Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hari Ini dalam Sejarah: Erupsi Merapi dan Kematian Mbah Maridjan

Kompas.com - 26/10/2021, 08:05 WIB
Rosy Dewi Arianti Saptoyo,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Hari ini 11 tahun yang lalu, atau tepatnya pada 26 Oktober 2010, Gunung Merapi kembali meletus.

Sedikitnya 32 orang menjadi korban dari erupsi Gunung Merapi, dan satu di antaranya merupakan juru kunci atau kuncen Gunung Merapi, Mbah Maridjan.

Ledakan pada 2010 disebutkan lebih besar dibandingkan letusan yang terjadi pada 1872.

Baca juga: 5 Bencana di Awal 2021, dari Longsor Sumedang hingga Erupsi Gunung Semeru

Dahsyatnya letusan tersebut tercata menyebabkan 291 rumah rusak dan satu tanggul di Desa Ngepos jebol akibat luapan lahar dingin.

Gunung Merapi merupakan salah satu gunung api yang paling aktif hingga kini.

Waktu itu, ketika status Merapi berubah, dari siaga menjadi awas, Mbah Marijdan dan beberapa warga Desa Pelemsari, Kelurahan Umbulharjo, Cangkringan, Sleman tetap bertahan di rumah mereka.

Baca juga: Mengenal Sabo Dam, Solusi Penanggulangan Banjir Lahar Gunung Merapi...

Status menjadi awas

Boyolali di masa lampau dengan pemandangan Gunung Merapi dan Gunung MerbabuTropenmuseum Boyolali di masa lampau dengan pemandangan Gunung Merapi dan Gunung Merbabu

Diberitakan Harian Kompas, 25 Oktober 2010, status Gunung Merapi berubah dari siaga menjadi awas pada pukul 06.00 WIB.

Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Badan Geologi Surono mengatakan, status dari siaga ke awas didasarkan data visual dan instrumental selama empat hari yang meningkat tajam.

Sebelum 21 Oktober 2010, saat status dinaikkan dari waspada menjadi siaga, jumlah guguran material di bawah 100 kali per hari. Namun, sejak 23 Oktober, guguran mencapai di atas 180 kali per hari.

Baca juga: Ramai Foto Diduga Meteor Jatuh di Puncak Gunung Merapi, Ini Penjelasan Lapan

Deformasi puncak hingga 21 Oktober hanya 10,5 sentimeter per hari, kemudian meningkat mencapai 42 cm per hari. Kondisi itu menandakan magma dari perut gunung sudah semakin mendekati puncak.

Gunung Merapi saat itu berpotensi eksplosif dengan pola letusan menyemburkan material ke berbagai arah.

Erupsi eksplosif terakhir Merapi, terjadi pad 1930.

Baca juga: Viral Langit Merah di Muaro Jambi, Ada Apa?

Erupsi Merapi cenderung bersifat efusif

Awan panas guguran Merapi tanggal 26 Juli 2021 pukul 23.51 WIB dan 23.55 WIB terekam di seismogram dengan amplitudo 30mm durasi 187 detik dan 148 detik. Jarak luncur 2.500 m ke arah barat daya. BPPTKG Awan panas guguran Merapi tanggal 26 Juli 2021 pukul 23.51 WIB dan 23.55 WIB terekam di seismogram dengan amplitudo 30mm durasi 187 detik dan 148 detik. Jarak luncur 2.500 m ke arah barat daya.

Letusan besar yang terjadi menelean korban hingga 1.367 orang.

Sejak saat itu, erupsi Merapi cenderung bersifat efusif dengan karakteristik aliran lava dan awan panas piroklastik, atau yang populer disebut wedhus gembel, yang mengarah ke satu arah saja.

Terkait peningkatan status menjadi awas, sekitar 40.000 warga di kawasan rawan bencana III (radius 10 kilometer) sekeliling Merapi mulai diungsikan.

Baca juga: Merapi Erupsi, Berikut Wilayah yang Dilanda Hujan Abu

Mereka berasal dari 12 desa yang tersebar di Sleman (7 desa), Magelang (2 desa) dan Klaten (3 desa). Evakuasi dilakukan di sisi selatan dan barat daya Merapi yang menjadi sisi deformasi (penggembungan) dan guguran material lava.

Kendati demikian, peningkatan status ini tidak mengubah aktivitas harian Mbah Maridjan, juru kunci Merapi.

Mbah Marijan mengaku masih "kerasan" tinggal di Dusun Kinahrejo, Umbulharjo, Cangkringan, Sleman, yang berjarak sekitar 4 km dari puncak Merapi.

Ia berdoa dan berharap Merapi tidak meletus.

