Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

WHO: Perokok 50 Persen Lebih Rentan Terkena Gejala Parah Covid-19

Kompas.com - 05/09/2021, 10:02 WIB
Rosy Dewi Arianti Saptoyo,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, perokok 50 persen lebih berisiko mengalami gejala Covid-19 yang parah, dibanding yang tidak merokok.

Epidemiologi yang berpengalaman dalam riset di Papua Nuigini, Indonesia, dan Mesir, Hebe Naomi Gouda, mengatakan, perokok juga memiliki risiko kematian akibat Covid-19 lebih tinggi.

"Kita sekarang tahu bahwa bukti kuat menunjukkan bahwa perokok hingga 50% lebih mungkin menderita penyakit COVID-19 yang lebih parah," kata Gouda, mengutip laman resmi WHO, Jumat (3/9/2021).

Baca juga: Bisakah Asap Rokok Menularkan Virus Corona pada Perokok Pasif?

Lebih rentan

Secara umum, menurut Gouda, tembakau atau rokok memiliki beberapa bahaya bagi kesehatan manusia, seperti menyebabkan penyakit jantung, diabetes, serta mempengaruhi kondisi paru-paru seperti penyakit paru-paru kronis dan kanker paru-paru.

Kondisi penyakit di atas membuat orang lebih rentan mengalami keparahan akibat Covid-19.

"Itu berarti bahwa perokok lebih cenderung memiliki gejala yang lebih buruk, lebih mungkin dirawat di rumah sakit, lebih mungkin dirawat di unit perawatan intensif, dan memerlukan bantuan pernapasan dan/atau ventilasi," kata Gouda.

Oleh karena itu, WHO menilai, perokok lebih berisiko mengalami kematian karena penyakit Covid-19 daripada mereka yang tidak pernah merokok.

Baca juga: Virus Corona: Ciri-ciri, Gejala, Masa Inkubasi, dan Risiko bagi Perokok

Industri rokok

Menurut WHO, selama pandemi ini, industri rokok dan tembakau menemukan cara baru untuk terus menjangkau konsumennya.

Misalnya dengan maraknya rokok elektronik yang memberikan layanan berkelanjutan kepada perokok, melalui pengiriman tanpa kontak atau pengantaran ke tepi jalan.

Promosi industri rokok tersebut juga dikemas melalui tagar #DiRumahAja yang selama ini menjadi tagar populer selama pandemi.

"Pada tingkat yang lebih strategis secara global, mereka benar-benar berusaha keras untuk tampak seperti bagian dari solusi pandemi dengan menyumbangkan hal-hal seperti ventilator ke negara-negara, serta alat pelindung diri dan masker lainnya dengan logo mereka sendiri, dan lain-lain. Sementara itu, tetap diam tentang peran mereka ketika lebih dari 8 juta kematian akibat tembakau setiap tahun," ujar Gouda.

Bahkan, WHO memandang, ada perusahaan-perusahaan yang mengklaim bahwa produknya bebas nikotin.

Produk semacam ini rentan dikonsumsi oleh kelompok usia di bawah umur.

"Dan yang sangat memprihatinkan tentang bentuk-bentuk akses tersebut adalah bahwa mereka yang di bawah umur, yang biasanya tidak memiliki akses atau kesulitan mengakses produk-produk ini, berpotensi dipermudah melalui sistem pengiriman tanpa kontak ini," ujar Gouda.

Disarankan berhenti merokok

Gouda menyarankan agar orang-orang berhenti merokok.

Ia mengatakan, dalam kurun waktu 1-4 tahun setelah berhenti, risiko kematian para perokok berkurang sekitar setengah dari perokok saat ini.

"Dalam 20 menit setelah rokok terakhir Anda, detak jantung dan tekanan darah Anda telah membaik. Dalam 12 jam, kadar karbon monoksida dalam darah Anda akan berkurang menjadi normal. Dalam dua hingga 12 minggu, Anda dapat mengharapkan fungsi dan sirkulasi paru-paru Anda membaik," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com