Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jaya Suprana
Pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan

Penulis adalah pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan.

Bartok adalah Tantonya Hungaria

Kompas.com - 17/10/2021, 11:23 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SAYA tak pernah henti mengagumi perjuangan Sutanto (lebih tersohor dengan sebutan Tanto Mendut) yang gigih menggali, melestarikan dan mengembangkan musik rakyat berakar di bumi kawasan lembah Merapi yang memang sejak dahulu kala merupakan pusat kebudayaan dan peradaban Jawa.

Energi Tanto yang juga menyandang gelar Presiden Lima Gunung memang luar biasa dahsyat menggelora seperti ledakan gunung Merapi.

Secara berkala Tanto rutin menyelenggarakan Festival Lima Gunung berskala internasional. Pendek kata, Tanto keren!

Bela Bartok

Saya merasakan kesama-sejajaran antara yang telah dilakukan Tanto Mendut di Indonesia dengan Bela Bartok di Hungaria.

Memang mereka berdua merupakan dua mahatokoh musik sama-sama menggali demi melestarikan lalu mengembangkan musik rakyat negeri masing-masing.

Hanya beda dalam hal jarak geografis sekitar sepuluh ribu kilometer saja bahwa Bartok berkarsa dan berkarya di Hungaria sementara Tanto berkarsa dan berkarya di Indonesia.

Juga beda masa: Bartok berkarya pada abad XX sementara Tanto berkarya sejak menjelang akhir abad XX sampai masuk ke dalam abad XXI sampai saat naskah ini saya tulis masih berlanjut.

Namun Bartok tidak mampu menggungguli Tanto dalam satu hal. Tanto menggali, melestarikan, dan mengembangkan musik rakyat dengan secara langsung melibatkan bahkan mengutamakan rakyat untuk mempergelar musik rakyat melalui penyelenggaraan Festival Lima Gunung yang memang tiada dua di marcapada ini.

Kerakyatan

Bela Bartok mempelajari musik rakyat Hungaria sebagai ojek bahan studi yang kemudian dimaanfatkan sebagai sukma mahakarya-mahakarya musik pribadi sang mahakomponis Hungaria.

Sementara Tanto tidak memanfaatkan musik rakyat terbatas hanya sebagai objek studi namun secara nyata memberikan kesempatan bagi para pemusik dan penari rakyat untuk tampil sebagai para tokoh utama pergelaran seni musik dan seni tari pada penyelenggaraan Festival Lima Gunung.

Maka dalam membandingkan Bartok dan Tanto tanpa sedikit pun mengurangi rasa hormat kepada Bartok, saya sebagai warga Indonesia yang bangga atas mahakarya bangsa Indonesia memilih pemaklumatan bukan Tanto adalah Bartoknya Indonesia namun Bartok adalah Tantonya Hungaria.

Selamat terus menerus bermahakarsa dan bermahakarya sampai akhir zaman, Mas Tanto!

Merdeka!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com