Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Begini Aturan Pajak bagi UMKM atau Pengusaha Olshop

Kompas.com - 26/11/2021, 16:05 WIB
Rosy Dewi Arianti Saptoyo,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Setiap pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), termasuk pengusaha online shop (olshop), wajib membayar pajak ketika mendapat omzet ratusan hingga miliaran rupiah per tahun.

Belakangan, warganet ramai memperbincangkan unggahan seorang pelaku usaha olshop terkait surat imbauan kewajiban pajak Rp 35 juta dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP) di bawah naungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Penjual di marketplace Shopee ini mendapat surat imbauan kewajiban pajak, dan mengaku tak tahu adanya pajak dagangan yang dikenakan kepadanya. Ia juga disebut tidak memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP).

Belajar dari kasus tersebut, sebenarnya bagaimana aturan pajak bagi UMKM atau pengusaha olshop?

Baca juga: Ilustrasi dari Kemenkeu tentang Pajak Pulsa dan Kartu Perdana

Aturan pajak bagi UMKM atau pengusaha online

Pajak 0,5 persen untuk UMKM

Pajak atas UMKM diberikan kepada penjual baik melalui e-commerce ataupun toko ritel sebesar 0,5 persen dari penghasilan bruto jika penghasilan brutonya tidak melebihi Rp 4,8 miliar dalam satu tahun.

Hal ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2018.

PP tersebut bahkan menurunkan tarif pajak yang sebelumnya 1 persen, menjadi 0,5 persen. Tarif ini dikenakan berdasarkan penghasilan bruto.

Baca juga: 5 Penyebab Harga Minyak Goreng Masih Mahal

Selain memberikan pengurangan pajak penghasilan (PPh) final menjadi 0,5 persen, PP Nomor 23 Tahun 2018 juga mengatur mengenai alokasi waktu pembayaran pajak.

Alokasi waktu ini dapat digunakan UMKM untuk belajar pembukuan dan pelaporan keuangan yaitu 7 tahun untuk wajib pajak (WP) perorangan, 4 tahun untuk WP badan usaha berbentuk koperasi, CV, atau firma, dan 3 tahun untuk WP badan berupa perseroan terbatas.

Adapun DJP akan mengirimkan surat kepada wajib pajak, agar wajib pajak bisa memberikan klarifikasi terkait kewajiban perpajakannya.

Baca juga: Bantuan Kuota Internet Kemendikbud November Cair, Ini Cara Mengeceknya

Pajak untuk omzet lebih dari Rp 4,8 miliar

Foto dirilis Rabu (27/10/2021), memperlihatkan proses menjahit kain perca di UMKM Safina Quilt, Balikpapan, Kalimantan Timur. Di tangan Lily Handayani, pemilik UMKM Safina Quilt, limbah sisa jahitan pakaian yang biasa disebut kain perca tersebut mampu disulap menjadi barang yang bernilai ekonomi.ANTARA FOTO/YULIUS SATRIA WIJAYA Foto dirilis Rabu (27/10/2021), memperlihatkan proses menjahit kain perca di UMKM Safina Quilt, Balikpapan, Kalimantan Timur. Di tangan Lily Handayani, pemilik UMKM Safina Quilt, limbah sisa jahitan pakaian yang biasa disebut kain perca tersebut mampu disulap menjadi barang yang bernilai ekonomi.

Diberitkaan Kompas.com, Rabu (24/11/2021), Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Kemenkeu Neilmaldrin Noor mengatakan, besaran jumlah pajak yang harus dibayarkan oleh Wajib Pajak, termasuk oleh pelaku usaha digital, sangat bergantung dari peredaran usaha (omzet) serta berapa lama kewajiban perpajakannya tidak dipenuhi.

"Jika omzetnya melebihi Rp 4,8 miliar per tahun berlaku skema penghitungan secara normal melalui pembukuan atau norma penghitungan penghasilan neto," jelas dia.

Hal ini diatur berdasarkan Undang-Undang PPh Pasal 17.

Baca juga: Netflix, Diburu Sri Mulyani, Dirangkul Nadiem Makarim

Pasal 17 ayat 5 yaitu besarnya pajak yang terutang bagi Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang terutang pajak dalam bagian tahun pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (4), dihitung sebanyak jumlah hari dalam bagian tahun pajak tersebut dibagi 360 (tiga ratus enam puluh) dikalikan dengan pajak yang terutang untuk 1 (satu) tahun pajak.

Berdasarkan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), penghasilan Rp 500 juta - Rp 5 miliar akan dikenakan pajak 30 persen.

Sementara, di atas Rp 5 miliar per tahun akan dikenakan pajak 35 persen.

Baca juga: Ramai soal NIK dan NPWP Digabung, Siapa Saja yang Wajib Bayar Pajak?

UU HPP berlaku 2022

Piala Juara WSBK 2021 Mandalika buatan seniman UMKM BaliFoto: IMI Piala Juara WSBK 2021 Mandalika buatan seniman UMKM Bali

Setelah disahkannya UU HPP, pemerintah bakal membebaskan PPh untuk UMKM perseorangan dengan penghasilan di bawah Rp 500 juta per tahun.

"Selama ini UMKM kita tidak ada batas tadi sehingga peredaran bruto yang hanya Rp 10 juta sampai Rp 100 juta per tahun, dia tetap kena pajak 0,5 persen. Jadi ini sangat jelas banyak sekali usaha kecil mikro yang peredaran bruto di bawah Rp 500 juta tak lagi bayar tarif 0,5 persen," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani sebagaimana diberitakan Kompas.com, Jumat (8/10/2021).

UMKM yang berpenghasilan di bawah Rp 500 juta per tahun yang semula dikenakan PPh final 0,5 persen, akan dikenai pajak menjadi 0 persen.

Namun, hal ini baru akan berlaku pada Tahun Pajak 2022, tepatnya pada 1 April 2022.

Baca juga: Ramai Twit Valentino Rossi Tak Akan Lolos Tes SIM C di RI, Ada Apa?

Berikut ini contoh mekanisme perhitungannya.

1. UMKM dengan penghasilan Rp 35 juta per bulan

Penghasilan bruto × 12 bulan Rp 35 juta × 12 (bulan) = Rp 420 juta per tahun.

Artinya, UMKM tersebut tidak dikenakan pajak karena penghasilan di bawah Rp 500 juta per tahun.

2. UMKM dengan penghasilan Rp 100 juta per bulan

Penghasilan bruto × 12 bulan Rp 100 juta × 12 (bulan) = Rp 1,2 miliar per tahun.

Karena penghasilan Rp 1,2 miliar sudah masuk penghasilan kena pajak (PKP), maka dikenakan PPh final 0,5 persen, dengan rincian 5 bulan pertama bebas pajak, dan bulan 6-12 berikutnya kena pajak 0,5 persen.

Penghasilan bruto 7 bulan × 0,5 persen = Rp 700 juta × 0,5 persen = Rp 3,5 juta.

Baca juga: Berapa Penghasilan Tidak Kena Pajak dan Wajibkah Lapor SPT Tahunan?

(Sumber: KOMPAS.com/Ahmad Naufal Dzulfaroh, Fika Nurul Ulya | Editor Inggried Dwi Wedhaswary, Erlangga Djumena)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com