Baca juga: Catatan Erupsi Gunung Semeru 30 Tahun Terakhir

Mbah Maridjan saat erupsi terjadi

Asih atau Mas Lurah Suraksosihono menerima surat kekancingan juru kunci Gunung Merapi dari GBPH H Joyokusumo di Bangsal Kasatriyan, Keraton Yogyakarta, DI Yogyakarta, Senin (4/4/2011). Asih yang merupakan anak dari Mbah Maridjan diangkat menjadi abdi dalem juru kunci Gunung Merapi sebagai ayahnya. TRIBUNJOGJA.COM/ HASAN SAKRI GHAZALI Asih atau Mas Lurah Suraksosihono menerima surat kekancingan juru kunci Gunung Merapi dari GBPH H Joyokusumo di Bangsal Kasatriyan, Keraton Yogyakarta, DI Yogyakarta, Senin (4/4/2011). Asih yang merupakan anak dari Mbah Maridjan diangkat menjadi abdi dalem juru kunci Gunung Merapi sebagai ayahnya.

Dusun Kinahrejo merupakan dusun tertinggi, yang paling dekat dengan puncak Merapi.

Di dusun kediamannya, Mbah Maridjan masih beraktivitas seperti biasa meski status Gunung Merapi berstatus waspada, siaga, bahkan awas.

Pada 26 Oktober 2010, terjadi erupsi yang diikuti sirene panjang memicu kepanikan warga pukul 17.58.

Mengutip Harian Kompas, 27 Oktober 2021, saat itu, Mbah Maridjan tengah menunaikan shalat Maghrib di masjid yang terletak beberapa ratus meter dari rumahnya.

Baca juga: Viral, Video Boneka Squid Game di Tugu Yogyakarta, Ini Cerita Pembuatnya

Ia menolak dievakuasi dan tetap berada di masjid bersama satu anak lelakinya. Sementara, cucu-cucu, menantu, dan kerabatnya dijemput kendaraan untuk mengungsi.

Beberapa menit sebelum gemuruh panjang terdengar dari arah Gunung Merapi, Mbah Maridjan tengah bercengkerama bersama menantu dan kerabatnya. Mereka terdiam ketika terdengar gemuruh panjang dari arah Gunung Merapi.

Sekitar pukul 17.20, juru kunci Gunung Merapi itu pun pamit pergi ke masjid. Meskipun masuk dalam kawasan rawan bencana, Mbah Maridjan bersikukuh tidak mengungsi.

Baca juga: Gunungkidul Berlakukan Aturan Ganjil Genap, Ini Informasi Lengkapnya

Hingga pukul 20.00, Mbah Maridjan masih bertahan di rumahnya. Diduga belasan warga Kinahrejo turut bertahan di rumah masing-masing mengikuti Mbah Maridjan.

Semburan abu vulkanik dan kerikil terjadi menyusul erupsi eksplosif Gunung Merapi, Selasa (26/10) pukul 18.10 WIB.

Hujan abu vulkanik putih kecoklatan terpapar hingga Jalan Kaliurang Km 15, sekitar kawasan Pakem, Sleman, dan daerah lain.

Baca juga: Sejarah dan Asal-usul Nama Yogyakarta

Korban akibat erupsi Merapi

Hujan abu vulkanik Gunung Merapi, di Desa Kapuhan, Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang, Senin (16/8/2021).Dok. Pusdalops BPBD Kabupaten Magelang Hujan abu vulkanik Gunung Merapi, di Desa Kapuhan, Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang, Senin (16/8/2021).

Menurut Kepala Desa Hargobinangun Bejo Wiryanto, hujan abu vulkanik tersebut baru pertama kali terjadi sejak 1967. Hal serupa dikatakan sejumlah warga Kaliurang yang mengungsi di Kantor Balai Desa Hargobinangun.

Dilansir dari Harian Kompas, 27 Oktober 2021, menurut Kepala Bagian Operasi Kepolisian Resor Sleman Komisaris Arthur Simamora, situasi terparah hingga 26 Oktober 2010 malam, melanda Dusun Kinahrejo.

Dusun itu masih sulit ditembus karena terkubur materi vulkanik setebal 5 sentimeter.

Sejumlah pohon tumbang dan lampu mati juga mempersulit proses evakuasi di desa tempat tinggal Mbah Marijan tersebut.

Baca juga: Gunung Merapi Muntahkan Lava Pijar dan Trending di Twitter, Sudahkah Masuk Fase Erupsi?

Hingga pukul 21.00 WIB, ada tujuh pasien dengan luka bakar yang berada di Rumah Sakit Panti Nugroho, Sleman. Empat di antaranya dirujuk ke Rumah Sakit Umum Pusat Dr Sardjito. Mereka menderita luka bakar hingga 63 persen.

Menurut dokter jaga di RS Panti Nugroho, Adi Mulyanto, mayoritas pasien terluka parah karena menghirup asap dan terkena benda panas.

Di RSUP Sardjito hingga pukul 23.00 WIB, ada sembilan korban luka bakar kategori berat. Mereka warga Umbulharjo, Cangkringan.

Akibat kejadian ini, sebanyak 32 orang meninggal termasuk Mbah Maridjan dan wartawan Vivanews.com, Yuniawan Wahyu Nugroho. Juru kunci Merapi tersebut ditemukan tewas di rumahnya.

Baca juga: 27 Tempat Wisata di Gunungkidul yang Sudah Dibuka Kembali

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: Tahapan Status Gunung Merapi Beserta Langkah-langkah yang Perlu Dilakukan Masyarakat

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com