Hukuman yang diberikan juga harus proporsional.
"Polisi tunduk pada sanksi pidana, etik, dan disiplin. Jika diduga ada pelanggaran pidana, misalnya melakukan kekerasan berlebihan, maka harus diproses pidana dan etik. Jangan hanya diproses etiknya saja dan hukumannya ringan. Hal tersebut pasti akan ada perulangan, tidak ada efek jera," kata Poengky.
Berikutnya, adalah pendidikan dan pelatihan harus diberikan berulang-ulang dengan menekankan perlunya polisi patuh pada hak asasi manusia (HAM).
Ia mengatakan, Polri sejatinya telah memiliki Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.
"Perlu reedukasi, resosialisasi, dan praktik terus-menerus," ujar Poengky.
Menurut Kompolnas, perlu dilakukan pula penguatan pengawas internal agar lebih kuat dan mandiri.
Ia menyebutkan, Kompolnas pernah mengusulkan agar Inspektur Pengawasan Daerah (Irwasda) dinaikkan pangkat 1 tingkat menjadi bintang 1 dan bertanggung jawab langsung di bawah Inspektur Pengawasan Umum Polri (Irwasum).
"Reformasi kultural Polri tetap harus digelorakan setiap saat agar anggota Polri benar-benar dapat melaksanakan tugasnya secara profesional, mandiri, humanis dan menghormati hak asasi manusia," kata Poengky.
Terakhir, menurut dia, kemajuan teknologi penting untuk membantu pengawasan anggota Polri di lapangan.
Khususnya Reskrim, Res Narkoba, Sabhara, Lalu Lintas, dan Brimob, perlu dibekali kamera tubuh atau body camera, dan dashboard camera, sekaligus sebagai akuntabilitas.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.