Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Kasus Pengaturan Skor Sepak Bola Indonesia Masih Terjadi?

Kompas.com - 04/11/2021, 16:05 WIB
Dandy Bayu Bramasta,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Lima mantan pemain Perserang Serang mendapatkan hukuman dari Komisi Disiplin (Komdis) PSSI usai terlibat pengaturan skor pertandingan Liga 2.

Lima pemain itu adalah Eka Dwi Susanto, Fandi Edi, Ivan Julyandhi, Aray Suhendri, dan Ade Ivan Hafilah.

Diberitakan Kompas.com, Rabu (3/11/2021), dari lima nama di atas, Eka Dwi Susanto menjadi pemain yang mendapatkan hukuman paling berat.

Gelandang berusia 26 tahun itu dihukum larangan beraktivitas di dunia sepak bola nasional, termasuk masuk stadion, selama 60 bulan (5 tahun) dan denda Rp 30 juta.

Eka Dwi Susanto dkk dihukum larangan bermain dan denda karena melanggar Pasal 64 Kode Disiplin PSSI 2018 tentang korupsi atau suap.

Baca juga: Suporter Sering Berulah, Ada Apa dengan Sepak Bola Kita?

Dipecat tidak hormat

Sebelumnya, Eka Dwi Susanto dan empat pemain lainnya sudah dipecat secara tidak hormat oleh manajemen Perserang pada 29 Oktober 2021.

Keputusan itu diambil Perserang setelah menemukan bukti digital percakapan pemain dengan pihak luar yang mengarah ke pengaturan skor atau match fixing.

Dugaan pengaturan skor itu mulai muncul setelah Perserang kalah 1-4 dari Badak Lampung FC pada laga pekan kelima Grup B Liga 2, Senin (25/10/2021).

Adapun jauh sebelum ini, sepak bola Indonesia pernah beberapa kali diterjang skandal pengaturan skor.

Baca juga: Viral Pemain Timnas Sepak Bola Putri Indonesia Disebut Alami Diskriminasi

Mengapa kasus pengaturan skor sepak bola Indonesia masih terjadi?

Diberi celah untuk masuk

Asisten pelatih Perserang, Tema Mursadat, saat memberi keterangan pers.KOMPAS. com/RAHMADHANI Asisten pelatih Perserang, Tema Mursadat, saat memberi keterangan pers.

Pengamat sepak bola Indonesia sekaligus Koordinator Save Our Soccer (SS) Akmal Marhali mengatakan, penyebab masih saja terjadinya kasus pengaturan skor di sepak bola Indonesia yakni karena adanya ruang.

"Karena diberi celah untuk masuk. Pengaturan skor itu seperti narkoba. Candu. Ada peluang sedikit, maka para pencandu akan mengulanginya," ujar Akmal kepada Kompas.com, Kamis (4/11/2021).

Apalagi, kata Akmal, kalau ternyata "diizinkan" oleh pemilik rumah, dalam hal ini federasi sepak bola Indonesia, PSSI.

Menurutnya, diizinkan dalam artian bahwa PSSI sebenarnya mengetahui adanya kasus pengaturan skor tersebut, namun seakan tidak peduli.

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Persib Bandung Lahir, Berikut Perjalanannya...

Lebih lanjut, Akmal mengatakan, kasus pengaturan skor di sepak bola Indonesia motif utamanya karena uang.

"Match fixing bukan bagaimana timnya menang, tapi juga bagaimana timnya kalah. Tergantung pesanannya apa. Ujung-ujungnya uang, wani piro?," ungkap dia.

"Kalau ada cara mudah dapat duit, kenapa cari yang susah? Ini sudah bicara moralitas. Dan, karena selama ini tidak ada penanganan yang tegas akhirnya dianggap dibolehkan," imbuhnya.

Baca juga: Cikal Bakal PSSI, Organisasi Sepak Bola yang Berawal dari Gerakan Menentang Belanda

Bagaimana cara memeranginya?

Menurut Akmal, ada banyak cara yang bisa dilakukan untuk memerangi match fixing atau pengaturan skor di sepak bola Indonesia.

Dia mencontohkan, di negara bagian Victoria, Kepolisian Australia memiliki unit tetap menangani match fixing, bernama Sport Integrity Intelligence Unit.

Kemudian, di La Liga, Spanyol, memiliki badan khusus dari kepolisian bernama Operasi Oikos untuk mengawal kompetisi dari tangan jahat mafia.

Baca juga: Selain Gubernur Kalteng, Ini Aksi Fanatisme Sepak Bola oleh Kepala Daerah

Selanjutnya, di Korea Selatan, kata Akmal, mempunyai sentra pelaporan di bawah Kementerian Olah Raga bernama The Sports Corruption Reporting Center.

"Olahraga kita butuh densus anti match fixing. Sambil DPR juga menyiapkan perangkat hukum agar pelaku kejahatan pengaturan skor mendapatkan hukuman berat karena jenisnya setara korupsi dan pembunuhan," kata Akmal.

"Kita kan baru bergerak kalau kasusnya ketahuan. Hukumannya pun serampangan. Hanya pemain. Tidak dilakukan pengusutan, penyelidikan, dan penyidikan secara mendalam untuk menemukan aktor intelektualnya. Kasus Perserang misalnya, jangan sampai putus di lima pemain. Mereka hanya wayang. Yang harus dikejar siapa dalangnya," sambung dia.

Baca juga: Mengenal Soeratin Sosrosoegondo, Ketua Umum Pertama PSSI, Insinyur Pencinta Sepak Bola...

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com