Pada masa penjajahan Belanda, Indonesia melalui periode tanam paksa sepanjang 1830-1850.
Hasil pertanian dari tanah Jawa tidak lagi sekedar untuk memenuhi kebutuhan lokal, tetapi dipasarkan oleh pemerintah kolonial secara internasional.
Pemerintah kolonial pun membutuhkan transportasi untuk mengangkut hasil pertanian dari pedalaman ke kota-kota pelabuhan dengan lebih cepat dan efektif. Maka, dibangunlah jalur kereta api atau rel.
Baca juga: Simak, Ini Syarat Terbaru untuk Penumpang Pesawat dan Kereta Api
Pencangkulan jalur kereta api pertama di Indonesia dimulai di Semarang ke Vorstenlanden (sekarang jalur Solo-Yogyakarta).
Mengutip laman resmi KAI, Gubernur Jendral Hindia Belanda Mr L.A.J Baron Sloet van de Beele memulai pembangunan rel di Desa Kemijen pada 17 Juni 1864.
Pembangunan ini dilaksanakan oleh perusahaan swasta Nederlansch Indische Spoorweg Maatschappij (NISM) menggunakan lebar sepur 1435 mm.
Proyek kereta api ini terus berlanjut.
Baca juga: 10 Stasiun Kereta Api Ini Layani Vaksinasi Covid-19 Gratis, Mana Saja?
Pemerintah Hindia Belanda terus menambah jalur-jalur kereta api di Jawa, bahkan sampai ke luar Jawa.
Pada 8 April 1875, pemerintah Hindia-Belanda membangun jalur kereta api melalui Staatssporwegen (SS) dengan rute Surabaya-Pasuruan-Malang.
Keberhasilan NISM dan SS mendorong investor swasta membangun jalur kereta api lainnya, seperti di Cirebon, Kediri, Probolinggo, Mojokerto, dan lainnya.
Selain di Jawa, pembangunan jalur kereta api dilaksanakan di Aceh (1876), Sumatera Utara (1889), Sumatera Barat (1891), Sumatera Selatan (1914), dan Sulawesi (1922).
Sampai akhir 1928, panjang jalan kereta api dan trem di Indonesia mencapai 7.464 km dengan perincian rel milik pemerintah sepanjang 4.089 km dan swasta sepanjang 3.375 km.
Baca juga: Viral Video Masinis Beli Makanan Saat Kereta Berhenti di Perlintasan, Ini Penjelasan PT KAI