Berdasarkan verifikasi Kompas.com sejauh ini, informasi ini tidak benar.
KOMPAS.com - Beredar informasi di media sosial Facebook yang menyebutkan bahwa gangguan yang dialami Facebook, WhatsApp, dan Instagram beberapa waktu lalu disebabkan oleh ulah hacker remaja asal China.
Informasi itu mengeklaim, Facebook, WhatsApp, dan Instagram mengalami down pada 4 Oktober 2021 karena diserang hacker berusia 13 tahun asal China bernama Sun Jisu.
Kabar bahwa Facebook, WhatsApp, dan Instagram down karena diserang hacker remaja asal China juga diklaim telah diberitakan oleh berbagai media, salah satunya Reuters.
Berdasarkan penelusuran Tim Cek Fakta Kompas.com, informasi tersebut adalah hoaks.
Informasi yang menyebutkan Facebook, WhatsApp, dan Instagram down karena diserang hacker berusia 13 tahun asal China, Sun Jisu, dibagikan oleh akun Facebook ini dan ini.
Berikut narasi selengkapnya (diterjemahkan ke bahasa Indonesia):
"Sun Jisu, 13 Tahun, Meretas Facebook, WhatsApp, Instagram!
Pada 4 Oktober 2021, Facebook dan SEMUA platform perpesanan dan media sosialnya mati selama sekitar enam jam, termasuk Messenger, WhatsApp, dan Instagram!
Beberapa situs web dan halaman Facebook mulai mengklaim bahwa kegagalan itu disebabkan oleh peretas China berusia 13 tahun bernama Sun Jisu.
Media internasional mengklaim bahwa "China" berada di balik gangguan layanan media sosial di dunia.
Menurut Reuters, seorang peretas Tiongkok bernama "Sun Jisu" bertanggung jawab atas terhentinya layanan "Facebook", "WhatsApp" dan Instagram, dan menambahkan bahwa peretas China itu baru berusia 13 tahun.
Peretas China "Sun Ji Su" memuncaki daftar pencarian di mesin pencari terkenal dan platform Twitter selama beberapa menit terakhir, setelah menonaktifkan WhatsApp, Instagram, dan Facebook di semua negara di dunia, di tengah pertanyaan di antara para aktivis tentang detail informasi ini.
Peretas China yang mengganggu Facebook, WhatsApp, dan Instagram di seluruh dunia.
Sun Jisu, meretas tiga situs dan menyebabkan karyawan Facebook tidak bisa memasuki kantor setelah menonaktifkan portal elektronik dan menyebabkan kerugian ekonomi yang diperkirakan mencapai miliaran dolar di seluruh dunia,"
Untuk memverifikasi kebenaran klaim tersebut, Tim Cek Fakta Kompas.com melakukan serangkaian penelusuran digital.