Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Agnes Setyowati
Akademisi

Dosen di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya Universitas Pakuan, Bogor, Jawa Barat. Meraih gelar doktor Ilmu Susastra dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia. Aktif sebagai tim redaksi Jurnal Wahana FISIB Universitas Pakuan, Ketua Himpunan Sarjana Kesusastraan Indonesia (HISKI) Komisariat  Bogor, dan anggota Manassa (Masyarakat Pernaskahan Nusantara). Meminati penelitian di bidang representasi identitas dan kajian budaya.

Waspada, Radikalisme Sasar Generasi Muda Indonesia

Kompas.com - 20/09/2021, 12:46 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Radikalisme di lingkungan kampus

Berkembangnya paham radikal dan intoleran di lingkungan kampus adalah hal yang nyata. Ihkwan Syarief (Satgas Pencegahan Terorisme BNPT 2020-2021) menjelaskan, sebanyak 47,3 persen pelaku terorisme adalah kelompok muda berusia 20-30 tahun.

Survei nasional terbaru (2020) oleh PPIM UIN Jakarta juga menunjukkan bahwa sebanyak 24,89 persen mahasiswa memiliki sikap toleransi beragama yang rendah.

Lembaga survei Alvara Research tahun 2020 yang dipublikasikan oleh kepala BNPT pada Desember 2020 di Bali menemukan bahwa terdapat 12,2 persen atau hampir 30 jutaan penduduk Indonesia masuk dalam indeks potensi terpapar radikalisme.

Baca juga: Safenet Sebut Penyebaran Radikalisme Melalui Medsos, dari Instagram, Facebook, hingga Telegram

Dari jumlah tersebut, sebanyak 85 persen di antaranya adalah generasi milenial dengan rentang usia 20-39 tahun. Secara spesifik hasil survei menyebutkan bahwa sekitar 23,4 persen mahasiswa dan pelajar mengaku anti-Pancasila dan pro terhadap khilafah.

Direktur Wahid Institute Yennie Wahid menjelaskan, penyebaran paham radikal di lingkungan kampus dilakukan secara terstruktur dan biasanya dimulai pada tahun ajaran baru dengan target mahasiswa baru yang berasal dari luar daerah.

Tidak hanya itu, beberapa lembaga survei juga mencatat bahwa sejumlah guru sekolah dan bahkan dosen terpapar oleh paham-paham radikal dan bersikap anti-Pancasila. Belum lagi organisasi keagamaan kampus yang secara terstruktur telah disusupi oleh kelompok radikal untuk menyebarkan ideologi mereka kepada mahasiswa.

Kenali ciri-ciri kelompok berpaham radikal

Mahasiswa perlu berhati-hati akan bahaya radikalisme di lingkungan kampus yang biasanya bersembunyi di dalam organisasi keagamaan. Mereka kerap merekrut mahasiswa baru dalam menyebarkan paham radikal dan intoleran.

Hal tersebut dikarenakan mahasiswa dianggap sebagai kelompok yang masih labil dan berada dalam proses pencarian ‘jati diri’, serta cenderung lebih kritis kepada pemerintah terutama soal ketidakadilan, kesejahteraan sosial dan lain lain.

Oleh karena itu penting bagi mahasiswa untuk mengenali ciri-ciri orang atau kelompok yang menganut paham radikal.

Pertama, mereka umumnya menolak keras perbedaan pandangan, terutama perbedaan keyakinan agama.

Kedua, mereka juga mudah mengafirkan orang lain, bahkan sesama Muslim.

Ketiga, mereka sering menyuarakan narasi tertentu dengan dalih menegakkan hukum agama yang ujung-ujungnya ingin mengganti Pancasila dengan ideologi mereka.

Keempat, mereka selalu menempatkan Barat secara ideologis-politik sebagai musuh bersama yang mengancaman kesatuan umat.

Kelima, mereka juga kerap mengajak anggotanya untuk melakukan kajian atau diskusi keagamaan secara tertutup.

Baca juga: Radikalisme, Bom Waktu yang Mengancam Masa Depan Bangsa

Yang terakhir, mereka selalu mengaburkan, mendistorsi bahkan menghilangkan sejarah bangsa serta mengajak targetnya untuk meninggalkan budaya dan kearifan lokal bangsa.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com