KOMPAS.com - Merantau seringkali menjadi momen yang menantang dari aspek sosial dan budaya, terutama urusan perut. Apalagi jika jenis kuliner yang tersedia berbeda jauh dari yang biasa kita makan di kampung halaman.
Polemik gegar budaya makan ini sempat ramai diperbincangkan di media sosial. Cuitan netizen Laila Dimyanti @lailadimyanti viral setelah membandingkan isian daging di soto daerah Jawa dan Sumatera.
Warganet lalu beradu pendapat soal jumlah lauk dalam satu porsi makan orang Sumatera yang terbilang banyak.
Mengapa soto daging di jawa bagian tengah itu dagingnya cuma 4 iris? Lalu makanin lauk lain di depannya yang harganya 4x lipat harga sotonya? Orang Sumatera cem aku kenot rilet. Kami makan soto isian melimpah ruah. Titik! pic.twitter.com/8kAnr3GwRZ
— Laila Dimyati (@lailadimyati) September 6, 2021
Twit @melanieppuchino yang mengomentari twit Laila dengan menyebutkan ia sebagai orang Sumatera biasa makan lauk empat sampai lima jenis dalam sekali bersantap di rumah.
Ia juga mengaku sempat gegar budaya saat pindah ke Jawa karena budaya makan yang berbeda dan sampai delapan tahun tinggal di Jakarta masih berusaha menyesuaikan budaya makan di Jawa.
Perdebatan ini semakin memanas dan beralih menjadi perbandingan jumlah lauk yang disantap orang Sumatera sekali makan dengan jumlah lauk di Jawa.
Banyak pula netizen yang tidak setuju dengan cuitan tersebut. Sebagian membeberkan fakta bahwa tak semua orang Sumatera menyantap banyak lauk dalam sekali makan.
Baca juga: Twit Viral Netizen Bandingkan Porsi Lauk di Sumatera dan Jawa
Dosen Antropologi Sosial Universitas Andalas Sumatera Utara, Yevita Nurti, memaparkan asal muasal makna budaya makan orang Minangkabau. Ia mengatakan, budaya tersebut bukan sekadar makan.
"Dari nenek moyang kita makan itu adalah simbol kebersamaan, pengakuan hubungan satu sama lain," kata Yevita dihubungi Kompas.com, Rabu (8/9/2021).
Dalam setiap ritual budaya Minangkabau, makan jadi sesi penting dan utama. Tak heran apabila orang Minang akan berusaha menyuguhkan makanan terbaik untuk para tamu.
Budaya makan orang Minang ini tercermin dari sebutan 'perempuan sepuh di nagari' (desa) yang disebut 'induak bareh' atau secara harfiah ibu beras.
Namun bukan berarti orang Sumatera bisa digeneralisir sebagai orang yang berlebihan dalam bersantap makanan.
Yevita kurang setuju dengan netizen yang menyebutkan orang Sumatera--khususnya Minangkabau--harus makan banyak lauk dalam sekali makan.
"Konsep makan orang Minang itu lamak atau enak dari berbagai masakan khas, tetapi itu makan untuk beramai-ramai bukan untuk satu orang," jelas Yevita.