Tampil selama nyaris empat jam tanpa jeda adalah Ardit Erwanda, Bene Dion, Muhadkly Acho, Aci Resti, Ge Pamungkas, Kristo Imanuel, Arie Kriting, Ernest Prakasa, dan Soleh Solihun.
Masing-masing komika diberi waktu sekitar 15 menit, kecuali Soleh lebih dari 30 menit.
Selain tampil sebagai komika, Soleh tampil sebagai pendakwah yang mengajak penonton merenung setelah tertawa-tawa melihat hidup masing-masing. Untuk peran ini, 30 menit tetap terasa kurang.
Panggung yang digelar dengan syarat penonton sudah vaksin dua kali dan negatif antigen sebelum masuk gedung pertunjukan ini sukses untuk semua kategorinya.
Komika dan penonton sama-sama terhibur. Kerinduan keduanya terjawab karena ada perjumpaan lagi bernama panggung.
Sponsor yang mengambil risiko juga beruntung karena tercatat dalam sejarah sebagai sponsor yang berani bertaruh untuk sesuatu yang belum tentu membawa untung.
Saya sendiri sangat beruntung menatap terus-menerus ke arah panggung. Letupan energi sembilan komika yang mengisahkan hidupnya selama dua tahun tidak bertemu panggung sampai ke saya, juga penonton lainnya.
Letupan energi sembilan komika itu bernama keluarga. Di semua tawa yang pecah, sembilan komika sedang bercerita tentang kekuatan keluarga.
Keluarga yang jadi bahan cerita mulai dari ayah, ibu, pasangan, dan bahkan anak-anak adalah sumber kekuatan sembilan komika.
Kemampuan merefleksikan peristiwa dalam keluarga sehingga punya makna apakah itu duka atau tawa menjadi sumber energi sembilan komika.
Sekali lagi, beruntung saya dapat kesempatan pertama untuk panggung bertema keluarga dengan segala kerumitan dan persoalannya meskipun hanya cocok untuk penonton dewasa.
Tema remeh-temeh seperti kepanikan anak tujuh tahun yang ereksi dan bagaimana ayah menyikapi dan berusaha menjelaskan adalah tanda kejelian dan keleluasaan pembahasan tema.
Generasi kita makin terbuka, makin bisa terus terang atau apa adanya, makin bisa merespons perbedaan dengan sikap yang wajar juga. Kabar baik ini tentunya.
Dari panggung sembilan komika itu saya terutama berkaca soal keluarga. Sambil melihat ke dalam seperti ajakan Soleh di akhir panggung, saya teringat kisah Ibu Trimah (69), yang tinggal di Magelang, Jawa Tengah.
Karena sakit persendian dan karenanya menggunakan kursi roda, Trimah diserahkan ketiga anaknya ke panti jompo Griya Lansia Husnul Khatimah di Malang, Jawa Timur.