Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Benarkah MSG Dapat Memicu Asma Bronkial? Ini Penjelasannya

Kompas.com - 29/08/2021, 13:42 WIB
Maya Citra Rosa

Penulis

KOMPAS.com - Beberapa penelitian menunjukkan Monosodium Glutamat (MSG) dapat menjadi faktor pemicu penyakit inflamasi (radang) kronik yaitu asma bronkial.

Penyakit yang menyerang saluran napas itu menyebabkan peningkatan hiperesponsif jalan napas terhadap berbagai rangsangan, yang paling sering disebabkan karena alergi.

Merangkum dari buku Review Monosodium Glutamat yang diterbitkan oleh Primer Koperasi Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Sabtu (29/8/2021), berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Indonesia pada tahun 2007, jumlah penderita asma diperkirakan sebesar 3,5% dari populasi penduduk.

Baca juga: Apa Penyebab Penyakit Asma?

Beberapa faktor risiko untuk timbulnya asma bronkial telah diketahui secara pasti, antara lain:

  • Riwayat keluarga
  • Tingkat sosial ekonomi rendah
  • Etnis
  • Daerah perkotaan
  • Letak geografis
  • Tempat tinggal
  • Hewan peliharaan (anjing atau kucing) dalam rumah
  • Paparan asap rokok.

Tingkat keparahan asma terbagi ringan hingga berat bahkan menyebabkan kematian.

Hal yang penting dilakukan untuk mencegah serangan asma dan meningkatkan kualitas hidup
penderita asma adalah dengan mencegah terpaparnya faktor pemicu seperti alergen, asap rokok, dan virus influenza.

Apa kaitannya MSG dan asma bronkial?

Hal ini berkaitan dengan ditemukannya MSG pertama kali dilaporkan sebagai alergen oleh Allen dan Baker (1981) yang dipubilkasikan dalam The New England Journal Of Medicine.

Baca juga: Tips Mencegah Covid-19 untuk Penderita Asma

Laporan ini berawal dari hasil pemeriksaan dua orang pasien yang mengeluhkan serangan asma setelah 12 jam mengonsumsi makanan di rumah makan Cina.

Kemudian peneliti melakukan uji provokasi dengan memberikan kapsul yang berisi 2,5g MSG untuk dikonsumsi.

Dua belas jam kemudian, dialporkan pasien mengalami serangan asma dan dinilai dari berkurangnya laju ekspirasi (Peak Expiratory Flow Rates/PEFR) 10.

Salah seorang pasien bahkan mengalami serangan yang berat hingga dilakukan intubasi. Oleh karena itu para peneliti menyimpulkan MSG menjadi penyebab terjadinya bronkospasme.

Mereka juga menulis bahwa MSG sebagai pemicu terjadinya CRS dan asma dapat membahayakan jiwa sehingga pasien dan dokter harus waspada terhadap reaksi ini.

Laporan ini kemudian menjadi dasar berkembangnya anggapan bahwa MSG merupakan faktor pemicu baru terjadinya asma.

Pasien asma kemudian diharapkan dapat menghindari makanan, baik alami maupun buatan, yang mengandung MSG agar tidak terpapar secara kontinu.

Pada tahun 1987, Allen dkk kembali melakukan penelitian dengan jumlah partisipan yang lebih besar untuk tujuan yang sama.

Pada penelitian tersebut dilaporkan, terjadi serangan asma pada 1 pasien yang mengonsumsi 1,5g MSG dan 13 pasien yang mengonsumsi 2,5g MSG, dengan interval waktu antara mulai konsumsi MSG dengan awal mula timbulnya penurunan 20% PEFR adalah 1 jam hingga 12 jam.

Namun menurut buku tersebut, tidak ada satupun yang melaporkan terjadinya reaksi setelah 1 jam mengonsumsi MSG, padahal diperkirakan dalam kurun waktu tersebut konsentrasi glutamat telah meningkat di dalam tubuh.

Baca juga: Benarkah Mengonsumsi MSG Berbahaya untuk Kesehatan?

Penelitian ini mendapat kritik, sebab penilaian serangan asma dilakukan dengan menggunakan PEFR bukan spirometri, pemberian plasebo dilakukan satu hari setelah penghentian konsumsi obat teofilin.

Sedangkan MSG baru diberikan pada hari kedua dan ketiga, selain itu pada beberapa pasien yang menghirup obat β agonis bronkodilator, pemberian obat dihentikan 3 jam sebelum diberikan plasebo.

Hal ini dianggap dapat menimbulkan bias dalam hasil penelitian.

