Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Hasanuddin Wahid
Sekjen PKB

Sekjen Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Anggota Komisi X DPR-RI.

Mas Nadiem, Jadilah Pahlawan Tanpa Tanda Jasa bagi Guru Honorer

Kompas.com - 03/10/2021, 12:02 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DUNIA pendidikan di Indonesia masih terkungkung oleh banyak persoalan. Salah satu persoalan yang krusial dan sensitif adalah yang berkaitan dengan status dan masa depan para guru honorer.

Data.kemdikbud.go.id 2021 menyebutkan, saat ini ada 728,461 guru honorer tersebar di seluruh penjuru Indonesia, dengan gaji yang masih jauh dari kata layak.

Memang, Mendikbudristek Nadiem Makarim melalui Kebijakan Merdeka Belajar episode ketiga, telah mengatur bahwa maksimal 50 persen dari dana BOS dapat digunakan untuk membayar gaji guru honorer.

Itu berarti guru honorer dapat menerima bayaran minimal Rp 1,8 juga. Bahkan dalam masa pandemi ini, guru honorer berpeluang mendapat subsidi gaji total hingga Rp 2,4 juta.

Namun itu berlaku bagi guru honorer yang terdaftar di Data Pokok Pendidikan (Dapodik) dan Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PDDikti) per akhir Juni 2020.

Tetapi, bagi guru honorer yang belum terdaftar di Dapodik nasibnya masih tak menentu karena hanya bergantung pada honor yang sangat tak memadai. Pada umumnya guru honorer menerima gaji sebesar Rp 700 ribu per bulan. Bahkan ada yang hanya menerima gaji bersih Rp 213.000 per bulan.

Untuk memperbaiki nasibnya, para honor telah menyampaikan aspirasi agar diangkat sebagai PNS tanpa tes melalui Keppres.

Sayangnya, aspirasi tersebut ditanggapi pemerintah hanya dengan melaksanakan seleksi 1 juta guru PPPK untuk guru honorer, meliputi: Guru Honorer Sekolah Negeri, Honorer THK-II, Guru Honorer Sekolah Swasta dan Lulusan PPG.

Program seleksi 1 juta guru PPPK sekilas memberi harapan bagi guru honorer. Tetapi dalam pelaksanaannya masih jauh panggang dari api sehingga menimbulkan berbagai persoalan dan kritikan.

Kritikan datang baik dari para guru honorer sendiri, pemerhati dunia Pendidikan, mapun para wakil rakyat di Senayan.

Silang sengkarut seleksi

Berbagai persoalan pada seleksi 1 juta guru PPPK tahap pertama disebabkan rendahnya keberpihakan Kemendikburistek pada guru honorer yang selama ini menjadi tumpuan untuk mengatasi kekurangan guru.

Rendahnya keberpihakan Kemendikbudristek bisa dilihat dari adanya penyamarataan afirmasi 15 persen kepada guru honorer yang sudah lama mengabdi. Mestinya afirmasi diberikan berdasarkan range lamanya mengabdi.

Sebagaimana simulasi yang direkomendasikan Forum Honorer Nonkategeri Dua Persatuan Guru Honorer Republik Indonesia (FHNK2 PGHRI), masa kerja 5 -10 tahun afirmasinya 25 persen, 10-15 tahun afirmasinya 50 persen, dan 15 tahun ke atas afirmasinya 75 persen.

Di samping itu, tingginya passing grade atau batas nilai minimal guru PPPK dalam seleksi tahap pertama ini sangat membebankan para guru honorer.

Passing grade dinilai tidak memperhatikan aspek peserta ujian yang terdiri dari guru dan tenaga honorer yang umumnya sudah lanjut usia dan mengabdi lebih dari belasan tahun.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com