Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jaya Suprana
Pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan

Penulis adalah pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan.

Belajar Filsafat dari Para Anjing

Kompas.com - 05/10/2021, 09:47 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Naskah How to Learn Philosophy From My Dog (Kompas.com 3 Oktober 2021) memperoleh tanggapan dari berbagai pencinta anjing. Berikut saya nukilkan kisah dari Titus Tri Wibowo dan Hendra Gunawan.

Budayawan Titus Tri Wibowo 

Saya pernah memiliki 21 ekor anjing. Semua didapat dari menemukan atau diberi teman yang sudah bosan.

Bahkan ada yang dibuang di depan rumah oléh orang yang mungkin tahu saya menampung anjing-anjing.

Tiga anak anjing golden retriever tengah malam menangis dan saya memungutnya.

Anjing pertama saya pungut dari seorang teman yang berdinas di DKK. Teman saya memberitahu ada anjing kesasar di kantornya.

Si bronnie (saya namakan begitu) adalah pincer coklat menjadi teman Si Igin dan Si Moni peninggalan ibu saya.

Banyak jenis akhirnya menjadi teman saya. Mulai dari poedel, terier, hingga black flatcoat. Terakhir adalah Si Nayla, pom dari Mas Benny.

Pengalaman saya belajar filsafat dari mereka enggak béda jauh dengan pengalaman Jaya Suprana belajar filsafat dari Si Ceko.

Ekolog Prof Hendra Gunawan 

Saya pernah memiliki anjing hingga 10 ekor. Ada 4 yang paling lama dan sangat dekat yaitu Chiki (sejenis peking).

Chiko (seperti pemburu dengan warna kulit merah, mata merah dan badan ramping), Brino (berbadan besar dengan banyak rambut dari kepala hingga ekor), dan Kapuk (kulitnya putih bersih seperti kapuk, ekor berambut lebat, badan ramping).

Maaf, saya tidak tau soal ras anjing. Sebenarnya jauh sebelumnya, tahun 1970-an kami orang desa sudah akrab dg anjing sebagai kawan bekerja di ladang dan penjaga rumah.

Dulu kami hanya mengenal anjing kampung yang kulitnya memiliki banyak pola warna namun rambutnya tidak lebat.

Nama-namanya pun nama kampung seperti Polang, Wage, Kkliwon, dan Comong. Ketika ada film Rin Tin Tin dan film lain di TVRI, saya mencoba memberi nama anak anak anjing kami yg baru lahir dengan nama lebih keren seperi Rintintin, Joe, Jims, dan West.

Sekarang di kampung kami sudah tidak ada yang pelihara anjing. Keluarga saya di kampung pun sudah tidak pelihara anjing.

Mungkin ada perubahan persepsi terjadap anjing atau memang sudah tidak dibutuhkan lagi, mengingat memelihara anjing kala itu gunanya untuk mengusir babi hutan, berburu tikus atau mengusir garangan yang akan memakan ayam. Juga untuk menjaga rumah yang kala itu masih gelap gulita.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com