Berangkat dari penelitian yang dilakukan oleh Allen dkk (1987), maka muncul 5 penelitian untuk membuktikan apakah benar MSG memicu timbulnya bronkospasme pada pasien asma.

Kesimpulan MSG sebagai pemicu asma atau tidak?

Dari beberapa penelitian di atas, sangat sulit untuk menentukan apakah MSG benar-benar menjadi pemicu terjadinya asma. Untuk menghindari terjadinya bias, ada banyak faktor yang harus diperhitungkan.

Misalnya pemilihan subjek haruslah benar-benar bebas dari remisi dan tidak sedang mengonsumsi obat-obat asma, standar penetapan kriteria untuk hasil positif, desain penelitian sebaiknya tidak hanya single-blind (subjek tidak mengetahui apa yang sedang diujikan pada dirinya, sedangkan peneliti mengetahui).

Namun juga dilanjutkan dengan studi double-blind (subjek dan peneliti sama-sama tidak mengetahui apa yang sedang diujikan), standar penetapan dosis MSG, serta standar-standar lain yang digunakan dalam menilai validitas suatu penelitian.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Media Korsel Soroti Pertemuan Hwang Seon-hong dan Shin Tae-yong di Piala Asia U23

Media Korsel Soroti Pertemuan Hwang Seon-hong dan Shin Tae-yong di Piala Asia U23

Tren
10 Ras Anjing Pendamping yang Cocok Dipelihara di Usia Tua

10 Ras Anjing Pendamping yang Cocok Dipelihara di Usia Tua

Tren
5 Manfaat Kesehatan Daging Buah Kelapa Muda, Salah Satunya Menurunkan Kolesterol

5 Manfaat Kesehatan Daging Buah Kelapa Muda, Salah Satunya Menurunkan Kolesterol

Tren
Viral, Video Sopir Bus Cekcok dengan Pengendara Motor di Purworejo, Ini Kata Polisi

Viral, Video Sopir Bus Cekcok dengan Pengendara Motor di Purworejo, Ini Kata Polisi

Tren
PDI-P Laporkan Hasil Pilpres 2024 ke PTUN Usai Putusan MK, Apa Efeknya?

PDI-P Laporkan Hasil Pilpres 2024 ke PTUN Usai Putusan MK, Apa Efeknya?

Tren
UKT Unsoed Tembus Belasan-Puluhan Juta, Kampus Sebut Mahasiswa Bisa Ajukan Keringanan

UKT Unsoed Tembus Belasan-Puluhan Juta, Kampus Sebut Mahasiswa Bisa Ajukan Keringanan

Tren
Sejarah dan Makna Setiap Warna pada Lima Cincin di Logo Olimpiade

Sejarah dan Makna Setiap Warna pada Lima Cincin di Logo Olimpiade

Tren
Ramai Anjuran Pakai Masker karena Gas Beracun SO2 Menyebar di Kalimantan, Ini Kata BMKG

Ramai Anjuran Pakai Masker karena Gas Beracun SO2 Menyebar di Kalimantan, Ini Kata BMKG

Tren
Kenya Diterjang Banjir Bandang Lebih dari Sebulan, 38 Meninggal dan Ribuan Mengungsi

Kenya Diterjang Banjir Bandang Lebih dari Sebulan, 38 Meninggal dan Ribuan Mengungsi

Tren
Dari Jakarta ke Penang, WNI Akhirnya Berhasil Obati Katarak di Korea

Dari Jakarta ke Penang, WNI Akhirnya Berhasil Obati Katarak di Korea

Tren
Warganet Kaitkan Kenaikan UKT Unsoed dengan Peralihan Menuju PTN-BH, Ini Penjelasan Kampus

Warganet Kaitkan Kenaikan UKT Unsoed dengan Peralihan Menuju PTN-BH, Ini Penjelasan Kampus

Tren
Israel Diduga Gunakan WhatsApp untuk Targetkan Serangan ke Palestina

Israel Diduga Gunakan WhatsApp untuk Targetkan Serangan ke Palestina

Tren
Apa Itu Asuransi? Berikut Cara Kerja dan Manfaatnya

Apa Itu Asuransi? Berikut Cara Kerja dan Manfaatnya

Tren
'Streaming' Situs Ilegal Bisa Kena Retas, Curi Data, dan Isi Rekening

"Streaming" Situs Ilegal Bisa Kena Retas, Curi Data, dan Isi Rekening

Tren
Kata Media Asing soal Penetapan Prabowo sebagai Presiden Terpilih, Menyoroti Niat Menyatukan Elite Politik

Kata Media Asing soal Penetapan Prabowo sebagai Presiden Terpilih, Menyoroti Niat Menyatukan Elite Politik

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com