekanan saraf oleh tulang belakangnya, keras ringannya energy yang menghantam, dan lamanya penekanan atau lamanya pertolongan.

  • Kerusakan tambahan

Kerusakan sekunder dapat terjadi akibat terus berlangsungnya keruskaan primer karena kurang cepatnya pertolongan atau tidak tepatnya pertolongan, sehingga kerusakan yang seharusnya lebih ringan, menjadi lebih berat atau menjadi permanen dibandingkan kerusakan langsung di awal cedera/benturan.

Oleh sebab itu, begitu banyak kerusakan yang muncul setelah cedera awal, maka menjadi penting proses-proses kecepatan dan ketepatan penanganan untuk mempertahankan sebanyak mungkin fungsi saraf sensorik, motorik dan otonom.

Dalam beberapa menit setelah kecelakaaan atau cedera, jika tidak segera ditangani, menyebabkan pengiriman nutrisi dan oksigen yang tidak cukup ke sel saraf, dan sel sarf akhirnya mati permanen.

Ketika sel saraf di sumsum tulang belakang, akson, atau astrosit cedera, jika tidak ditangani dengan cepat dan tepat, bahkan akan bisa merusak dirinya sendiri (self-destruction) akibat memproduksi bahan kimia beracun yang disebut zat radikal bebas.

Baca juga: 10 Temuan Arkeolog Terbesar di Dunia Sepanjang 2021

 

Dampak cidera saraf tulang belakang

Sel saraf pusat yang ada di sumsum tulang belakang jika mati tidak bisa beregenerasi atau tidak bisa digantikan sel baru, menyebabkan kondisi kerusakan yang kompleks dan makin memburuk.

Sehingga, jika sel saraf di sumsum tulang belakang mati (mati langsung atau mati akibat lambat atau salahnya penanganan, akan menyebabkan fungsi-fungsi saraf sensorik seperti rasa dan nyeri menghilang.

Begitu pula fungsi saraf motorik (gerak) juga bisa hilang sehingga lengan dan tangan atau tungkai dan kaki menjadi lemah bahkan lumpuh.

Baca juga: [POPULER TREN] Sudah Terdeteksi di Indonesia, Apa Gejala Omicron?

Jika saraf otonom yang rusak maka konsekuensinya bisa terjadi gangguan buang air kecil atau buang air besar, suhu tubuh, tekanan darah dan sistem sirkualasi darah bahkan pada laki-laki bisa menyebabkan alat vitalnya tidak bisa ereksi.

Beberapa akson di sel saraf mungkin tetap utuh, dan masih mampu membawa sinyal ke atas atau ke bawah sumsum tulang belakang, tapi karena jumlahnya mungkin terlalu sedikit tidak mampu untuk menjalankan fungsi saraf dengan normal.

Orang dengan cedera di atas tulang leher bagian atas bahkan memerlukan alat bantu nafas (ventilator) untuk tetap bisa bernapas.

Akibat tambahan dari cedera saraf tulang belakang bisa berlanjut. Cedera tulang yang membuat berbaring terlalu karena lumpuh akan menyebabkan luka akibat tubuh menekan alas tidur atau disebut decubitus.

Selain itu, juga mudah terkena infeksi, biasanya sistem paru-paru dan dan saluran kencing. Bahkan pada beberapa kasus bisa menyebabkan peningkatan tekanan darah yang dapat mengancam nyawa.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com